#mbadogbareng: Mencicipi Lezatnya Nasi Madura Pasar Pegirian Surabaya

Supriyadi
freelancer
Konten dari Pengguna
20 Mei 2019 10:56 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Supriyadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sego Meduro. Kami pesan babat dan peyek udang saja lauknya, plus es teh. Berlima. Harganya Rp 75.000. Menurut saya rasanya gurih. Perpaduan antar beras jagung dan beras putih, itulah yang membuat rasa Nasi Madura itu gurih.
Tukang masak atau chef Nasi Madura sedang mengangkat daging babat dari dandang. Ramainya pembeli, ia tetap tenang menjalani tugas sebagi tukang masak. (Dok Suroboyo Mbois)
#mbadogbareng. Itu adalah tagar Gerakan Suroboyo Mbois di bulan Ramadan 1440 H atau bulan puasa di tahun 2019 ini. #mbadogbareng merupakan lanjutan kegiatan Gerakan Suroboyo Mbois. Setelah komunitas kreatif ini menggelar acara Explorek di kampung-kampung bersejarah di Kota Surabaya.
ADVERTISEMENT
Kata mbadog, menjadi pilihan tagar. Supaya lucu saja. Tak ada maksud mengucapkan istilah kasar. Kata ini biasa diucapkan arek Suroboyo. Biasa ae ya rek! Jangan serius. "Sik ya aku luwe, tak mbadog disek!"
Kalau kalian ingin tahu, standar istilah mbadog yaitu makan. Mungkin kurang seru dan greget, jika menggunakan istilah makan. Pilihan kata mbadog merupakan bagian dari kreatif kami.
Wali Kota Suroboyo Mbois, Kuncarsono Prastyo, tampak kelihat merasakan kenikmatan Nasi Madura (Dok. Suroboyo Mbois).
Bersama Wali Kota Suroboyo Mbois, Kuncarsono Presetyo, tim kreatif Suroboyo Mbois keliling di Ampel, pada Minggu, 19 Mei 2019. Bukan berita baru sebenarnya. Di kawasan religi itu, setiap bulan Ramadan berjubel warga Kota Surabaya.
Kami datangi tempat-tempat jajanan dan beli jajanan. Penjualnya ya ada orang Madura, orang Arab, orang China. Di kawasan itu memang multi etnis. Dan mereka saling hidup berdampingan. Gak perlu enek slogan toleransi digembar-gemborkan di sana.
ADVERTISEMENT
Jare Muhammad Khotib, arek-arek biasa memanggilnya “Cak”, dibanding kawasan Surabaya lain. Kawasan Surabaya utara ini tergolong unik. Banyak ragam etnis tinggal di kawasan ini sejak dulu.
"Kawasan ini dibangun sejak zaman kolonial. Yang ada di sini adalah orang atau bangsa Indonesia," kata Cak Khotib.
Cak Khotib iku ya rek, putra Abdul Azis yang pernah ramai diberitakan. Penembak mati perwira tinggi Inggris, Brigadier Aubertin Walter Sothern Mallaby, dalam pertempuran Surabaya, pada 30 Oktober 1945 di depan Gedung Internatio.
Sego Meduro atau Nasi Madura, sederhana kan? Kami pesan daging babat dan peyek udang. Begitulah menunya. Tapi rasanya luar biasa, mantap! (Dok Suroboyo Mbois).
Tim kreatif Suroboyo Mbois menyempatkan singgah ke rumah Cak Khotib, di kawasan Ampel untuk menunggu buka puasa. Sambil membawa jajanan yang kami beli untuk takjil buka puasa. Menunggu bedug berbuka, Cak Khotib cerita-cerita kepada kami zaman dulu. Termasuk kehidupan warga Ampel yang multi etnis itu.
ADVERTISEMENT
Makanya jangan kaget, kata Cak Khotib, jika ke Ampel ini banyak ragam dan corak. Di sini merupakan simbol keberagaman Kota Surabaya.
Selanjutnya, setelah ngopi-ngopi di rumah Cak Khotib. Tim Kreatif Suroboyo Mbois melanjutkan jalan lagi. Tahu kan? Kami cari makan berat. Makan nasi, maksud saya.
"Tadi kan sekadar membatalkan puasa saja. Iftar, buka puasa. Belum makan... hehehe."
Kesibukan penjual melayani pembeli. Tidak ada diskriminasi, bisa Bahasa Madura dikasih murah, tidak bisa Bahasa Madura dikasih harga mahal. Itu fake dan hoaks cerita-cerita seperti itu (Dok Suroboyo Mbois).
Nah, di mana itu? Di Sego Meduro atau Nasi Madura. Tempatnya di Pasar Pegirian, depan seberang BCA. Pembelinya ramai banget. Berjubal. Pastinya bukan cerita baru lagi tempat kuliner ini, bagi warga Kota Surabaya.
Pemiliknya tak bisa diajak ngobrol. Saking antrenya. Bagaimana cara memulai ngobrol? Sebenarnya mau tanya, sejak kapan mulai jualan nasi ini. Habis berapa banyak beras yang dibuat nasi sekali jual. Buka jam berapa sampai jam berapa di luar bulan Ramadan, seperti sekarang?
ADVERTISEMENT
“Bla...bla...bla....”
Cukup terkenal Nasi Madura ini, memang. Coba kalian datang ke sana, take foto dan tulis caption, lalu posting di media sosial kalian. Pasti banyak yang komentar. Seperti inilah kira-kira komentar teman-teman di Facebook, misalnya.
“Di mana itu?"
“Itu nasi jagung di Pegirian itu ya...."
Bojoku tau tak jak mrene ngomel ae... Antriii..., Mambu sampah pasar, tapi begitu ngemplok Sego jagung + sambelan babat, usus, ilang sambatan e.... Hahahaha😀😀😀."
“Nafsu mengalahkan keadaan🙊🙊😀😀."
“Tadi ada anggota tim juga begitu. "Baru kali ini saya makan bersama sampah ". Mak lep.. Lali sampahe.”
Wali Kota Suroboyo Mbois, sebelum buka puasa berlangsung. Beli jajan dulu untuk buka puasa (Dok Suroboyo Mbois)
Sego Meduro. Kami pesan babat dan peyek udang saja lauknya, plus es teh. Berlima. Harganya Rp 75.000. Menurut saya rasanya gurih. Perpaduan antara beras jagung dan beras putih, itulah yang membuat rasa Nasi Madura itu gurih.
ADVERTISEMENT
Kalau datang untuk beli Nasi Madura ini, sebaiknya bersabar untuk antre. Pesan dengan lauk apa yang kita inginkan. Terus kita bayar. Itu pelayanan yang ada di penjual Nasi Madura itu. Bukan makan dulu baru bayar.
Bisa dibayangkan. Seantre itu kalau makan dulu baru bayar. “Hemmm...”. Jangan sudah kenyang, merasakan gurihnya, lalu kita pergi. Eh...lupa bayar.
Kapan ya rek! Rakyate Suroboyo Mbois, makan bareng ramai-ramai Sego Meduro. Ditunggu kabare kabeh ya rek! Suroboyo Mbois kolaborasi kreatif arek Suroboyo, yang peduli terhadap keunikan dan keragaman Surabaya.
Wis ya rek! Sak mene ae. Aku mung menehi kabar kalau Suroboyo Mbois selalu punya ide baru dan terus punya acara baru.
ADVERTISEMENT