Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Melihat Segajih, Desa Wisata Live In yang Memesona
14 Mei 2024 7:04 WIB
·
waktu baca 8 menitTulisan dari Pliplo Supriyadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pedekuhan Segajih, terletak di Kalurahan Hargotirto Kapanewon Kokap Kabupaten Kulon Progo Provinsi Daerah Istimewa Jogyakarta.
ADVERTISEMENT
Dari ibukota provinsi, jaraknya 35 kilometer. Jika dari ibukota Kabupaten jaraknya sekitar 11 kilometer. Dan berada pada titik koordinat; 7°47’54” 110°78”.
Mungkin saja, jalanan yang kelak-kelok dan naik turun lembah-lembah bukit Menoreh itu, perjalanan menuju ke Segajih serasa jauh.
Tapi jangan khawatir, sepanjang perjalanan menuju ke pedukuhan itu, jalannya dijamin mulus dengan aspal.
Baru-baru ini saya dari Pedukuhan Segajih. Saya ke pedukuhan yang berada di ketinggian 300 Mdpl itu untuk melihat-lihat; seperti apa diceritakan banyak orang ihwal desa wisata Segajih.
Sungguh saya dibuat takjub, setelah melihat-lihat pedukuhan itu. Pedukuhannya asri, bersih, dan rapi. Begitu saya melihat-lihat dan berada di pedukuhan itu, pada Selasa-Ahad, 23-28 April 2024.
ADVERTISEMENT
“Desaku yang kucinta…, pujaan hatiku…, tempat ayah dan bunda…, “ celetuk benakku berulang-ulang dalam senandung lagu Desaku karya L Manik.
Namun saya segera mengalihkan senandungan lagu Desaku dari benakku. Sebab mataku ingin segera menatap penjuru yang lain Pedukuhan Segajih.
Dari tatapan saya, entah dari ketinggian berapa. Saya melihat rumah-rumah penduduk yang tinggal di lembah-lembah. Nampak genting rumah meraka dengan pekarangan rimbun ditumbuhi tanaman: semua nampak rapi, hijau nan segar di mata.
Pohon kelapa terutama. Banyak saya jumpai di pedukuhan itu. Tak salah, bila pedukuhan Segajih juga penghasil gula kelapa dan gula semut. Gula-gula itu banyak peminatnya, terutama di pasaran Eropa dan Amerika.
Sutriyanto, salah seorang warga Pedukuhan Segajih, mengatakan bila permintaan gula semut tak pernah turun. Tiap tahunnya terus meningkat. Apalagi saat ini Pedukuhan Segajih banyak dikenal orang, sebagai desa wisata.
ADVERTISEMENT
“Pengaruhnya lumayan dibanding desa ini belum dikenal banyak orang, “ kata Sutri, panggilan pria itu.
Ia merinci, mulai tahun 2017 sejak dicetuskannya ide desa wisata Pedukuhan Segajih mulai dilihat banyak orang. Semula pendatang yang berwisata memang sekadar ingin melihat suasana desa untuk bertamasya.
“Tapi kita nggak tahu ya, kemudian mereka kok pada ingin membuat gula semut, “ jelas Sutri.
Dari sini barangkali mulai tercetus desa wisata di Segajih, bukan sekadar jalan-jalan bertamasya melihat keindahan pedukuhan. Melainkan juga pemanfaatan sumberdaya alam yang melibatkan pelancong.
Permintaan gula semut, kata Sutriyanto, yang dikenal di pasar Eropa dan Amerika dengan sebutan brown sugar atau palm sugar. Tercatat di tahun 2017 mencapai 48.000 U$. Dibanding sebelumnya, tahun 2014. Hanya berkisar 34,7 U$.
ADVERTISEMENT
Cerita Sutriyanto dibenarkan Ali Subkhan, warga pedukuhan yang juga pencetus desa wisata Segajih.
Sebagai pencetus, Subkhan yang juga kini didapuk sebagai ketua desa wisata, mengatakan bahwa ide awal desa wisata tak bisa lepas dari peran karang taruna.
“Semula ide desa wisata, memang didasari oleh adik-adik karang taruna. Tapi kemudian melibatkan seluruh warga, “ jelas Subkhan.
