Konten dari Pengguna

Menggagas Pentahelix dalam Budaya Keamanan Pangan di Indonesia

Puji Lestari
Mahasiswa Pasca Sarjana jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, Keperawatan (Universitas Gadjah Mada). Pegawai Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
19 April 2023 6:24 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Puji Lestari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pedagang Berjualan Pangan di Pasar Tradisional (sumber : dokumentasi pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Pedagang Berjualan Pangan di Pasar Tradisional (sumber : dokumentasi pribadi)
ADVERTISEMENT
Pernah mengalami sakit akibat makanan? Mungkin sebagian kita pernah mengalami sakit perut, mual muntah, diare, atau bahkan Kejadian Luar Biasa (KLB) keracunan akibat pangan yang tidak aman. Bagaimana kejadian tersebut dapat dicegah?
ADVERTISEMENT
Seperti kita ketahui pangan merupakan kebutuhan dasar utama manusia yang wajib dipenuhi untuk keberlangsungan hidup. Menurut Undang-Undang No 18 tahun 2012 “Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman”.
Pangan harus senantiasa cukup, bermutu, bergizi, serta terjamin keamanannya. “Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi” (Undang-Undang No 18 tahun 2012).
ADVERTISEMENT
Menurut World Health Organization (WHO) di setiap tahunnya, hampir satu dari sepuluh orang di dunia jatuh sakit dan 420.000 meninggal setelah mengkonsumsi pangan yang terkontaminasi oleh bakteri, virus, parasit atau zat kimia. 30% kematian akibat penyakit yang diakibatkan karena pangan terjadi pada anak di bawah usia 5 tahun.
Ilustrasi Badan POM. Foto: sukarman S.T/Shutterstock
Pangan yang tidak aman juga menghambat pembangunan di golongan ekonomi berpenghasilan rendah dan menengah, yang kehilangan sekitar US$ 95 miliar dalam produktivitas yang terkait dengan penyakit, kecacatan, dan kematian dini yang diderita para pekerja. Seperti kita ketahui bersama, berita terkait keracunan pangan masih sering ditemukan di Indonesia.
Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), pada tahun 2021 Terdapat 50 KLB keracunan pangan di Indonesia dengan jumlah terpapar sebanyak 2.569 orang dan 1.783 orang di antaranya mengalami gejala sakit (attack rate 69,40%), meninggal 10 orang (case fatality rate 0,56%).
ADVERTISEMENT
Jumlah kasus ini diperkirakan seperti fenomena gunung es yang hanya nampak di permukaan karena tidak terlaporkan. Pangan yang tidak sehat dapat memengaruhi kesehatan seseorang dan salah satunya adalah faktor risiko penyakit tidak menular (PTM).
Dalam Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018 (RISKESDAS) menyebutkan bahwa indikator yang termasuk dalam faktor risiko perilaku terkait penyakit tidak menular di antaranya perilaku konsumsi makanan berisiko kesehatan.
Ilustrasi pasar. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Kontaminasi dapat terjadi pada setiap rantai penanganan pangan yaitu dari tahap produksi, distribusi, dan konsumsi. Rantai penanganan pada tahap produksi berada pada produsen pangan, rantai distribusi berada pada distributor seperti retail, pasar tradisional, pasar modern, penjaja makanan, dan rantai konsumsi di tangan konsumen sampai saat pangan akan dikonsumsi.
ADVERTISEMENT
Dengan semakin luas dan mudahnya distribusi pangan, penyakit akibat pangan dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dengan cepat sehingga memiliki dampak luas terhadap kesehatan masyarakat. Meskipun pangan yang tidak aman dapat menyebabkan kejadian fatal, sering kali upaya mitigasi risiko penyakit akibat pangan ini belum menjadi prioritas utama di masyarakat.
Isu keamanan pangan tidak bisa jika hanya diselesaikan oleh pemerintah. Diperlukan keterlibatan multisektoral dalam menyelesaikan isu keamanan pangan.
