Surat Edaran Mendagri 821/5292/SJ Harus Dicabut!

PSHK FH UII
Pusat Studi Hukum Konstitusi (PSHK) UII
Konten dari Pengguna
22 September 2022 11:22 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari PSHK FH UII tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Menteri Dalam Negeri RI, Tito Karnavian memberikan sambutan pada acara peluncuran Tahapan Pemilu 2024 di halaman gedung KPU, Jakarta, Selasa (14/6/2022). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Dalam Negeri RI, Tito Karnavian memberikan sambutan pada acara peluncuran Tahapan Pemilu 2024 di halaman gedung KPU, Jakarta, Selasa (14/6/2022). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) pada 14 September 2022 yang lalu menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 821/5292/SJ tentang Persetujuan Menteri Dalam Negeri Kepada Pelaksana Tugas/Penjabat/Penjabat Sementara Kepala Daerah Aspek Kepegawaian Perangkat Daerah.
ADVERTISEMENT
SE Nomor 821/5292/SJ memberikan persetujuan kepada PLT/Penjabat/Penjabat Sementara untuk melakukan pemberhentian, pemberhentian sementara, penjatuhan sanksi dan/atau tindakan hukum lainnya kepada pejabat/Aparatur Sipil Negara di lingkungan pemerintah daerah provinsi/kabupaten/kota yang melakukan pelanggaran disiplin dan/atau tindak lanjut proses hukum sesuai peraturan perundang-undangan.
Selain itu, SE tersebut juga memberikan persetujuan kepada PLT/Penjabat/Penjabat Sementara untuk melakukan mutasi antardaerah dan/atau antarinstansi pemerintahan sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Bertentangan dengan Peraturan Lebih Tinggi
SE tersebut melanggar ketentuan yang terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (PP 49/2008).
ADVERTISEMENT
Pasal 132A PP 49/2008 menyatakan bahwa Penjabat kepala daerah atau pelaksana tugas kepala daerah dilarang: a. Melakukan mutasi pegawai; b. Membatalkan perizinan yang telah dikeluarkan pejabat sebelumnya dan/atau mengeluarkan perizinan yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya; c. membuat kebijakan tentang pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya; dan d. membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya.
Dari segi asas hukum, penerbitan SE Nomor 821/5292/SJ telah melanggar salah satu asas preferensi hukum yakni asas lex superior derogate legi inferior, bahwa aturan yang derajatnya lebih tinggi harus digunakan dan mengesampingkan aturan yang derajatnya lebih rendah.
Jika merujuk Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, maka Peraturan Pemerintah (PP) merupakan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dari pada Surat Edaran.
ADVERTISEMENT
Pengaturan mengenai mutasi yang sebelumnya telah diatur dalam PP, tentunya tidak dapat dikesampingkan hanya dengan SE. Jika perubahan kewenangan tersebut akan dilakukan maka harus melalui revisi atau perubahan terhadap PP tersebut.
Rentan Abuse of Power
Pemilihan penjabat/pelaksana tugas/penjabat sementara merupakan domain pemerintah pusat, sehingga penambahan kewenangan yang terdapat dalam SE Nomor 821/5292/SJ akan berpotensi atau rentan menimbulkan abuse of power. Sehingga, kebijakan yang akan dibentuk berpotensi bukan untuk kepentingan daerah tetapi untuk kepentingan politis bagi kalangan tertentu. Hal ini juga bisa saja disalahgunakan oleh oknum tertentu guna kepentingan pemilihan umum tahun 2024.
Kewenangan yang melekat pada penjabat/pelaksana tugas/penjabat sementara sejatinya harus dibatasi. Oleh karena itu, terdapat limitasi kewenangan Penjabat yang tidak seluas Pejabat Kepala Daerah Definitif. Hal ini merupakan suatu prinsip bahwa dalam pengaturan kewenangan Penjabat Kepala Daerah di atas terdapat prinsip mempertahankan status quo yang telah ditetapkan oleh Kepala Daerah sebelumnya seperti larangan mutasi pegawai, dan pembatalan perjanjian serta pembatalan kebijakan yang telah dibuat oleh Kepala Daerah sebelumnya.
ADVERTISEMENT
SE Harus Dicabut dan Perlu Diterbitkan PP tentang Pj Kepala Daerah
Oleh karena itu, Mendagri sebaiknya tidak bermanuver melakukan pembangkangan terhadap Undang-Undang dan Konstitusi. Mendagri harus mencabut SE Nomor 821/5292/SJ. Hal ini mengingat adanya ketidaksesuaian pembentukan SE baik dari segi formil maupun materil.
Selain itu, Presiden harus melaksanakan amanat Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 67/PUU-XIX/2021 dan perkara Nomor 15/PUU-XX/2022 yang keduanya menggugat ketentuan penjabat kepala daerah. Dalam pertimbangan hukum dua perkara tersebut, MK mengamanatkan agar pemerintah menyusun aturan mengenai pelaksanaan mekanisme pengangkatan penjabat kepala daerah dan juga dilengkapi dengan pelaksanaan tugas dan kewenangan Penjabat Kepala Daerah.