Konten dari Pengguna

Guru Penggerak dan Filosofi Ki Hadjar Dewantara

Hermanto Purba
Guru di SMP Negeri 2 Pakkat, Humbang Hasundutan
19 November 2021 18:53 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Hermanto Purba tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Guru Penggerak (kumparan.com)
zoom-in-whitePerbesar
Guru Penggerak (kumparan.com)
ADVERTISEMENT
Program Merdeka Belajar yang pertama kali diperkenalkan pada periode kedua kepemimpinan Presiden Jokowi, telah menelurkan beberapa episode kebijakan yang bermuara pada peningkatan kualitas pendidikan Indonesia. Salah satu dari sebelas episode yang telah diluncurkan oleh Kemendikbudristek adalah Program Guru Penggerak.
ADVERTISEMENT
Lewat program tersebut, diharapkan akan muncul guru-guru berkualitas yang nantinya dapat menggerakkan pembelajaran di ruang-ruang kelas, menggerakkan guru-guru, serta menggerakkan seluruh lingkungan sekolah. Program ini digagas bukan tanpa sebab. Kualitas pendidikan Indonesia sangat rendah, yang tentu tak terlepas dari kualitas guru yang rendah pula.
Berdasarkan hasil studi PISA pada tahun 2018, Indonesia masih belum mampu berbicara banyak. Indonesia bahkan tidak mampu bersaing dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Brunei Darussalam, Thailand, atau dengan Singapura yang pada 2018 lalu berhasil menempati posisi kedua setelah Tiongkok.
Bercermin dari hasil yang sangat tidak mengenakkan itu, maka digagaslah Program Merdeka Belajar, yang salah satu episodenya adalah Program Guru Penggerak. Ribuan guru direkrut setelah lewat berbagai tahapan seleksi tentunya. Selama sembilan bulan digembleng. Lewat sebuah pendidikan dan latihan (diklat) yang cukup padat dan menguras tenaga.
ADVERTISEMENT
Setelah nantinya menyelesaikan diklat, guru-guru penggerak tersebut akan menjadi pemimpin-pemimpin pembelajaran di sekolah asalnya, yakni pemimpin pembelajaran yang berorientasi pada anak-anak didik dengan memperhatikan segenap aspek pembelajaran yang mendukung tumbuh kembang anak. Guru penggerak diharapkan mampu menyajikan pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan, serta pembelajaran yang memberikan kemerdekaan bagi anak-anak didik untuk belajar.
Dengan sebuah pembelajaran yang nyaman, menyenangkan, dan merdeka, segala potensi yang ada dalam diri anak-anak didik akan dapat tergali. Dengan demikian, guru akan dengan mudah menuntun mereka sesuai dengan kodrat yang mereka miliki. Selain itu pula, dengan model pembelajaran yang demikian, akan tumbuh anak-anak didik yang kreatif, mandiri, dan berbudi pekerti.
Di samping itu, guru penggerak diharapkan akan menjadi penggerak komunitas-komunitas praktisi yang berperan aktif membuat komunitas belajar baik bagi guru-guru di sekolah asalnya, pun guru-guru lain di wilayahnya. Intinya, seorang guru penggerak harus mampu mendorong kolaborasi antarguru untuk mengembangkan dan meng-upgrade diri lewat belajar, berbagi, dan berdiskusi bersama di komunitas-komunitas belajar.
ADVERTISEMENT
Bagaimana hal itu terwujud? Seorang guru penggerak harus memiliki semangat dan komitmen yang kuat. Komitmen untuk senantiasa menerapkan ilmu yang telah didapat selama sembilan bulan diklat. Sebab ilmu itu akan menjadi sia-sia jika tidak ditularkan kepada yang lain. Untuk mencapai sebuah tujuan bersama, haruslah bergerak bersama. Maka menularkan ilmu tersebut kepada sesama adalah sebuah keharusan.
Ini sebuah tugas mulia yang ada di pundak seorang guru penggerak: menggerakkan sesamanya untuk maju bersama. Maka seorang guru penggerak haruslah mengisi “kepala dan hatinya” secara berkelanjutan dengan senantiasa terus-menerus belajar secara mandiri. Bukan karena didorong-dorong oleh atasan atau siapa pun. Tetapi semata-mata karena kesadaran sendiri.
