Kompleksitas Kota, Manusia, dan Pembangunan

Puji Alphatehah Adiwijaya
Kadet Mahasiswa Program Studi Permesinan Kapal Fakultas Logistik Militer Universitas Pertahanan RI.
Konten dari Pengguna
20 Desember 2022 16:51 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Puji Alphatehah Adiwijaya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kawasan Perkotaan (Sumber: dokumen Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Kawasan Perkotaan (Sumber: dokumen Pribadi)
ADVERTISEMENT
Kota merupakan sebuah tempat di mana seorang manusia berdomisili, menetap, bekerja, dan melakukan berbagai kesibukan, berinovasi, berkolaborasi, mengembangkan diri serta menjadi manusia yang seutuhnya. Kota bukan hanya bermakna filosofis dalam bentuk gedung yang menjulang, jalan melebar dan jembatan layang, mal mewah dan megah.
ADVERTISEMENT
Kota sejatinya memiliki arti mendalam sebagai tonggak utama untuk peradaban manusia yang lebih baik yang mampu mengajarkan budi pekerti, panggung seni budaya, perekonomian yang mensejahterakan warga, praktik keagamaan yang mengamalkan ajaran serta keberadaan ruang-ruang hijau sebagai pemanis dan penyejuk hiruk-pikuk padatnya aktivitas kota
Kawasan Perkotaan (Sumber : Pribadi)
Kawasan Perkotaan (Sumber : Pribadi)
Untuk itu, tujuan pembangunan infrastruktur kota harus mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Manusia adalah sosok makhluk sosial yang tentu saja membutuhkan tempat untuk tinggal bermukim dan mengembangkan diri serta orang-orang terdekatnya. Sebuah kota sejatinya berdiri menjadi satu tempat yang mampu memberikan sarana dan prasarana kehidupan serta pendukung kehidupan juga wahana pengembangan diri manusia yang berada di dalam maupun sekitarnya.
Pada hitam di atas putih, rancangan tata ruang nasional sudah tertera secara konkret dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. Pada penerapannya pun, belakangan ini pembangunan perkotaan sudah lebih memperhatikan tentang sarana dan prasarana yang berguna bagi pengembangan masyarakatnya.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, Peter G Rowe pada tahun 2005 mencatat bahwa kota-kota di Asia Tenggara, termasuk Jakarta, mengalami kecenderungan anomali kota. Pembangunan kota justru memperlebar jurang kesenjangan sosial, memperkaya individualism dan ego sektoral, merenggangkan kerekatan sosial masyarakat, menurunkan kualitas lingkungan, memboroskan energi dan air, serta menumbuhsuburkan kriminalitas.
Pembangunan kota juga seringkali memperlemah, melukai, dan membunuh kapasitas serta daya dukung kota dengan berbagai kebijakan yang merusak keseimbangan alam dan manusia. Di musim hujan, warga dihantui angin ribut yang menumbangkan baliho dan pepohonan, genangan dan banjir yang meluas dan nyaris menenggelamkan kota. Hujan sesaat dengan mudah dan cepat melumpuhkan kota.
Kebakaran Kota (Sumber : Pribadi)
Banjir (Sumber : Pribadi)
Di musim kemarau, warga mengalami kekeringan, kemacetan lalu lintas dan peningkatan pencemaran udara, polusi suara serta kebakaran di berbagai permukiman padat. Lengkap sudah, kota menjadi ajang berbagai bencana sepanjang tahun. Kota-kota kita tengah mengalami defisit ekologis dan menuju bunuh diri ekologis.
ADVERTISEMENT
Pemerintah melalui kementerian terkait, bekerja sama dengan pemerintah kota dan organisasi non-profit diberbagai kota tengah menggemborkan konsep pembangunan kota yang berkelanjutan. Pembangunan kota dalam konsep ini diharapkan menjadi sebuah penyejuk dalam perkembangan perkotaan karena berkembangnya kota berdampak besar bagi perkembangan manusia di dalamnya, begitu juga sebaliknya, manusia yang berkembang tersebut akan memberikan dampak nyata pada kotanya.
Mari kita ambil contoh Kembali Jakarta, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, produk domestik regional bruto (PDRB) per kapita atas dasar harga berlaku (ADHB) DKI Jakarta mencapai Rp 274,71 juta per tahun pada 2021. Artinya, pendapatan penduduk di provinsi yang dipimpin oleh Gubernur Anies Baswedan tersebut mencatatkan kenaikan dibanding tahun sebelumnya yang sebesar Rp 262,7 juta per tahun.
ADVERTISEMENT
Jika diukur menurut besaran PDRB per kapita atas dasar harga konstan (ADHK) 2010, pendapatan penduduk di Ibu Kota tumbuh 2,86% menjadi Rp 174,96 juta per tahun. Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mengalami kontraksi 2,7%.
Peningkatan PDRB ini sejalan dengan pembangunan yang dilakukan, sebut saja mulai dari Proyek MRT, LRT, Kereta Cepat, Pembangunan venue olahraga untuk ASIAN Games dan berbagai pembangunan yang dilakukan pemerintah lainnya. Memang agak bias ketika melihat peningkatan ekonomi berdasarkan infrastruktur yang dibangun tapi coba kita ambil perumpamaan.
Dalam proyek pembangunan tentu dibutuhkan pekerja. Pekerja diutamakan diambil dari daerah sekitar untuk menghemat biaya akomodasi, pekerja tersebut semula bisa saja merupakan ribuan masyarakat yang semula tidak memiliki pekerjaan, serabutan ataupun pekerja lepas.
ADVERTISEMENT
Mereka direkrut, dipekerjakan dan mendapat gaji, tentu saja dengan adanya gaji tetap ini akan menjadikan keluarganya memiliki satu pegangan yang tetap dan keluarga tersebut otomatis akan membelanjakan uangnya untuk keperluan sehari-hari. Pembelanjaan ini menjadi penghasilan orang lain dan terus begitu hingga mencapai seluruh rantai pasokan dalam perdagangan.
Memang, dalam perkembangannya sebuah kota tidak akan bisa memuaskan semua penduduknya, tentu saja ada penduduk yang merasa tidak diperlakukan dengan adil, tidak diatasi masalahnya, selalu menderita dan tidak berkembang. Hal ini wajar. Sebab pemerintah tidak akan mampu memperhatikan rakyatnya dalam konteks satu per satu individu, urusan yang ditangani pemerintah tidak sedikit dan tentunya masalah yang menyangkut pribadi individu tidak akan urgent untuk diurusi pemerintah.
ADVERTISEMENT
Mari kita melihat perkembangan baik dalam setiap kebijakan pemerintah. Bukan memperkeruh melalui kritik pedas yang tidak membangun, tujuan pemerintah tak semata-mata untuk kepentingan Anda, tujuan pemerintah adalah untuk kepentingan bersama yang bisa jadi kepentingan tersebut bertentangan dengan urusan pribadi.