Kampung Mahmud, Kampung Adat Budaya yang berada di Margaasih, Kabupaten Bandung

Pusaka Dhuhannalendra
saya mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia Prodi Industri Pariwisata
Konten dari Pengguna
20 April 2024 23:09 WIB
·
waktu baca 11 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Pusaka Dhuhannalendra tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hallo sobat Budaya tau ga nih selain ada Kampung adat Budaya, Kampung Naga, Desa WaeRebo, dll ada juga Kampung Adat yang keasrian Budayanya masih Terjaga juga loh. Kampung ini berada di Jawa Barat letaknya di RW 04 Desa Mekar Rahayu, Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung bagian selatan. Jaraknya kira-kira 6 km dari Soreang sebagai ibu kota kabupaten. Pemandang di sekitar Kampung Mahmud ini bisa dibilang cukup indah karena dikelilingi hamparaan sawah yang sangat luas serta berada di pinggiran Sungai Citarum. kira-kira ada 1200 orang yang terbagi ke dalam 1 RW dan 4 RT. Untuk mata pencaharian masyarakat di Kampung Mahmud sendiri beragam nih sobat Budaya ada yang bekerja sebagai sopir, pegawai negeri atau Swasta, pedagang dan petani. Kampung Mahmud ini mempunyai ciri Khas tersendiri yaitu dalam tata cara berkehidupan yang berpedoman dan berlandaskan pada agama yang sangat kuat.
ADVERTISEMENT
Kata Mahmud berasal dari bahasa Arab yang artinya mahmuda yang artinya pujian. Kata ``pujian'' bukan berarti ``dikagumi'', tetapi memiliki arti ``reueus'' (bangga) dan ``deudeuh'' (dengan kasih sayang yang tulus). Asal kompleks pemakaman desa Mahmoud.
Desa Mahmud didirikan sekitar abad ke-15.Pendirinya adalah Semba Eyang Abdul Manaf yang meneruskan garis keturunan Syarif Hidayatullah hingga pendiri Kampung Mahmud dapat diuraikan sebagai berikut.
• Syarif Hidayatullah (Cirebon)
• Maulana Abdurahman
• Pangeran Atas Angin
• Dipati Ukur Sani (kedua)
• Dipati Ukur Salis (ketiga)
• Eyang Mayasari (Cimanganten, Garut)
• Eyang Naya Dirga (Sentap Dulang) di Sukamiskin, Kampung Cisebel
• Eyang Dalem H. Abdul Manaf.
Eyang Dalem H. Abdul Manaf telah lama meninggalkan kampung halamannya dan tinggal di kota suci Mekkah. Suatu hari, ketika hendak pulang ke tanah air, ia ragu negaranya akan dijajah oleh negara asing yaitu Belanda. Oleh karena itu, sebelum pulang, ia khusus berdoa di tempat bernama Gubah Mahmud. Masjid ini terletak sangat dekat dengan Masjidil Haram. Doanya memohon petunjuk agar ia bisa kembali ke tempat yang bebas dari penjajah. Petunjuk yang mungkin menjadi inspirasinya menunjukkan bahwa dia tinggal di lahan basah. Setelah yakin akan ilham yang diterimanya, ia kembali ke tanah air dengan membawa segenggam tanah Karomah dari Mekkah. Petunjuk yang diterima di Gubah Mahmud adalah kita harus segera mencari rawa. Pencarian berakhir ketika ditemukan kawasan lahan basah di pinggir Sungai Citarum. Rawa tersebut direklamasi karena rencananya akan dijadikan lahan desa. Di tempat yang sama mereka menguburkan tanah Karomah atau tanah yang dibawa dari Mekkah.
ADVERTISEMENT
