Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Masyarakat Adat Baduy dan Kelestarian Hutan Adatnya
17 Juli 2022 11:40 WIB
Tulisan dari Punta Yoga Astoni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki keberagaman suku di wilayahnya. Berdasarkan data dari Melati Kristina pada katadata.id, kemajemukan ini terlihat ada sekitar 70 juta masyarakat Adat yang terbagi menjadi 2.371 komunitas adat tersebar di 31 provinsi Tanah Air (berdasarkan data tahun 2020).
ADVERTISEMENT
Pengertian dari masyarakat adat adalah suatu kelompok manusia yang hidup bersama secara turun temurun pada suatu wilayah tertentu, memiliki hukum adat, identitas budaya, leluhur yang sama dan memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam pada wilayahnya untuk mempertahankan keberlangsungan hidup mereka. Indonesia sendiri mengakui adanya keberadaan masyarakat adat sebagai bagian dari kekayaan negara yang harus dipertahankan dan dilestarikan.
Salah satu masyarakat adat yang cukup dikenal bahkan keberadaannya sudah menjadi daya tarik masyarakat umum adalah masyarakat adat baduy. Masyarakat adat baduy adalah masyarakat adat yang wilayahnya berada provinsi Banten. Masyarakat adat ini masih menjalankan budaya dan hukum adatnya sampai hari ini. Keunikan akan budaya dan hukum adat masyarakat adat baduy tidak hanya berfungsi menarik wisatawan saja namun pada hukum adat masyarakat baduy juga sebagai cara hidup mereka agar keberlangsung hidup mereka tetap lestari.
ADVERTISEMENT
Masyarakat adat baduy mempunyai sebuah hukum adat dalam hal perlindungan wilayah hutan yang merupakan bagian daerah yang sangat penting untuk masyarakat adat baduy. Hutan bagi masyarakat adat baduy sebagai jantung kehidupan yang memberikan mereka makan, air dan keberlangsungan hidup anak cucu.
Bagi masyarakat adat baduy, hutan tidak saja dipandang sebagai komuditas sumber daya alam yang bisa dinikmati dan dikuras habis. Namun hutan digunakan secara lestari oleh masyarakat adat baduy, bahkan mereka melihat keberadaan dan daya lingkungannya dipertahankan selama bertahun-tahun.
Hutan tidak dipandang sebagai lahan yang bisa dikuasai oleh individu. Hutan pada masyarakat adat baduy ditempatkan oleh mereka sebagai tanah komunal yang setiap anggota masyarakat adat baduy dapan memanfaatkannya namun tetap sesuai dengan prinsip kelestarian lingkungan hidup.
ADVERTISEMENT
Kelestarian hutan ini merupakan hasil dari hubungan timbal balik antara hutan adat dan masyarakat adat baduy yang dilakukan secara berkelanjutan dan harmonis sehingga pemenuhan kehidupan manusia-manusia baduy dapat terpenuhi tanpa harus merusak daya dukung hutan. Pola pemikiran peradaban ini yang kita sebut sebagai kearifan lokal masyarakat adat baduy.
Kearifan lokal adalah suatu konsep khas yang memunculkan keperibadian budaya sebuah masyarakat yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan hidup dan strategi hidup yang dilakukan untuk menjawab permasalahan hidup mereka. Masyarakat adat baduy juga memiliki kearifan lokal yang mereka jalankan secara turun temurun.
Tata sistem pengelolaan hutan dengan kearifan lokal yang dijalankan oleh masyarakat adat baduy ini berjalan secara lestari. Hal ini dibuktikan pada tahun 2004 masyarakat adat baduy mendapatkan penghargaan Kehati Award dalam kategori “prakarsa lestari kehati” dari yayasan Kehati yang intinya masyarakat adat baduy berhasil melindungi kawasan hutan mereka seluas 5.635 hektar yang terletak di hulu daerah aliran sungai Ciujung di pengunungan kendeng, Kabupaten Lebak, Banten.
ADVERTISEMENT
Manfaat adanya perlindungan tersebut tidak hanya dirasakan oleh masyarakat baduy saja namun pada masyarakat bagian hilir tentu juga mendapatkan manfaat ketersediaan air yang bersih untuk kehidupan sehari-hari mereka.
Secara singkat masyarakat adat baduy mengenal konsep hutan dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan fungsi, yaitu hutan larangan, hutan dudungusan, dan hutan garapan (cecep eka:2010).
Hutan larangan adalah hutan lindung yang tidak boleh dimasuki oleh orang sembarangan, hutan ini menurut kepercayaan orang baduy merupakan tempat bersemayamnya para leluhur maka hutan larangan merupakan hutan suci yang dijaga keberadaanya. Hutan larangan juga merupakan tempat untuk melakukan pemujaan yang mana tempat itu dinamakan sasak domas atau sasaka pusaka buana.
Sedangkan hutan dudungusan adalah hutan yang dilestarikan fungsinya sebagai hutan yang berada di hulu yang juga menurut kepercayaan masyarakat adat baduy pada hutan tersebut memiliki tempat keramat yang harus dilindungi. Jenis hutan yang ketiga hutan garapan yang fungsinya merupakan wilayah hutan yang bisa digarap menjadi lading oleh masyarakat baduy.
ADVERTISEMENT
Hutan pada masyarakat baduy merupakan bagian dari tanah ulayat. Tanah ulayat secara sederhana dapat diartikan sebagai sebuah kawasan lahan di wilayah adat yang statusnya ditetapkan sebagai tanah dengan kepemilikan bersama untuk semua anggota masyarakat adat baduy. Tanah ini tidak bisa diberikan hak atas tanah di dalamnya sehingga pemanfaatannya harus sesuai aturan hukum adat yang berlaku dan dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat adat baduy.
Dilihat karakteristiknya, masyarakat adat baduy merupakan peladang murni. Mereka sangat bergantung pada keberadaan air dan hutan sehingga tidak heran bahwa masyarakat baduy sangat berkepentingan adanya kelestarian hutan dan air dilingkungan sekitar mereka upaya menjaga kelestarian ini diikat oleh hukum adat yang dipatuhi semua anggota masyarakat hukum adat baduy. Misalnya saja bahwa masyarakat tidak boleh memotong pohon secara sembarangan.
ADVERTISEMENT
Pemotongan pohon dapat dilakukan secara terbatas hanya untuk keperluan membangun dan memperbaiki rumah saja. Maka tidak heran jika kita berkunjung ke desa mereka pohon buah dan pohon yang memiliki daun lebar (pohon payung) masih banyak dijumpai pada wilayah mereka.
Kearifan lokal masyarakat adat baduy sekali lagi mengajarkan kita bahwa di tengah kerusakan lingkungan yang sebagai besar dihasilkan oleh penduduk perkotaan dan industrial. Masyarakat adat baduy dapat hidup harmonis dengan alam dan kerusakan lingkungan tidak terjadi meskipun sebagai sesama manusia ingin memenuhi kebutuhannya masing-masing.
Musuh utama dari masyarakat adat baduy bukan dari mereka sendiri namun lahir pada faktor eksternal yaitu perambahan hutan liar dan modernisasi yang mengarah eksploitasi hutan tanpa memperlihatkan prinsip kelestarian. Kearifan lokal menjadi sangat penting untuk dilestarikan karena peran dari masyarakat adat di Indonesia tidak hanya seperti komuditas kemajemukan namun sebagai rantai pengikat kelestarian dan keberagaman sumber daya alam di Indonesia.
ADVERTISEMENT