Merefleksi diri juga penting. Merenung terhadap apa yang telah dikerjakan dan menjadikannya sebagai bahan evaluasi untuk memperbaiki diri. Nilai reflektif ini sangat perlu dimiliki oleh setiap guru penggerak. Dengan senantiasa merefleksi diri akan membuat seorang guru penggerak tidak pernah berpuas diri atas apa yang dimilikinya. Tetapi akan selalu merasa haus untuk belajar.
ADVERTISEMENT
Seorang guru yang memiliki nilai kemandirian dan reflektif, akan membuatnya tidak pernah berhenti berinovasi yang senantiasa dapat memunculkan gagasan-gagasan baru dan tepat guna terkait situasi ataupun permasalahan tertentu. Di tengah perkembangan zaman yang semakin maju, masalah yang muncul juga semakin bervariasi. Untuk bisa mengatasinya, diperlukan jiwa inovatif dari seorang guru penggerak.
Nilai inovatif ini juga mendukung keterbukaan para guru penggerak terhadap gagasan serta ide lain yang muncul dari luar dirinya untuk memecahkan masalah, mencari informasi lain yang bisa mendukung prosesnya, sudut pandang orang lain yang bisa membantu dirinya dalam menemukan inspirasi pemecahan masalah ataupun mengambil keputusan, hingga pada akhirnya melakukan solusi/aksi nyata untuk mengatasi permasalahan.
Filosofi Ki Hadjar Dewantara
Program Merdeka Belajar, dalam hal ini Program Guru Penggerak, ternyata sejalan dengan filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara. Dalam pandangan Ki Hadjar, pendidikan merupakan sesuatu yang lebih luas dan esensial daripada pengajaran. Sebab mengajar hanya terbatas pada pemberian materi berkaitan dengan pengetahuan dan keterampilan. Tetapi mendidik, untuk menjadikan anak-anak didik menjadi manusia seutuhnya.
ADVERTISEMENT
Pendidikan yang seperti apa yang dimaksud oleh Ki Hadjar Dewantara? Pendidikan yang menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada setiap anak. Bahwa tugas guru bukanlah memaksakan sesuatu kepada anak, melainkan menuntun potensi-potensi bawaan anak agar bertumbuh. Ki Hadjar berpendapat bahwa setiap anak dilahirkan umpama sehelai kertas yang sudah ditulisi dengan sketsa-sketsa yang masih buram. Dengan demikian, tugas pendidik adalah menebalkan segala tulisan buram yang berisi baik agar nampak sebagai budi pekerti yang baik.
Untuk menumbuhkan potensi-potensi dalam diri anak, proses pendidikan harus diberi kebebasan seluas-luasnya kepada anak dalam belajar tanpa pernah merasa tertekan dan takut melakukan kesalahan. Merdeka belajar, begitu Nadiem Makarim menerjemahkannya. Ki Hadjar Dewantara sependapat dengan para ahli pendidikan berhaluan merdeka seperti Maria Montessari, Helen Parkhurst, Rabinranath Tagore, hingga Paulo Freire. Secara singkat, Ki Hadjar menjelaskan bahwa potensi setiap anak berbeda-beda. Maka mendidik mereka juga harus dengan sentuhan yang berbeda-beda pula.
ADVERTISEMENT
Dari pemikiran Ki Hadjar Dewantara ini perlu ada perubahan sistem pembelajaran. Dari pembelajaran yang selama ini berorientasi kelas menuju sekolah yang berorientasi individu. Ke depan, setiap siswa harus diberi keleluasaan untuk mengambil mata pelajaran sesuai dengan minat dan bakatnya. Sekolah diharapkan lebih menghargai keunikan dan otonomi setiap siswa. Dengan demikian, diharapkan akan dapat melahirkan manusia Indonesia yang unggul di segala bidang.
Bagaimana caranya? Itu tadi, proses pendidikan hendaknya memberikan tuntunan dalam proses pengembangan anak menjadi manusia yang merdeka. Untuk dapat mengemban tugas pendidikan seperti itu, guru memainkan peran yang sangat penting. Anak-anak merdeka hanya bisa dihasilkan oleh guru-guru merdeka.
Sebagai seorang pendidik, saya sangat setuju dengan pemikiran-pemikiran Ki Hadjar tentang pendidikan. Bahwa memberikan kemerdekaan belajar bagi anak-anak didik adalah sebuah keharusan. Mereka tidak boleh dikekang dalam belajar apalagi harus memaksakan keinginan dan kehendak guru kepada anak-anak yang mungkin tidak sesuai dengan keinginan dan kehendak mereka. Guru-guru penggerak harus menjadi yang terdepan untuk mewujudkan filosofi Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan.
ADVERTISEMENT