Alhasil, lahan yang semula rawa berubah menjadi lahan yang cocok untuk dijadikan desa. Sedikit demi sedikit, rumah-rumah tersebut tampak membentuk sebuah desa. Lahan basah masih tidak stabil, sehingga dilarang membangun rumah dengan dinding dan jendela serta mengebor sumur. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka menggunakan air dari Sungai Citarum. Desa ini bernama Mahmud, sama seperti tempat kakeknya Abdul Manaf salat di Gubah Mahmud di Mekkah. Pada masa penjajahan Belanda, desa Mahmud seringkali menjadi tempat persembunyian yang cukup aman bagi para pejuang indonesia. Eyang Abdul Manaf mempunyai 7 generasi penerus hingga sekarang ini, yaitu (1) Eyang Sutrajaya, (2) Eyang Inu, (3) Eyang Mahmud Iyan, (4) Eyang Aslim, (5) Eyang Kiai H. Zaenal Abidin, (6) Kiai H. Muhamad Madar, dan (7) H. Amin. Setelah kakeknya Abdul Manaf meninggal, ia dimakamkan di desa yang ia dirikan. Makamnya bertahan hingga saat ini dan disucikan bahkan oleh keturunan Mahmud. Akhirnya makam Eyang Dalem H.Abdul Manaf lebih dikenal dengan nama Makam Mahmud, terbukti dengan adanya prasasti di pintu gerbang desa Mahmud. Sepeninggalnya, pengelolaan desa Mahmud diserahkan kepada anak-anaknya. Beberapa anak tidak menjadi pemimpin adat, namun mereka berfungsi terutama sebagai tokoh agama.
ADVERTISEMENT
Sistem Keagamaan Kehidupan keagamaan masyarakat Kampung Mahmud dilandasi oleh keimanan yang kuat terhadap agama Islam dan keyakinan yang teguh akan keberadaan nenek moyang dan leluhur. Merujuk pada nama Eyang Dalem Haji Abdul Manaf, beliau merupakan seorang pemeluk agama Islam dan memiliki pemahaman yang baik terhadap ajaran Islam. Sebagai salah satu keturunan Sembilan Orang Suci, tingkat ketaatannya tidak diragukan lagi. Ia juga mengamalkan tasawuf dengan menghindari segala bentuk kemewahan duniawi dan lebih memilih hidup sederhana untuk mencapai keridhaan Ilahi. Dengan keteladanan seperti itu, maka tidak salah lagi anak cucunya akan mewarisi keimanan terhadap kebenaran Islam. Ekspresi Islam tampak dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari di Kampung Mahmud, antara lain aktivitas keagamaan, fasilitas, hingga desain eksterior yang menunjang kehidupan masyarakat Kampung Mahmud.
ADVERTISEMENT
Larangan Kepercayaan terhadap nenek moyang ditunjukkan dengan mengikuti aturan mereka. Beberapa aturan yang kemudian berkembang menjadi larangan dan pantangan di masyarakat antara lain: Dilarang membangun rumah berdinding dan berjendela. Dilarang memukul gong atau gong. Memelihara angsa dilarang. Pembangunan sumur dilarang. Beberapa tabu mempunyai latar belakang yang diketahui, sementara yang lain tidak diketahui asal usulnya. Misalnya saja larangan memukul gong dan memiliki angsa yang erat kaitannya dengan masa penjajahan Belanda. Desa Mahmud konon pernah menjadi tempat persembunyian para pejuang yang melarikan diri dari penganiayaan penjajah. Suara gong dan suara angsa merupakan simbol keramaian dan kehidupan. Oleh karena itu, nenek moyang mereka memberlakukan larangan ini untuk memastikan tempat tersebut aman dari pengawasan penyusup.
ADVERTISEMENT

