Konten dari Pengguna

DKI Jakarta atau Daerah Khusus Jakarta?

Akbar Hiznu Mawanda
Alumnus Magister Hukum Universitas Airlangga yang kini menjadi konsultan hukum dan perancang peraturan perundang-undangan.
24 Februari 2025 17:33 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Akbar Hiznu Mawanda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Salah satu polemik yang muncul pasca-disahkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta yang kemudian disempurnakan melalui Undang-Undang Nomor 151 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta adalah kebingungan penyebutan nama Jakarta sebagai provinsi. Apakah masih tetap Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) atau telah berganti nama menjadi Provinsi Daerah Khusus Jakarta?
ADVERTISEMENT
Kebingungan dalam menyebut nama Jakarta ini bahkan tidak hanya menyeruak di kalangan masyarakat tapi juga masuk ke dalam kalangan pejabat pemerintahan. Salah satu contoh dari kebingungan ini tersirat dalam statement yang dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, dalam waktu yang relatif berdekatan. Dalam wawancara pada tanggal 18 November 2024 di komplek MPR/DPR, beliau menegaskan bahwa Gubernur, DPR, DPD, serta DPR tetap menggunakan nomenklatur DKI Jakarta hingga Keputusan Presiden tentang pemindahan ibu kota negara diterbitkan. Namun statement yang berbeda muncul dari menteri yang sama pada tanggal 3 Februari 2025. Dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR RI, Tito menegaskan bahwa pelantikan kepala daerah akan tetap dilaksanakan di Jakarta meskipun nama Jakarta sudah menjadi Daerah Khusus Jakarta. Statement yang kemudian diperkuat dengan penggunaan nomenlaktur Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Khusus Jakarta dalam pelantikan kepala daerah yang dilaksanakan pada tanggal 20 Februari 2025
ADVERTISEMENT
Monumen Nasional, DKI Jakarta. Sumber: https://jakarta-tourism.go.id/article/enjoy-arsitektur/monumen-nasional-monas
EKSES DUA REGULASI
Ironisnya, kebingungan ini sendiri ternyata lahir sebagai ekses dari disahkannya dua undang-undang yang sama-sama mengatur tentang Daerah Khusus Jakarta. Undang-undang tersebut adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta dan Undang-Undang Nomor 151 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta. Dua undang-undang yang ternyata memberikan konsekuensi berbeda dalam pengimplementasian penggunaan nama Daerah Khusus Jakarta.
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 mengatur secara eksplisit mengenai penyebutan nama Daerah Khusus Jakarta. Di dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) undang-undang tersebut, nama Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta diubah menjadi Provinsi Daerah Khusus Jakarta. Keberadaan pasal ini kemudian dijadikan basis argumentasi untuk menggunakan nama Daerah Khusus Jakarta ketika menyebut nama Jakarta. Sebuah argumentasi yang sebenarnya memiliki titik lemah dari sisi hukum akibat keberadaan Pasal 73 undang-undang tersebut yang memuat pengaturan yang menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 mulai berlaku pada saat Keputusan Presiden mengenai pemindahan Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia dari Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta ke Ibu Kota Nusantara ditetapkan. Dengan kondisi yang sampai dengan saat ini Keputusan Presiden tentang pemindahan ibu kota negara tersebut belum juga ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto, menjadikan klausul Pasal 73 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tidak terpenuhi sehingga undang-undang tersebut dalam status “belum berlaku”. Karena Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 belum berlaku, maka otomatis semua kebijakan yang tertuang dalam undang-undang tersebut termasuk ketentuan yang menyatakan nama Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta berubah menjadi Provinsi Daerah Khusus Jakarta belum memiliki kekuatan hukum yang sah dan mengikat. Singkatnya, meskipun Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta telah disahkan oleh Presiden, namun semua hal mengenai Provinsi Daerah Khusus Jakarta termasuk nama Provinsi Daerah Khusus Jakarta masih belum berlaku sampai dengan Keputusan Presiden mengenai pemindahan ibu kota negara ditetapkan oleh Presiden.
ADVERTISEMENT
Situasi ini kemudian menjadi rumit ketika Undang-Undang Nomor 151 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 tentang Provinsi Daerah Khusus Jakarta disahkan. Undang-undang yang, sesuai dengan judulnya, merupakan bentuk penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 yang masih memiliki status belum berlaku ketika Undang-Undang Nomor 151 Tahun 2024 disahkan. Undang-Undang Nomor 151 Tahun 2024 ini sendiri memuat pengaturan mengenai penyematan nama Daerah Khusus Jakarta di dalam nomenklatur Gubernur dan Wakil Gubernur, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi , Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) yang dipilih di wilayah Jakarta.
Permasalahannya adalah meskipun undang-undang ini sifatnya mengubah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024, namun memiliki perbedaan dalam penentuan keberlakuannya. Alih-alih mengikuti formula Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2024 yang keberlakuannya ditentukan oleh keberadaan Keputusan Presiden mengenai pemindahan ibu kota negara, Undang-Undang Nomor 151 Tahun 2024 justru mengambil jalan yang berbeda untuk memberlakukan dirinya. Di dalam ketentuan Pasal II Undang-Undang Nomor 151 Tahun 2024, diatur bahwa undang-undang tersebut mulai berlaku pada saat undang-undang tersebut diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Itu artinya sejak tanggal 30 November 2024 yang merupakan tanggal pengundangan dari Undang-Undang Nomor 151 Tahun 2024, nama Daerah Khusus Jakarta sudah bisa digunakan meski dalam lingkup yang terbatas yaitu nomenklatur jabatan pemerintahan tertentu.
ADVERTISEMENT
API DALAM SEKAM
Meski berlaku dalam lingkup terbatas namun ekses dari kebijakan ini berisiko mengeskalasikan tingkat kebingungan publik dan pejabat pemerintahan dalam menyebut nama Jakarta. Di satu sisi nama provinsinya masih bernama DKI Jakarta. Sedangkan di sisi lain, nomenklatur jabatan kepala daerah di provinsi tersebut adalah Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Khusus Jakarta. Penggunaan dua nama yang berbeda dalam mengidentifikasi suatu wilayah dalam waktu yang bersamaan akan menjadi sebuah api dalam sekam yang jika tidak diantisipasi dengan baik akan melahirkan berbagai permasalahan hukum khususnya terkait keabsahan dan daya ikat kebijakan yang dikeluarkan oleh Gubernur Daerah Khusus Jakarta mengingat wilayah yang dipimpinnya masih bernama Daerah Khusus Ibukota Jakarta atau DKI Jakarta.
ADVERTISEMENT