Kiat Blue Bird, Airasia dan JNE Bertahan saat Pandemi dan Hadapi New Normal

SBM ITB
School of Business and Management ITB
Konten dari Pengguna
14 Juni 2020 8:31 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari SBM ITB tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di tengah krisis, ada perusahaan yang tetap bertahan dan bersiap memasuki era new normal. Perusahaan itu di antaranya Blue Bird, Airasia, dan JNE. Ketiga perusahaan tersebut membagikan perjuangannya di masa pandemi dan persiapannya memasuki era new normal dalam Webinar “Returning the Business in the New Normal Situation” yang digelar Sekolah Bisnis Manajemen (SBM) Institut Teknologi Bandung (ITB), Sabtu (13/6/2020).
ADVERTISEMENT
CEO Blue Bird, Noni purnomo mengakui bisnisnya terganggu selama pandemi. Namun ia bisa bertahan dengan tetap mempertahankan 40.000 pegawai. Ia tetap memberikan tunjangan hari raya (THR) hingga beasiswa kepada anak para pegawai. “Perusahaan memang lagi susah, tapi banyak yang lebih susah,” ujar Noni.
Blue Bird, sambung Noni, memiliki neraca yang sangat kuat dan konservatif dalam pengelolaan cashflow sehingga masih bertahan sampai sekarang. Selain itu, Blue Bird masih bertahan karena hubungan baik dengan berbagai pihak dan kerja sama yang sudah terjalin. Untuk mempersiapkan bisnis yang akan datang, Blue Bird menyiapkan berbagai strategi. Mulai dari mengoptimalkan the new digital business. Misalnya mengoptimalkan pembayaran EDC, kode QR, e-voucher, hingga pengiriman barang dengan meminimalkan interaksi dengan konsumen.
ADVERTISEMENT
“Jadi, kita mengambil barang yang sudah ada dalam box, jadi pengemudi kita tidak memegang produk tersebut,” tutur dia. Kemudian, jaminan kebersihan. Blue Bird pergi dan pulang langsung ke pool-nya, sehingga kebersihan lebih terkontrol. “Saat ini aspek Kebersihan bagaikan mata uang baru. Kami memeriksa kesehatan pengemudi, sterilisasi armada, hand sanitizer, jarak mobil, dan lainnya,” ungkapnya. Selain itu, kolaborasi dengan berbagai pihak termasuk dengan pesaing.
Perusahaan harus bergerak cepat namun terbatas sumber daya. Untuk itu, ia harus mencari partner yang bisa bergerak bersama dengan biaya rendah. Langkah lainnya adalah menciptakan segmen baru. Mulai dari pengalaman e-mobilitas, logistik Blue Bird, logistik, lelang mobil, dan lainnya.
CEO Airasia Indonesia, Veranita Yosephine mengatakan, dampak pandemi virus corona ini besar terhadap bisnis penerbangan. Berbeda degan krisis sebelumnya seperti tahun 2008 yang tidak begitu memengarungi pasar domestik. “April 2020 kami memutuskan untuk hibernasi. Saya sempat bertanya-tanya, keputusan saya apakah benar, karena airlines lain masih terbang,” ucap dia. Namun, keputusannya sudah benar. Saat ini pihaknya mempersiapkan berbagai strategi dalam menghadapi new normal. Termasuk menggenjot bisnis baru berupa passenger charter, cargo charter and special logistic movement.
ADVERTISEMENT
Sebenarnya, bisnis tersebut sudah ada sejak lama. Namun tidak menjadi prioritas karena sebelumnya Airasia fokus pada penerbangan regular. “Pembatasan volume penumpang pasti ada. Saat ini yang harus dibenahi adalah mengembalikan keyakinan customer untuk terbang,” tuturnya.
Vice President of Marketing JNE, Eri Palgunadi mengaku, perusahaannya sudah bersiap dengan corona sejak Desember 2019. Saat itu, perusahaannya mendapatkan kabar apa yang terjadi dengan logistik di Wuhan akan menyebar. “Januari kami bersiap. Barang impor mulai melambat dari China,” ungkapnya. Beberapa bulan kemudian, corona masuk ke Indonesia. Terjadi perubahan kebiasaan di tengah masyarakat. Februari-Maret, pengiriman obat dan masker melonjak. Kemudian di April pengiriman frozen food meningkat. Jam sibuk pengiriman pun berubah. Jika dulu pengiriman banyak dilakukan pada Senin-Rabu, kini di weekend.
ADVERTISEMENT
“Dulu itu kan masyarakat melihat-lihat barang di weekday, kemudian weekend mengecek di pasar tradisional. Baru melakukan pembayaran. Tapi sekarang berubah, tidak ada pengecekan ke pasar. Untuk pembayaranpun masyarakat dipaksa untuk cashless,” tuturnya.
Selama pandemi, bisnis logistik tentu mendapatkan tantangan. Mulai dari geografis Indonesia, terbatasnya armada, dan beberapa daerah menerapkan lockdown. Misalnya, banyak pengantaran hand sanitizer. Karena mengandung alkohol, tidak bisa mengirim dengan pesawat.
Prof Utomo Sarjono Putro, Dekan SBM ITB saat membuka Webinar “Returning the Business in the New Normal"
Dekan SBM ITB, Prof Utomo Sarjono Putro mengungkapkan, perusahaan yang bertahan selama pandemi Covid-19 harus segera melakukan penyesuaian dengan cepat dan tepat antara bisnis dan lingkungan. Fokus utamanya, bagaimana peranan pemimpin perusahaan di era mendatang, mencari solusi bersama dengan stakeholder, inovasi, dan lainnya.
ADVERTISEMENT