Pegawai KPK dan Tes Wawasan Kebangsaannya

Punta Yoga Astoni
Aparatur Sipil Negara dengan latar belakang keilmuan Magister Hukum lulusan Universitas Indonesia
Konten dari Pengguna
25 Mei 2021 10:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Punta Yoga Astoni tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto gedung KPK oleh Permadi Herry Putranto. sumber: https://flic.kr/p/22rVEtv
zoom-in-whitePerbesar
Foto gedung KPK oleh Permadi Herry Putranto. sumber: https://flic.kr/p/22rVEtv
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kabar dari KPK merupakan salah satu isu paling menarik perhatian publik sampai hari ini. Kabar terbaru tentunya adalah isu terkait pegawai KPK yang diduga banyak tidak lolos pada tes wawasan kebangsaan sebagai bagian dari salah satu ujian yang harus dilewati untuk mengubah status kepegawaian dari Pegawai KPK menjadi Pegawai ASN. Proses ujian dengan tujuan untuk perubahan status pegawai ini pada akhirnya menimbulkan serangkaian masalah dari isu pertanyaan wawasan kebangsaan sampai ada isu 74 orang pegawai yang tidak lolos tes ujian telah di nonaktifkan oleh pimpinan KPK.
ADVERTISEMENT
Pada awalnya Status Pegawai KPK berdasarkan pada pasal 24 UU No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyatakan Pegawai adalah warga negara Indonesia yang karena keahliannya diangkat sebagai pegawai pada Komisi Pemberantasan Korupsi, status kepegawaian ini merupakan kekhususan yang dimiliki oleh KPK untuk mengangkat pegawai sesuai dengan kebutuhan lembaga yang pada masa UU No. 30 tahun 2002 pada pasal 3 nya menyatakan KPK sebagai lembaga negara yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.
Perubahan Status pegawai KPK merupakan salah satu dampak yang terjadi karena adanya perubahan kelembagaan KPK itu sendiri. Kita dapat melihat perubahan tersebut dari UU No. 19 tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi pada pasal 3 menyatakan, KPK adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Kedudukan KPK mutlak sangat berbeda dari UU No. 30 tahun 2002 yang secara tegas menyatakan lembaga negara yang bersifat independen yang tidak masuk wilayah kekuasaan manapun sehingga karakter independensi dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun dapat terjamin dan terjaga namun UU No. 19 tahun 2019 menyatakan bahwa KPK adalah bagian dari rumpun eksekutif/Pemerintah dan sangat berkontradiksi dengan kata selanjutnya bahwa KPK dapat bebas dari pengaruh kekuasaan manapun itu merupakan pernyataan yang janggal pada pasal 3 tersebut karena ketika KPK berada di rumpun kekuasaan eksekutif maka sisi kebebasan dan independensi nya sangat diduga terancam menjadi kabur dan luntur.
ADVERTISEMENT
Kata rumpun kekuasaan eksekutif ini secara struktur keadminitrasian status pegawai mengalami dampak perubahan yaitu dari pegawai yang statusnya adalah pegawai KPK diubah menjadi pegawai pemerintah yang bekerja di KPK. Hal ini dapat terlihat dari pasal 1 Angka 6 UU No. 19 tahun 2019 menyatakan Pegawai KPK adalah aparatur sipil negara sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai aparatur sipil negara dan Pasal 69C menyatakan Pegawai KPK yang belum berstatus sebagai pegawai aparatur sipil negara dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Undang-Undang disahkan. Pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam rezim UU ASN merupakan pegawai yang bekerja pada instansi pemerintah dan secara struktur admintrasi kenegaraan merupakan pegawai yang tunduk presiden sebagai kepala pemerintahan yang disebut sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian tertinggi. Dengan demikian bahwa pegawai ASN merupakan pegawai yang menjalankan fungsi dan kewenangan pemerintah dan terikat atas kebijakan pemerintah.