- Makam Leluhur

Peninggalan berupa makam karomah di Kampung Mahmud terdapat tiga lokasi, yaitu:Makam Eyang Abdul manaf, Makam Sembah Eyang Dalem Abdullah Gedug,Makam Sembah Agung Zaenal Arif. Aturan yang harus dipatuhi oleh pengunjung yang memasuki Mausoleum Karama adalah ketika mandi harus bersih dan suci, pakaiannya harus menutupi area intim, dan harus sopan setelah mengikuti salat yang dipimpin oleh juru kunci. Selesai. Pengunjung memanjatkan doa mereka sendiri. Dahulu para peziarah sangat menghormati makam Karoma. Sandal dan sepatu juga wajib dilepas saat memasuki kuburan, terutama di dekat masjid. Saat ini sandal dan sepatu hanya perlu dilepas saat memasuki bangunan makam Karamah. Masyarakat Desa Mahmud terbiasa berziarah ke makam leluhurnya hanya pada hari Jumat yang merupakan hari ibadah, namun mereka tidak melakukannya. Setiap bangunan di Makam Kaloma dijaga oleh penjaga yang berbeda-beda. Setiap bangunan memiliki tempat untuk sholat, meditasi, dan wudhu. Dari ketiga bangunan tersebut, makam kakek saya Abdul Manaf nampaknya yang paling besar. Di dalamnya terdapat ruangan-ruangan menyerupai benteng yang mengelilingi makam, dilapisi ruang sembahyang dan wiridan.
ADVERTISEMENT

- Pemukiman di desa Mahmud

Masyarakat yang tinggal di kampung Mahmud mempunyai kebiasaan membangun rumah yang berbeda dengan masyarakat sekitarnya. Struktur tanah Desa Mahmud berupa endapan lahan basah dari sekitar Sungai Citarum. Oleh karena itu, tidak boleh membangun rumah secara permanen hanya karena kondisi tanah yang tidak memungkinkan, dan jika dipaksakan akan mengundang bencana. Permukiman masyarakat merupakan kumpulan rumah panggung dalam satu kawasan, dengan ruangan-ruangan yang terbuat dari bahan konstruksi kayu atau bambu. Kayu dipilih sebagai bahan bangunan karena dikaitkan dengan kekuatan dan karena kayu dipercaya dapat memberikan kekuatan magis dan magis. Namun bagi kebanyakan orang hal ini tidak menjadi kendala dan mereka dapat membangun rumah dengan menggunakan bahan Arbasian (kecuali kayu ajaib). Alasan-alasan tersebut dapat diatasi dengan tawasul atau doa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Rumah-rumah di kawasan Kampung Mahmud umumnya memiliki atap yang memanjang atau panjang dan sering disebut dengan rumah berbentuk persegi panjang. Tujuannya agar dapat digunakan oleh banyak keluarga. Dilihat dari luas pembangunannya, rumah-rumah di kawasan Kampung Mahmud rata-rata berukuran sangat besar, rata-rata berkisar antara 4 x 8 meter hingga 10 x 20 meter, dengan taman yang cukup luas.
ADVERTISEMENT
Pola Permukiman Dahulu kawasan Desa Mahmud merupakan delta di kelokan Sungai Citarum. Kawasan delta yang dimaksud merupakan lahan basah yang tidak stabil dengan permukaan tanah yang rendah dibandingkan kawasan sekitarnya. Nantinya, Sungai Citarum diluruskan dengan membangun kanal menuju Sungai Citarum baru dan reklamasi Sungai Citarum lama di depan kawasan desa Mahmud. Rumah warga tersusun berkelompok dan terletak di bagian selatan Sungai Citarum Baru. Selain rumah penduduk, juga terdapat sekolah, masjid, aula, toilet, kuburan, taman, dan jalan. Semuanya membentuk pola hidup yang seragam dan sangat fungsional bagi penghuninya. Rumah warga merupakan elemen yang sangat penting di desa. Rumah-rumahnya tersusun berkelompok, dan tidak ada aturan mengenai orientasi rumahnya. Rumah-rumah tersebut terbagi dalam tiga kategori, kategori pertama adalah rumah asli, terdiri dari rumah panggung yang bahan bangunan utamanya adalah bambu, dinding gubuk, jendela kayu, dan lantai pulp. Kategori kedua adalah rumah asli dengan papan lantai yang dimodifikasi, dan kategori ketiga adalah rumah permanen. Arsitektur perumahan desa Mahmud bercirikan bentuk L dengan air mancur tradisional. Kini Sungai Citarum sudah tercemar sampah, akhirnya dilakukan pembangunan sumur. Sumur dibangun di samping atau belakang rumah dan diberi pagar kokoh dari bambu.
ADVERTISEMENT