Ide pengelolaan desa wisata Segajih ini, memang beda dengan desa-desa wisata kebanyakan. Saya melihat dengan mata kepala saya sendiri. Bagaimana penduduk pedukuhan ini, berkemauan keras untuk memajukan pedukuhannya lebih bagus. Dan tentu saja memiliki nilai jual di mata khalayak sebagai desa wisata.
Kata Subkhan, hal itu tentu juga karena sumberdaya alam dan sumberdaya manusia warga Pedukuhan Segajih.
ADVERTISEMENT
“Bikin gula semut itu memang sudah menjadi tradisi warga di Segajih. Tidak keliru kalau tradisi itu kita jadikan sebagai bagian dari cara berwisata, “ ungkap Subkhan.
Mengenalkan Potensi Desa
Mengelola desa wisata memang butuh kesabaran dan ketelatenan, kata Subkhan. Pengelola harus pandai-pandai menggali potensi yang dimiliki desa.
Subkhan menceritakan kepada saya, bagaimana saat-saat desa wisata Segajih ini, sudah mulai dilirik pelancong, baik dari lokalan maupun luar negeri. Pelancong sudah banyak yang tinggal, Live In di Pedukuhan Segajih.
Para pelancong bukan sekadar melihat-lihat suasana desa dengan menikmati keheningan pedukuhan. Tetapi pula mereka ikut mengolah gula semut.
“Bukan ikut mengolah gula semut saja. Pengunjung juga ikut mencari rumput untuk pakan ternak, juga cari kayu bakar, “ ujar Subkan.
ADVERTISEMENT
Mendengar cerita Subkhan, saya merasakan keasyikkan. Sayang, saat di sana saya tidak melakukan, apa yang diceritakan Subkhan oleh para pelancong. Padahal, waktu itu lumayan panjang saya di sana.
Beruntung saya bisa jalan-jalan melihat aktifitas penduduk yang berada di ketinggian 300 Mdpl itu. Mereka tak sekadar menderes nira dari pohon kelapa. Saya melihat, bagaimana mereka juga sibuk mengolah gula semut.
Masih tradisional, memang. Mereka dalam mengolah gula semut. Saya tak melihat teknologi mesin yang menggerakkan.
Meski begitu tingkat kebersihan (higienistas) gula semut tetap terjaga. Belum lagi mendengar cara perawatan tanaman pohon kelapa. Sejak pohon kelapa itu ditanam warga antara 20-25 tahun silam. Tak tersentuh pupuk kimia dalam perawatan.
ADVERTISEMENT
Bahkan, kata Bagong, seorang warga yang saya temui, pohon kelapa yang sekarang setinggi 10-15 meter itu, dijaga oleh warga dari aliran air limbah domestik rumah tangga mereka.
“Kita menjaga pohon kelapa ini. Di bawah jangan sampai kena diterjen cucian maupun sabun mandi kita, “ kata Bagong.
Bagong tiap hari menderes pohon kelapa untuk diambil niranya. Saat sore ia pasang bumbung (potongan bambu) pada bagian tongkol yang telah dipotong. Baru paginya ia ambil. Biasanya, satu pohon kelapa menghasilkan 1,5-2 liter.
“Itu sudah bisa dipastikan, 10 sampai 15 pohon kelapa menghasilkan 30-32 liter, “terang Bagong.
Selain tanaman kelapa yang sudah menjadi komoditi daya jual warga Segajih. Saya melihat warga juga menanam vanilla, coklat, kopi, durian dan cengkeh. Tanaman itu banyak tumbuh di pekarangan rumah di bawah tegakan pohon kelapa. Hanya saja tanaman-tanaman itu, belum tersentuh secara maksimal oleh warga Segajih.
ADVERTISEMENT
Menginap di Rumah Simbah
Tinggal di Pedukuhan Segajih, memang benar-benar nyaman. Rasa ini bisa ditandai dengan keharmonisan warga Pedukuhan Segajih, -yang tinggal di perbukitan dan lembah-lembah Menoreh itu. Belum lagi alam di pedukuhan itu. Dari segala penjuru memandang, mata akan disedapkan lingkungan yang asri dan bersih.
Menikmati kuliner khas di sana, juga menjadi daya tarik tersendiri: nasi tiplek, bothok sarang tawon, juga jamblong. Semua tersaji setiap hari.
