Mengenal Model CIBEST, Perhitungan Kemiskinan Menggunakan Variabel Spiritual

Puspasyifa
Mahasiswa IPB University
Konten dari Pengguna
29 Maret 2022 21:22 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Puspasyifa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber: Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Unsplash
ADVERTISEMENT
Beberapa kota besar di Indonesia masih menghadapi masalah yang sama dari tahun ke tahun, yakni kemiskinan. Kemiskinan adalah suatu kondisi dimana seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya. Sifat kemiskinan sangatlah dinamis, terutama pada kelompok yang berada di sekitar garis kemiskinan, baik mereka yang hampir mencapai garis kemiskinan, maupun yang terletak sedikit di atas garis kemiskinan. Hal ini disebabkan oleh rentannya perubahan komposisi penduduk miskin. Dalam proses pengentasan kemiskinan, perlu ada program yang lebih unggul dan berkelanjutan guna mendukung efektivitas dan efisiensi usaha tersebut.
ADVERTISEMENT
Diperlukan suatu instrumen yang dapat menurunkan tingkat kemiskinan secara efektif. Salah satu instrumen yang dipercaya dapat mengurangi kemiskinan dalam Islam adalah zakat. Dalam pengelolaannya, Lembaga Amil Zakat (LAZ) menjadi lembaga ahli untuk mengelola dana tersebut. Indikator sukses atau tidaknya zakat saat ini tidak dapat diukur melalui aspek material semata, melainkan melalui aspek lainnya, seperti spiritual, karena dilihat dari seberapa besar manfaat atas zakat tersebut.
Center of Islamic Business and Economic Studies meluncurkan sebuah model perhitugan kesejahteraan yang disebut dengan model CIBEST. CIBEST hadir dengan konsep perhitungan kemiskinan dan kesejahteraan yang turut memasukkan variabel spiritual. Model ini bertujuan untuk menetapkan standar perhitungan antara kebutuhan material dan kebutuhan spiritual sebuah keluarga sebagai unit terkecilnya. Dari hasil perhitungan ini, dapat diklasifikasikan apakah keluarga tersebut tergolong ke dalam kelompok keluarga sejahtera, keluarga miskin spiritual kaya material, keluarga miskin material kaya spiritual, atau keluarga miskin absolut.
ADVERTISEMENT
Pada penetapan standar kebutuhan material, ada tiga pendekatan untuk mengukur pemenuhan kebutuhan standar garis kemiskinan material atau material poverty line (MV). Pendekatan yang pertama, melalui survei kebutuhan minimal suatu keluarga dengan setidaknya didasarkan atas lima jenis kebutuhan pokok, yakni sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan. Pendekatan yang kedua, yaitu dengan modifikasi garis kemiskinan BPS, dari standar individu (per kapita) menjadi standar rumah tangga atau keluarga. Dan yang terakhir adalah pendekatan ketiga, yaitu dengan menggunakan standar nishab atau pendapatan minimal yang terkena wajib zakat.
Dari ketiga pendekatan ini, yang paling ideal adalah pendekatan pertama. Namun jika terkendala anggaran, personil, ataupun waktu, pendekatan kedua atau ketiga dapat menjadi alternatif sesuai dengan kondisi yang terjadi.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, pada penetapan standar kebutuhan spiritual, ada lima variabel yang dimasukkan untuk menghitungnya. Kelima variabel ini adalah pelaksanaan shalat, puasa, zakat, lingkungan keluarga, serta kebijakan pemerintah, yang selanjutnya disebut dengan standar garis kemiskinan spiritual atau spiritual poverty line (SV).
Alasan mengapa menggunakan lima variabel ini adalah, yang pertama, pelaksanaan shalat, puasa, dan zakat merupakan ibadah yang menjadi kewajiban dasar setiap Muslim. Yang kedua adalah variabel lingkungan keluarga karena keluarga berperan penting untuk memenuhi kebutuhan spiritual. Dan yang terakhir adalah kebijakan pemerintah. Pemerintah bertugas untuk menjaga kerukunan agar masyarakat mendapat ketenangan dalam beribadah serta menjaga agar tidak terjadinya konflik antar agama.
Penggagas model CIBEST, Irfan Syuqi Beiq (2009) menyatakan bahwa “Zakat, infak, dan sedekah adalah salah satu instrumen kebijakan atau instrumen alternatif yang diharapkan menjadi solusi terhadap masalah kemiskinan dan masalah-masalah lainnya”. Dengan diberlakukannya model ini, diharapkan Indonesia dapat lebih baik lagi dalam menghitung garis kemiskinan serta mempermudah pemerataan pembangunan di setiap daerah.
ADVERTISEMENT
Mahasiswa ekonomi syariah di Universitas Airlangga melakukan penelitian tentang model CIBEST dan hasilnya adalah model ini dianggap berhasil dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada penelitian tersebut dapat dilihat perubahan kondisi kesejahteraan penerima dana zakat (mustahiq) setelah mendapatkan zakat produktif YDSF (Yayasan Dana Sosial Al-Falah). Perubahan yang terlihat adalah meningkatnya nilai indeks kesejahteraan dan penurunan nilai indeks kemiskinan material maupun spiritual.
Dari paparan beberapa hal di atas, dapat kita simpulkan apabila model CIBEST ini dapat diterapkan secara menyeluruh di Indonesia pada hari mendatang, hal ini bisa menjadi salah satu cara untuk meretas kesenjangan sosial, krisis ekonomi, dan masalah-masalah perekonomian lainnya. Harapannya, tingkat kesejahteraan masyarakat di masa mendatang juga dapat meningkat.