- Ritual

Ritual Sepanjang Roda. Kehidupan Warga Kelurahan Kampung Mahmud masih melakukan berbagai ritual terkait Roda Kehidupan. Ritual yang dimaksud adalah ritual kehamilan yang dilakukan pada bulan ketujuh kehamilan dan disebut dengan ritual "Nujuh bulan" atau ritual "Tingkeb". Upacara yang berkaitan dengan kelahiran, seperti upacara pemberian nama dan upacara “ngubur Bali” (penguburan ari-ari atau tembuni). Ritual anak laki-laki biasanya berupa ritual khitanan. Upacara yang berhubungan dengan pernikahan, seperti lamaran dan perjanjian pranikah. Ritual yang berkaitan dengan kematian, yaitu tariran selama tujuh hari berturut-turut, ritual tilman, yang memperingati hari kematian seseorang: hari ke-3 (Tiluna), hari ke-7 (tujuhna), hari ke-40 (Matang puluh), dan hari ke-100. (natus), seribu hari (Newu), dan tepung Mendak Taun
ADVERTISEMENT
Masyarakat desa Mahmud masih melakukan ritual adat yang berkaitan dengan membangun rumah. Langkah pertama sebelum mulai membangun rumah adalah berdoa. Tujuan Tawasl adalah untuk meminta izin atau restu kepada para leluhur yang membangun kawasan tersebut agar dapat selamat membangun rumah. Selain itu, Tawasul juga bertujuan untuk menuntut keselamatan bagi warga yang akan menempati rumah tersebut setelah selesai dibangun. Tawasul dilakukan di atas tanah yang akan dibangun rumah. Waktunya bertepatan dengan peletakan batu pertama. Tetangga, pekerja konstruksi dan pemilik rumah juga menghadiri acara tersebut. Dipimpin oleh ustad, semua orang berdoa untuk keselamatan. Selesai sholat kami melanjutkan makan tumpen bersama. Ritual kedua dilakukan pada saat pembangunan rumah, yaitu pada saat pembuatan negun sufunan atau rangka atap rumah. Ritual membangun rumah yaitu ritual menghangatkan rumah. Biasanya ada semacam ritual kecil seperti persembahan thumpeng atau penyembelihan ayam. Selain itu juga direncanakan bendera merah putih yang nantinya akan ditempatkan/dikibarkan di tengah-tengah rumah. Maksud dan tujuannya adalah untuk membebaskan rumah tersebut. Cara pelaksanaannya adalah dengan membuat tawasran dengan cara menyembelih ayam dan menyebarkan darah ayam tersebut ke seluruh atap bangunan pada saat pemasangan suhu atap bangunan. Mereka percaya bahwa hal ini akan membuat rumah menjadi kuat dan stabil. Ayam yang disembelih dianggap sebagai mawar kurban atau mawar panorama. Setelah pembangunan rumah selesai, ritual lain yang disebut Salametan dilakukan. Acara ini dinamakan Salametan, karena pembangunan rumah telah selesai dan aman dari hal-hal yang tidak perlu. Upacara salametan biasanya dilengkapi dengan tumpeng dan makanan ringan lainnya. Langkah dan langkah ritual selametan sama dengan ritual Tawasulan sebelum membangun rumah. Upacara akan dipimpin oleh sesepuh desa Mahmud, dan dihadiri oleh tetangga dekat.
ADVERTISEMENT