Hal ini mengingat isu permasalahan pangan terjadi di sepanjang rantai pangan (from fram to table) mulai dari proses produksi, distribusi, sampai dapat diterima dan berada di meja makan konsumen melewati proses yang kompleks dan melibatkan banyak pihak dengan jangkauan wilayah antar kabupaten, provinsi, bahkan negara.
Ilustrasi perempuan di kasir pasar swalayan. Foto: Shutter Stock
Dengan kerja sama multisektoral diharapkan program mengenai keamanan pangan dapat berkelanjutan menjadi budaya keamanan pangan yang melekat sebagai cara hidup di masyarakat.
ADVERTISEMENT
Dengan budaya keamanan pangan masyarakat sebagai konsumen menjadi lebih kritis terhadap isu keamanan pangan, melakukan CEK KLIK (Cek kemasan, label, izin edar, kedaluwarsa) setiap akan membeli pangan, serta penerapan perilaku hidup bersih dan sehat seperti cuci tangan sebelum makan, dan peka terhadap kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap keamanan pangan dan pro aktif mendukung pemerintah dalam pengawasan keamanan pangan.
Dengan kritisnya konsumen terhadap keamanan pangan akan mempengaruhi demand, konsumen hanya mau mengkonsumsi pangan yang aman sehingga otomatis produsen juga akan mengikuti pangsa pasar sesuai dengan regulasi.
Sinergi dan Kolaborasi elemen pentahelix penting dilakukan untuk membangun budaya keamanan pangan. Pemerintah sebagai regulator, masyarakat sebagai akselerator, dunia usaha sebagai pendorong, akademisi sebagai penyumbang ide, konsep, dan inovasi, serta media sebagai penyampai pesan.
Pedagang sayur melayani pembeli di Pasar Induk Rau, Serang, Banten Foto: ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman
Dalam implementasinya semua pihak seyogyanya dapat berjalan beriringan untuk dapat membangun kesadaran publik mengenai keamanan pangan.
ADVERTISEMENT
Media mempunyai peran penting dalam akselerasi budaya keamanan pangan. Melalui media yang dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat diharapkan fungsi komunikasi, informasi, edukasi akan cepat dapat dilakukan sehingga mendorong akselerasi untuk membangun kesadaran publik.
Di sisi lain peran media vital terutama dalam hal mengcounter isu hoaks terkait keamanan pangan yang sering merebak di masyarakat. Dengan peran media, masyarakat akan memiliki literasi yang baik mengenai keamanan pangan sehingga berperilaku keamanan pangan dan dapat berdaya memilih produk pangan yang aman.
Peran media dalam memberitakan isu yang sedang trending misalnya kasus keracunan pangan atau produk bermasalah yang menjadi temuan pemerintah dapat menjadi dorongan isyarat untuk bertindak (cues to action) bagi masyarakat untuk dapat lebih berhati-hati memilih produk yang aman dan menerapkan perilaku keamanan pangan.
Pedagang menunggu pembeli di Pasar Tradisional Peunayung, Banda Aceh, Aceh. Foto: ANTARA FOTO/Ampelsa
Perilaku masyarakat yang terus terpelihara oleh ekosistem pentahelix ini diharapkan dapat menjadi budaya sehingga keamanan pangan bukan lagi hanya muncul saat ada kasus penyakit, namun telah mengakar menjadi kebutuhan dan gaya hidup masyarakat untuk mencegah terjadinya penyakit.
ADVERTISEMENT
Dengan keterlibatan media dalam membangun budaya keamanan pangan terjadi akselerasi arus informasi sehingga masyarakat menyadari bahwa food safety is everyone’s business.
Urusan keamanan pangan adalah tanggung jawab semua orang, tidak hanya pemerintah namun pelaku usaha, akademisi, media, dan lebih penting adalah keterlibatan masyarakat sendiri sebagai konsumen yang berdaya dalam menentukan produk pangan yang aman.