Saya Kecewa dengan Pengecatan Kota Tua

Supriyadi
freelancer
Konten dari Pengguna
8 Januari 2019 21:23 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Supriyadi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Saya Kecewa dengan Pengecatan Kota Tua
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Mana yang lebih indah dari kolose dua foto di atas? Setiap orang (awam sekalipun) pasti bisa menilai tampilan mana yang paling keren, dan mana yang norak.
ADVERTISEMENT
Tentang clue pertanyaan di atas, perlu saya jelaskan, untuk pembaca yang tidak mengikuti berita beberapa minggu terakhir. Pemkot Surabaya mencanangkan revitalisasi kota tua Surabaya sejak 10 November 2018. Puluhan bangunan berarsitektur elok di sepanjang Jl Panggung, dicat ulang karena kusam. Semangatnya mulia sih, mengembalikan kota mati menjadi lebih fresh. Menciptakan ruang publik baru.
Minggu kemarin sudah terlihat hasilnya?? Mana? ya itu dia foto yang kanan kan hasil revitalisasi. Bangunan art nouveau kaya ornamen, yang aslinya hangat berwarna pastel ini disulap jadi Barbie Pink House Style. Uasyeeemm.......................
Tampilan baru? Iya, tapi apakah lebih indah? Mohon maaf saya menyebut ini pemerkosaan akal sehat tentang estetika visual ruang publik. Harusnya bisa lebih serius jika mau sedikit bersabar. Mendokumentasikan satu per satu, membuat mock up desain, berdiskusi dengan pemiliki rumah, pakarnya, dan mengecatnya dengan pengawasan sungguh-sungguh.
Saya Kecewa dengan Pengecatan Kota Tua (1)
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Ironisnya lagi, pengecatan ala rumah pink itu dilabur ke semuaaaaa bangunan di Jl Panggung dengan warna berbeda yang norak.
Sama-sama merevitalisasi, Memperlakukan kawasan cagar budaya seharusnya beda dengan revitalisasi kampung di Jodipan Malang. Kampung Jodipan kumuh sehingga perlu dilapisi warna-warna atraktif untuk ‘menipu’ mata. Tetapi jika kawasan cagar budaya, tidak ada yang salah dengan obyeknya. Andai dicat monochrome saja beres.
Apakah keputusan melabur warna warni salah? Tidak. Pemkot menyatakan meniru visual kota tua ala shophouse di Singapura wabilkhusus Little India yang colourfull. Okelah
Perlu Anda ketahui, kistruh ini sejak sebulan lalu. Kawan-kawan pemerhati kota yang dua bulan terakhir berkolaborasi dalam forum Begandring Soerabaia, sempat melayangkan protes. Pertengahan Desember 2018, pengecatan dihentikan sambil menunggu pembahasan warna. Saya salah satu yang mengawal prosesnya.
ADVERTISEMENT
Saya menyampaikan dalam beberapa rapat di Pemkot bahwa rekayasa visual sebuah kawasan itu harus mempertimbangkan banyak aspek, tidak terkesan menjalankan selera pimpinan. Jika merujuk Singapura, saya menyebut rujukan Anda tanpa dasar.
Sekadar tahu saja, Singapura punya studi kultural desain sebelum merekayasa kawasan bersejarahnya periode 1980-1990. Warna-warni bangunan di Singapura yang ngejreng, itu hanya bisa ditemukan di Littel India. Kenapa? ya karena kultur India adalah kultur colourfull, Anda tidak akan menemukan warna warni ngejreng di Kampung Glam yang ber kultur Melayu dan Arab.
Sebab kebudayaan Melayu dan Islam, menghargai warna emas, krem, dan turunannya. Makanya warna jenis inilah yang jamak dijumpai di sekitaran Masjid Sultan Singapura. Bagaimana dengan Chinatown Singapura? Itu beda lagi, warna-warninya lebih beragam, namun catat, semuanya berwarna pastel yang soft.
Saya Kecewa dengan Pengecatan Kota Tua (2)
zoom-in-whitePerbesar
Nah, ini lho yang saya maksud dengan pemerkosaan akal sehat tentang estetika visual ruang publik. Tidak pernah ada sejarah kultur India di Jl Panggung, jika merujuk kajian sejarah, kawasan ini adalah Malaische Kamp atau kampung Melayu.
ADVERTISEMENT
Bagi saya ini penting, karena jika obsesi Jl Panggung akan menjadi destinasi wisata dan studi kebudayaan dan sejarah, para pemandu akan kesulitan mendeskripsikan antara cerita dan visual.
Hanya soal warna kenapa dimasalahkan? Yakinlah bahwa warna itu memiliki rasa. Oh ya? studi psikologis lebih dulu membuat nilai perasaan pada setiap warna. Makanya kenapa rumah makan seluruh dunia mayoritas warna merah? karena warna ini mengundang selera makan.
Saya Kecewa dengan Pengecatan Kota Tua (3)
zoom-in-whitePerbesar
Ini baru membahas pilihan warna, belum lagi masuk di komposisi warna. Dalam kajian desain, pada satu bidang maksimal memiliki tiga warna, yaitu warna dominan, sekunder, dan aksen. Tidak boleh semua dominan. Namun lihatlah yang terjadi semua warna dalam satu bidang nampak menonjol. Kami yang ikut mengoreksi pewarnaan nyatanya tidak terjadi ketika pelaksanaan lanjutan pengecatan pada hari H.
ADVERTISEMENT
_________
Sebenarnya banyak cara mewarnai kota tua, tapi sebaiknya berkolaborasilah dengan orang yang sangat ahli di bidangnya. Sekalipun walikota kita seorang arsitek.
__________
Kota sebesar dan sepenting Surabaya sebaiknya sudah pantas memiliki semacam Design Trust for Public Space, supaya tidak muncul olok-olok yang tidak perlu. Misalnya ada rumah gaya Indisch namun dicat merah kuning. sehingga diolok-olok mirip klenteng atau markas Brimob.
Buat saya pribadi persoalan ini buka hal remeh, karena bagi awam dan pengunjung sebuah kota, yang pertama dilihat dan memberikan impresi adalah estetika ruang publik. Apa bedanya Jl Panggung yang penuh bangunan berarsitektur indah dengan Kampung Nelayan Bulak di Kenjeran yang kumuh jika jalan keluarnya adalah cat warna warni ngejreng.
ADVERTISEMENT
Karena dikerjakan oleh amatir, tidak ada konsep yang jelas, misal mock up desain per bidang, kepantasan dan pertimbangan kurator publik, maka seakan-akan ini kerja serampangan.
Saya Kecewa dengan Pengecatan Kota Tua (4)
zoom-in-whitePerbesar
Bagi saya, merespons terhadap ruang publik dengan rekayasa visual yang atraktif harus ada batasan. Tak seluruh bangunan sepanjang ruas jalan harus diwarna-warni ngejreng. Mata akan lelah. Keindahan bangunan akan tenggelam oleh warna itu sendiri. Sebaiknya ada bidang rehat dalam kawasan ini, ada bagian tertentu, dibuat mural gaya rustic ala George Town Penang, misalnya.
Apakah Jalan Panggung menjedi lebih buruk? Begini, urusan estetika itu tidak ada yang lebih baik dan lebih buruk, meskipun kata orang keindahan itu relatif. Tetapi bagi saya keindahan itu mutlak, bahkan orang awam sekalipun bisa melihat mana indah mana tidak. Perlu contoh? Mayoritas kita pasti mengakui jika Raisa itu cantiknya naudzubillah :)
ADVERTISEMENT