Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Refleksi Pergerakan Millenials Indonesia di Hari Kelahiran Pancasila
7 Juni 2018 14:44 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:08 WIB
Tulisan dari Pusat media Komunikasi ppit tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh: Fadlan Muzakki
Tepat 73 tahun lalu pada 1 Juni Pancasila lahir dari judul pidato yang disampaikan Bung Karno pada sidang Dokuritsu Junbii Chōsakai atau dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan Sidang Badan Penyidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK).
ADVERTISEMENT
Pancasila atau yang semulanya dinamai “Panduan Sila Yang Lima” merupakan sebuah gagasan bernegara yang disampaikan oleh Bung Karno di rangkaian terakhir pada sidang resmi BPUPKI yang pada saat itu dilaksankan di gedung "Chuo Sangi In” yang sekarang ini lebih dikenal dengan Gedung Pancasila di Pejambon Jakarta.
Sejak saat itu, Pancasila menjadi pedoman berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pengamalan Pancasila Millenials Dahulu dan Kini
Pengamalan Pancasila dahulu dan kini telah mengalami pergeseran nilai jika kita lihat dari sikap pengamalan millenials Indonesia dulu dan kini. Sebagai kaum millenials, kita perlu mengambil contoh dari perilaku saling membantu pada kisah Prawoto Mangkusasmito (Tokoh Partai Masyumi dan Muhamadiyah) yang pernah menjadi Wakil Perdana Menteri (2 April 1952 – 31 Juli 1953).
ADVERTISEMENT
Hidup Prawoto yang sederhana membuat dirinya belum memiliki rumah hingga akhir dekade tahun 1950-an. Oleh karena itu, Kasimo (Ketua Partai Katolik) berinisiatif untuk membantu membeli rumah yang sudah enam tahun disewa oleh Prawoto.
Walaupun berbeda pandangan politik yang tajam menyangkut Dasar Negara di Konstituante dan juga perbedaan agama, hal tersebut tidak melunturkan niat Kasimo untuk saling membantu. Hal ini menunjukan pengamalan sila pertama dan rasa toleransi yang tinggi pada kedua tokoh tersebut.
Contoh lain yang dapat kita teladani adalah peristiwa Sumpah Pemuda sebagai asal mula pengamalan sila ketiga. Sumpah Pemuda adalah tonggak penting dalam menumbuhkan persatuan dalam keberagaman. Berbagai organisasi pemuda berbasis etnis keagamaan berkumpul jadi satu seperti Jong Java, Ambon, Celebes, Batak, Sumatranenbon dan lain sebagainya termasuk Perhimpunan Peladjar-Peladjar Indonesia (PPPI).
ADVERTISEMENT
Selain itu juga hadir beberapa pemuda Tionghoa seperti Oey Kay Siang, Tjio Djien Kwie, dan Kwee Thiam Hong. Semangat persatuan dan keberagaman yang ada dalam Sumpah Pemuda ini juga menjadi rumusan Bung Karno saat menyampaikan gagasannya di siding BPUPK.
Kondisi yang ada pada pergerakaan millenials saat ini adalah berlomba-lomba untuk mencapai kepentingan organisasi, kelompok, dan golongan masing-masing.
Kita melihat persaingan perebutan kepentingan ada dimana-mana. Atas dasar kepentingan kelompok dan golongan, organisasi dan komunitas pemuda saat ini dengan mudah dibentuk. Membuat hal ini menjadi terkotak-kotak dalam rangka mengisi kemerdekaan Indonesia.
Memang tidak ada salahnya mendirikan berbagai komunitas dan organisasi baru untuk mencapai tujuan dan kepentingan kelompok. Namun, semangat Pancasila haruslah ditanamkan dalam bingkai kebhinekaan.
ADVERTISEMENT
Millenials Pancasilais
Millenials Indonesia sudah semestinya merefleksikan dirinya agar dapat mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam organisasi, kelompok, mapupun komunitasnya. Millenials masa kini haruslah menjadi millenials Pancasilais yang mengedepankan lima sila yang sudah dipatrikan sebagai pedoman kehidupan berbangsa. Dengan demikian, setiap pergerakan yang dilakukan adalah dengan mengedepankan Pancasila.