- Upacara Mandi Keris

Upacara Mandi Keris dilaksanakan pada tanggal 12 Mauld. Tujuan dari ritual ini adalah untuk mempersembahkan ``Ngarap Baroka'' (pengharapan berkah) pada malam Maulud ke-12 yang diperingati sebagai hari lahir Nabi Muhammad SAW. Lokasi upacaranya adalah madrasah yang dekat dengan rumah pemimpin adat. Alat ritual yang digunakan adalah keris atau alat kerja seperti parang, pisau, dan cangkul milik tokoh masyarakat dan anggota masyarakat. Pemimpin ritual ini adalah pemimpin adat yang dibantu oleh tokoh masyarakat lainnya. Selain mereka, warga Desa Mahmud juga turut serta dalam upacara tersebut.

- Kesenian

Kesenian desa Mahmud kurang berkembang dibandingkan daerah sekitarnya. Hal ini bisa terjadi karena masyarakat sangat ngotot dengan aturan yang diterapkan selama ini. Selain itu, terdapat pantangan seperti larangan memukul gong, sehingga jenis teknik yang dapat dilakukan sangat terbatas pada genjiringan dan kashidahan. Meski mengikuti arus globalisasi, banyak masyarakat di Desa Mahmud yang masih menghargai adat istiadat mereka. Petunjuknya, sistem organisasi sosial yang digunakan adalah sistem Kokorot yang bersumber dari ajaran Islam. Artinya, sistem tersebut mengajarkan masyarakat untuk menghormati orang yang lebih tua dan leluhur serta memerintahkan anak cucu untuk mengikuti ajaran adat, termasuk adat istiadat, meski zaman berkembang pesat. Ajaran Islam dijadikan pedoman dalam mengelola organisasi kemasyarakatan. Landasan budaya demikian mempengaruhi bentuk fisik desa dan adat istiadat yang menjunjung tinggi nilai-nilai keharmonisan dan keharmonisan dalam kehidupan. Salah satu kesenian yang diwariskan adalah Pencak Silat. Perkembangan Silat di desa ini pada masa penjajahan Belanda sangat hati-hati. Pendidikan silat terlihat jelas di desa Mahmud sejak masa kemerdekaan hingga saat ini. Budaya silat sudah mengakar kuat pada masyarakat desa ini. Desa Mahmud memiliki beberapa patung silat dengan ciri pengoperasian yang berbeda-beda. Salah satu bentuk gerakan yang paling khas adalah “gorek”, yaitu gerakan memutar suatu bagian tubuh untuk menghindari atau melakukan serangan . Selain silat, di kampung Mahmud juga terdapat kesenian yang masih dipraktekkan hingga saat ini yaitu “terbang”. Keterampilan terbang biasanya ditampilkan pada hari-hari penting dan peristiwa bersejarah desa. Terbang merupakan sajian seni Islami yang dikemas dengan pesan dakwah dan nilai-nilai yang diajarkan oleh sembilan wali. Bentuk kesenian ini bisa berupa karya musik atau puisi, seperti kashidahan. Ia terbang dengan alat musik perkusi yang terdiri dari dogdog, kekureks, dan rebana dengan berbagai ukuran. Setiap ukuran menghasilkan suara yang berbeda-beda dan sangat khas. Salah satu kelompok penerbangan yang terkenal adalah AL-Madar yang dipimpin oleh H. Didin. Saat ini, terbang dilakukan pada upacara khitanan dan pernikahan. Terbang tidak hanya digunakan sebagai sarana dakwah saja, namun juga digambarkan sebagai hobi keagamaan dan keislaman.
ADVERTISEMENT
Nah sobat Budaya itulah asal-usul serta budaya yang ada di Kampung Mahmud, gimana sekarang sudah taukan? Ayoo! Kita sempatkan wangtu luang kita untuk mengunjungi Kampung Mahmud.

- Gambar

Tugu
Rumah Adat
Gerbang
Majid