Ekonomi Dunia 2023 Kian Suram, Indonesia Harus Bersiap!

Puja Dewangga
Mahasiswa Ilmu Politik Fisip Universitas Padjadjaran
Konten dari Pengguna
22 Oktober 2022 18:42 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Puja Dewangga tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Dokumen Pribadi
zoom-in-whitePerbesar
Dokumen Pribadi

Definisi dan Dampak Resesi Ekonomi

ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Resesi secara sederhana didefinisikan sebagai sebuah kondisi ekonomi negara sedang tidak baik atau memburuk. Terjadinya resesi dapat dilihat dari Produk Domestik Bruto (PDB) negatif, fenomena pengangguran yang meningkat, dan didapatnya nilai negatif pada pertumbuhan ekonomi real secara berturut-turut dalam dua kuartal terakhir. Sehingga, resesi dapat diterjemahkan juga sebagai sebuah fenomena yang diakibatkan dari menurunnya aktivitas ekonomi secara signifikan dalam kurun waktu stagnan dan lama.
ADVERTISEMENT
Selain sulitnya mendapat pekerjaan dan suku bunga yang meningkat. Ada beberapa dampak yang akan dirasakan masyarakat dunia ketika resesi itu benar-benar terjadi. Menurut Center for Strategic and International Studies, dampak tersebut salah satunya adalah biaya hidup yang makin tinggi. Lalu, Center of Economic and Law Studies juga menyebutkan dampak lainnya, yakni kenaikan pendapatan yang tidak sebanding dengan pengeluaran.

Faktor Penyebab Terjadinya Resesi Ekonomi Saat Ini

Pandemi Covid-19 yang mengguncang dunia pada awal tahun 2020 lalu, inilah faktor-faktor kuat munculnya gejala resesi dibeberapa negara. Gejala resesi saat ini terus merembet ke sejumlah negara dibelahan dunia mana pun, terlihat dari PDB yang negatif, stagnannya pertumbuhan ekonomi, munculnya kelaparan, meningkatnya kemiskinan, dan pengangguran yang makin merajalela.
ADVERTISEMENT
Makin sempitnya lapangan pekerjaan dan naiknya harga komoditas adalah dampak atau permasalahan yang paling dirasakan oleh masyarakat dunia, salah satunya Indonesia. Terlebih, muncul pula sebuah prediksi dari Bank Dunia (World Bank) yang menyebutkan resesi ekonomi akan melanda dunia pada 2023. Hal itu di picu kenaikan suku bunga oleh bank sentral yang ada di seluruh dunia.
Selain pandemi Covid-19, pecahnya perang antara Russia dan Ukraine saat ini makin memperkeruh kondisi ekonomi global. Kenaikan harga minyak mentah dan beberapa komoditas pangan, merupakan dampak nyata dari invasi Russia ke Ukraine .

Bagaimana Kondisi dan Kebijakan Ekonomi Indonesia?

Dokumen Pribadi
Oleh karena itu, diperlukan sebuah kebijakan ekonomi yang tepat guna mengantisipasi dampak dari resesi di seluruh negara, termasuk Indonesia. Walaupun saat ini perekonomian Indonesia berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku kuartal II tahun 2022 mencapai 4, 919,9 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai 2, 923,7 triliun.
ADVERTISEMENT
Serta dalam dua kuartal cukup stabil, yakni kuartal I sebesar 3,72 persen dan kuartal II meningkat menjadi 5,44 persen. Kendati demikian, ancaman resesi itu sangatlah nyata dan harus di antisipasi oleh Indonesia, melalui kebijakan ekonomi yang tepat.
Dalam melakukan pengendalian inflasi, pemerintah Indonesia mengambil sejumlah langkah kebijakan. Pertama, Mengoptimalkan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik untuk tematik ketahanan pangan. Kedua, pemanfaatan 2 persen Dana Transfer Umum (DTU) untuk membantu sektor transportasi dan tambahan perlindungan sosial. Ketiga, penyaluran Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebesar Rp12,4 triliun pada masyarakat miskin. Dan keempat, bantuan sebesar Rp9,6 triliun bagi 16 juta pekerja di Indonesia.
Tidak hanya itu, dalam menghindari ancaman krisis pangan, pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk tidak mengimpor beras dan jagung selama 3 tahun terakhir. Hal itu dikarenakan melimpahnya ketersediaan pasokan, baik itu beras maupun jagung. Dan kebijakan ini dianggap oleh pemerintah sebagai langkah tepat, karena dikala harga pangan dunia naik dibeberapa jenis komoditas pangan, tetapi harga-harga pangan di Indonesia masih terjangkau.
ADVERTISEMENT
Selain itu, ada juga kebijakan yang cukup menyita atensi masyarakat Indonesia, yakni terkait kebijakan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Jika dilihat dari sudut pandang normatif, maka kenaikan harga BBM ini akan dimaknai sebagai akibat naiknya minyak mentah dunia dan sebuah peralihan subsidi. Dari yang awalnya untuk BBM, dialihkan pada sektor lainnya (salah satunya pendidikan). Namun, jika dilihat dari sudut pandang politik, tentu kebijakan ini diterapkan guna menutupi kegagalan pemerintah, khususnya BUMN (dalam hal ini Pertamina) yang mengalami kerugian besar.
Cukup mengherankan memang, ketika melihat beberapa kebijakan yang sebelumnya dibahas. Pada satu sisi, pemerintah mengambil kebijakan ketahanan pangan dan keterjangkauan harga-harga. Kendati demikian, di sisi lain juga pemerintah mengeluarkan kebijakan yang justru berpotensi mengakibatkan terjadinya inflasi, akibat dari kenaikan harga-harga komoditas pasar.
ADVERTISEMENT

Pendekatan Ekonomi Politik

Maka dari itu, dalam penerapan kebijakan ekonomi yang ada, didapat kecenderungan pemerintah Indonesia menggunakan pendekatan Keynesian. Karena terdapat ruang yang menghendaki kehadiran dan peran negara (pemerintah) dalam aktivitas ekonomi.
Fenomena pendekatan tersebut, dapat terlihat dari adanya kebijakan melarang perusahaan lainnya menjual BBM dengan harga lebih murah dari Pertamina. Kejadian perusahaan swasta VIVO, yang menetapkan harga jual BBM lebih murah dari Pertamina. Walaupun fenomena ini bukanlah bentuk dari monopoli satu perusahaan, akan tetapi secara implisit terdapat usaha-usaha monopoli keuntungan melalui kebijakan tersebut.
Selanjutnya, dapat dilihat juga dalam perkiraan ekonomi yang dihasilkan pada masa mendatang. Adanya kebijakan Bantuan Langsung Tunai dan bantuan upah pekerja, yang bertujuan menjaga stabilitas daya beli masyarakat, agar terhindar dari inflasi. Lalu, adanya kebijakan yang memudahkan para investor untuk berinvestasi di Indonesia. Itu dilakukan guna mendorong terciptanya lapangan pekerjaan di tengah ancaman resesi ekonomi tahun 2023 di dunia. Dan pada akhirnya, beberapa kebijakan tersebut bertumpu pada usaha untuk menjaga stabilitas ekonomi domestik.
ADVERTISEMENT