Seperti asal muasal Pancasila yang sebenarnya sudah ada semenjak peradaban Indonesia lama sebelum abad XIV. Tercatat bahwa Pancasila berasal dari bahasa Sanskerta yang bermakna “5 peraturan tingkah laku yang penting.” Dengan makna tersebut, millenials Indonesia sudah sepatutnya menjadikan lima poin Pancasila sebagai dasar untuk berperilaku sehari-hari.
Mengamalkan sila pertama untuk hidup bertuhan dan mengormati sesama teman yang memiliki keyakinan berbeda dengan kita. Dengan demikian, maka akan terbina kerukunan hidup berbangsa antara sesama pemuda Indonesia.
ADVERTISEMENT
Mengamalkan sila kedua dengan cara saling mencintai sesama manusia, mengedepankan kebenaran dan membela keadilan, dan mengakui persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama pemud Indonesia.
Mengamalkan sila ketiga dalam setiap kegiatan-kegiatan keorganisasian dan kepemudaan. Sehingga apapun organisasinya, apapun kepentingan kelompoknya, tetap mengedepankan persatuan Indonesia, menghindari perpecahbelahan antar kelompok dan golongan. Dengan demikian, kesatuan, persatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa dan negara berada di atas kepentingan pribadi dan golongan
Mengamalkan sila keempat dalam pengambilan keputusan dengan mengutamakan musyawarah untuk kepentingan bersama serta musyawarah yang diisi dengan semangat kekeluargaan. Selain itu juga menerima dan melaksanakan hasil musyawarah dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab.
Mengamalkan sila kelima dalam mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur sehingga mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan gotong royong. Hal ini dapat diimplementasikan dengan tidak bersikap boros dan tidak bergaya hidup mewah sehingga keadilan sosial secara prakondisi dalam kehidupan sehari-hari dapat dicapai.
ADVERTISEMENT
Jika pengamalan Pancasila yang telah dijelaskan dapat dijalankan dengan sebaik-baiknya oleh para kaum millenials Indonesia, maka segala bentuk pergerakan yang dilakukan para pemuda masa kini dapat merefleksikan nilai nilai kuat yang ada dalam Pancasila.
Tantangan terbesar millenials Indonesia di luar negeri sebenarnya bukan pada millenials itu sendiri, namun lebih kepada pandangan masyarakat terhadap millenials Indonesia yang sedang ada di luar negeri.
Pelajar, Mahasiswa, dan Masyarakat Indonesia yang termasuk golongan millenials dan sedang berada di luar negeri sering dianggap sebagai pemuda bangsa yang rentan akan degradasi nilai-nilai Pancasila karena berada di negara-negara yang memiliki ideologi berbeda.
Contohnya, berita penanaman idelogi komunis kepada mahasiswa Indonesia di Tiongkok. Berita miring ini sangat mengecewakan karena menjadi viral di media sosial dan diketahui khalayak luas mengenai penanaman ideologi komunis pada millenials Indonesia.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut menciptakan pandangan negatif bagi para pelajar yang sedang menuntut ilmu di Negeri Tirai bambu.
Pada kenyataannya, mahasiswa Indonesia di Tiongkok selalu memegang teguh nilai-nilai Pancasila dan mematrikannya pada diri masing-masing dalam bingkai NRKI. Sehingga, pengamalan-pengamalan Pancasila selalu menjadi prioritas utama bagi para millenials di Indonesia.
Berita miring tentang kebebasan beribadah pun menjadikan ini sebuah tantangan bagi para pelajar Indonesia di negara tersebut.
Pada kenyataanya, millenials Indonesia di Tiongkok tetap bisa mengamalkan sila pertama di Tiongkok selama sesuai dengan tempat dan mematuhi peraturan-peraturan lokal yang berlaku. Contohnya seperti salat di masjid bagi yang muslim atau ditempat ibadah masing-masing bagi yang non-muslim.
Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan bahwa belajar di luar negeri adalah sebuah tantangan besar bagi para millenials karena mudahnya arus informasi pemahaman-pemahaman ideologi lain masuk ke diri mereka.
ADVERTISEMENT
Oleh karenanya, diperlukannya pondasi yang kuat bagi para millenials di luar negeri untuk terus mengedepankan nilai-nilai Pancasila dan menjadi millenials Pancasilais.
Fadlan Muzakki
Ketua Komisi Pendidikan PPI Dunia
Ketua Umum PPI Tiongkok Periode 2018-2020