ADVERTISEMENT
Pada proses tahapan seleksi sebagai bagian tahapan pengadaan ASN ada satu tahapan ujian yang dikenal sebagai tes wawasan kebangsaan. Tes wawasan kebangsaan merupakan bagian dari tes standar kompetensi dasar berasama tes karakteristik pribadi, das intelegensia umum. Tes wawasan kebangsaan merupakan salah satu alat ukur untuk melihat Kompetensi Sosial Kultural yang di dalamnya ada unsur pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku terkait dengan pengalaman berinteraksi dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku dan budaya, perilaku, wawasan kebangsaan, etika, nilai-nilai, moral, emosi dan prinsip, yang harus dipenuhi oleh setiap pemegang Jabatan untuk memperoleh hasil kerja sesuai dengan peran, fungsi dan Jabatan. Dengan demikian bahwa indikator tersebut harus dilihat tidak hanya pada standar pengetahuan atas satu pandangan tentang kebangsaan saja versi pemerintah atau versi mayoritas masyarakat namun menghargai sikap atas pandangan itu sendiri. Bahkan jika ada perbedaan melihat suatu permasalahan bangsa harus dilihat sebagai kemajemukan akal pikir anak bangsa bukan menjadi ajang screening nilai kebangsaan versi tertentu. Secara sederhana wawasan kebangsaan tidak dapat diukur dengan skala tidak cukup berfikir majemuk saja namun wawasan kebangsaan harus didudukan pada pengetahuan seseorang melihat bangsanya secara jujur karena tes ujian ini merupakan screening awal pada tes seleksi pengadaan ASN.
ADVERTISEMENT
Hal yang perlu kita ketahui adalah tes wawasan kebangsaan merupakan ujian yang dilakukan untuk menjawab suatu persoalan dengan memilih beberapa pilihan yang telah disediakan (multiple choice) sehingga pilihannya begitu terbatas dan merupakan pertanyaan dengan jawaban tertutup karena sudah ditentukan pilihan jawabannya maka peserta dalam memilih jawabannya tidak diberikan kesempatan menjelaskan untuk alasan memilih pilihan tersebut. Wawasan kebangsaan seharusnya juga bukan hal seperti soal matematis yang sudah pasti penentuan jawaban jika menggunakan rumus yang benar. Apalagi pengadaan ASN di KPK merupakan pengadaan ASN yang secara khusus difasilitasi oleh UU untuk menjadi jalan pegawai KPK diubah statusnya menjadi pegawai ASN maka portofolio pegawai KPK yang selama ini bekerja untuk negara selama bertahun-tahun seharusnya juga menjadi bahan pertimbangan yang penting untuk peralihan status pegawai ini.
ADVERTISEMENT
Polemik wawasan kebangsaan dalam peralihan status ini juga dikaitkan dengan adanya isu dugaan radikalisasi di KPK yang seakan-akan menggunakan tes wawasan kebangsaan merupakan alat pembuktian isu tersebut benar adanya di KPK adalah hal naif dan sangat manipulatif. Dugaan-dugaan yang tak mendasar dan tak bertanggungjawab tersebut terkait adanya pegawai KPK terpapar paham radikal tidak dapat dibuktikan dengan hanya level tes kebangsaan saja namun seharusnya dibuktikan pada jalur hukum yang tersedia bahkan negara mempunyai lembaga-lembaga penanggulangan ideologi penyimpang yang dapat melakukan screening lebih mendalam seperti BNPT jika terkait teroris atau BPIP melakukan program di KPK jika memang ada dugaan ada pegawai KPK tidak sejalan dengan Pancasila. Pada dasarnya tes wawasan kebangsaan hanya bagian kecil dari sebuah sistem manajemen pengadaan ASN yang seharusnya diletakan pada porsi yang seharusnya sebagai tes awal yang bisa saja bukan menjadi tes penentuan hasil akhir apalagi dengan UU KPK yang memberikan jalan khusus peralihan status pegawai. Perubahan UU KPK yang banyak ditentang sepertinya tidak perlu diperumit dengan peralihan status pegawai KPK jika memang tujuan adanya perubahan tersebut untuk penguatan tapi lain hal jika memang niat pelemahan KPK tidak hanya sebatas kelembagaan saja tapi pada sektor terkuat di KPK yaitu Sumber Daya Manusia yang dimilikinya.
ADVERTISEMENT