Pedukuhan yang dihuni 469 jiwa dengan rincian 229 jiwa laki-laki dan 240 jiwa perempuan itu. Sejak 2017, sudah bersolek dengan desa wisatanya. Konsep “Menginap di Rumah Simbah”, -yang ditawarkan, merupakan cara menarik untuk memantik perhatian khalayak.
“Ini jarang terjadi…,“ kata Steven, pria asal Manado Sulawesi Utara bernada kepada saya.
ADVERTISEMENT
Tempat tinggal yang mestinya privasi dan dijaga keterlibatannya dari pihak luar, kata Steven. Di Segajih ini, justru diberi keleluasaan untuk ditinggali. Bahkan pengunjung dibolehkan memasak sendiri. “Belum ada desa wisata seperti ini, “ ungkap Steven masih dalam keheranan.
Steven bercerita, jika dirinya di Manado juga tinggal di desa. Tapi yang ia rasakan tak seperti di Segajih. Dan ia merasa iri dengan warga Segajih, -dengan sikap-sikapnya terhadap orang yang baru dikenal. “Mereka kalau saya rasakan, seperti sudah kenal lama,” kata Steven.
Ungkapan sama juga disampaikan Ester Nofita, perempuan yang juga berasal dari Manado Sulawesi Utara. Kepada saya ia mengatakan, jika di Segajih dirinya merasa cukup nyaman. Kepenatan yang ia rasakan selama ini tinggal di Jakarta, hilang.
ADVERTISEMENT
Ia mengaku, jika Pedukuhan Segajih memang tempat yang tepat untuk healing dan me-refreshing diri.
“Ya, desanya nyaman tenang. Enak untuk didiami, warganya ramah-ramah, “ kata Novita saat itu.
Namun tak dinyana pandemik Covid-19 yang mendera dunia, tahun 2020 silam. Berdampak pula pada kelesuan pengelolaan desa wisata Segajih.
Dari sini warga harus putar otak dan mengadu pembatinan mereka, -agar bagaimana desa wisata yang sudah dirintisnya itu tak mati.
Ancaman pandemik yang mereka tak tahu pula kapan berakhirnya. Tentu sangat disayangkan, bila hal itu terus terjadi. Padahal, tempat dan fasilitas desa wisata itu sudah ditata sedemikian rupa. Mulai lingkungan yang semula kurang sedap di mata, menjadi lingkungan permai
Dan pula sudah dibuktikan menjadi daya tarik pelancong. Kala itu pun sudah bermunculan wisatawan menginap di rumah-rumah warga, -baik lokalan maupun luar negeri.
ADVERTISEMENT
Ali Subkhan tak henti-hentinya memutar otak agar ide desa wisata di tengah pandemik itu tetap jalan. Meski kala itu produksi gula semut oleh warga, tak terpengaruh pada sisi penjualan.
Meski begitu, Subkhan tak harus menyambut gembira. Pandemik Covid-19, tetap ia sebut sebuah ancaman serius dalam usaha desa wisata ini. Beruntung, Subkhan selalu merawat kepandaian yang ia miliki sebagai perupa.
Subkhan berpikir, apa salahnya bila keahliannya dalam melukis yang ditekuni, selama ini. Ia tuangkan dalam eksperimen membatik. Dan kemudian diajarkan kepada anak-anak muda Pedukuhan Segajih.
Sebab menurut Subkhan, cara itu paling tepat. Kemudian bisa dijual lewat online sebagai penghasilan mereka.
Apalagi bagi Subkhan, seni itu bebas tak terikat oleh definisi. Alhasil, tercetuslah batik Sundhul Langit, beraliran kontemporer, yang kini juga merupakan ikon desa wisata Segajih.
ADVERTISEMENT
“Ya bersyukur, alhmdulillah. Saya menyebutnya batik kontemporer, “ ucap Subkhan.
Akhir dari buah pikir besar itulah, desa wisata Segajih membunga kembali. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pun kepincut memberi tanda prestasi, pada 23 Mei 2023.
Menteri Sandiaga Uno pun menyambangi Segajih. Sambil melekatkan tanda prestasi menteri menyempatkan menginap semalam di rumah simbah.
“Pak Menteri menginap semalam di sini. Dan sempat membeli batik yang kita bikin, “ kata Subkhan, yang dilanjutkan menjelaskan, jika anugerah yang diterimanya itu, satu dari 75 desa terbaik dengan kategori berkelas dunia dalam Anugerah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2023. ***