Pertukaran Informasi Otomatis: Jaminan atas Rahasia Data Nasabah

Puspita Andini
Mahasiswa Ilmu Administrasi Fiskal Universitas Indonesia
Konten dari Pengguna
2 Januari 2022 19:06 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Puspita Andini tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Photo by Nataliya Vaitkevich from Pexels
zoom-in-whitePerbesar
Photo by Nataliya Vaitkevich from Pexels
ADVERTISEMENT
Dampak dari kemajuan teknologi kini dapat dirasakan dalam berbagai aspek kehidupan, salah satunya pertukaran informasi secara otomatis dalam bidang perpajakan. Pertukaran informasi secara otomatis atau Automatic Exchange of Information (AEoI) merupakan bentuk strategi pemerintah untuk mengurangi permasalahan perpajakan. Meskipun membawa dampak positif bagi dunia perpajakan, namun ternyata terdapat permasalahan yang timbul akibat proses pertukaran informasi ini.
ADVERTISEMENT
Permasalahan timbul dikarenakan bank sebagai lembaga jasa keuangan yang berkewajiban untuk merahasiakan data keuangan nasabah, namun disisi lain bank juga harus mengungkapkan informasi keuangan nasabah pada otoritas pajak, di mana Selama ini, informasi terkait pemilik rekening merupakan rahasia dan wajib dilindungi oleh perbankan.
Permasalahan tersebut kemudian memicu polemik di antara para wajib pajak mengenai kerahasiaan data keuangan nasabah. Para wajib pajak mengkhawatirkan akan datanya yang kapan saja dapat bocor ke muka publik. Belum adanya peraturan khusus mengenai rahasia data nasabah dalam pertukaran informasi secara otomatis ini berisiko pada tingginya akan kebocoran data dan penyalahgunaan data wajib pajak.
Peraturan mengenai perlindungan data di Indonesia sebenarnya sudah diatur dalam beberapa peraturan, namun dirasa belum menjadi fokus utama para pembuat kebijakan, seperti halnya pada Undang-Undang No 9 Tahun 2017, di mana di dalam pasal 7 mengatur sanksi pidana yang dapat dijatuhkan pada lembaga jasa keuangan dan setiap orang yang membuat pernyataan palsu.
ADVERTISEMENT
Selain itu dalam UU KUP pasal 34 juga menjelaskan bahwa “Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”. Dalam undang-undang ini juga mengatur mengenai sanksi pidana berupa pidana kurungan dan pidana denda. Hal ini juga diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 70/ PMK.03/20 17 di mana pada pasal 30, pihak yang berkaitan dengan pertukaran informasi apabila tidak memenuhi kewajiban merahasiakan dapat dipidana.
Namun demikian, dari beberapa peraturan yang sudah ada mengenai kerahasiaan data, lebih banyak hanya mengatur mengenai sanksi yang dikenakan kepada pihak yang melanggar kerahasiaan. Namun, belum ada aturan terperinci yang berfokus kepada wajib pajak yang datanya telah disalahgunakan.
ADVERTISEMENT
Peraturan yang hanya berupa sanksi bagi pelanggar terkesan kurang memberikan dampak kepada wajib pajak secara langsung. Peraturan yang ada tidak berdampak kepada wajib pajak yang datanya sudah tersebar atau informasi yang disebarkan tidak benar dan belum adanya informasi yang lebih jelas mengenai tindak lanjut atau penyelesaian masalah tersebut, menjadi catatan penting bagi para pembuat kebijakan. Oleh sebab itu, penting bagi Indonesia untuk memenuhi standar privasi dan perlindungan data, dengan membuat kebijakan privasi sebagai bagian dari hak wajib pajak.
Dalam mengatasi permasalahan mengenai kerahasiaan data nasabah terdapat beberapa strategi yang dapat diterapkan oleh pemerintah untuk meningkatkan kepastian hukum menurut Organisation for Economic Co-operation and Development, di antaranya
1. Mengurangi kompleksitas dan meningkatkan kejelasan peraturan perundang-undangan dengan memperbaiki kebijakan pajak dan kerangka hukum.
ADVERTISEMENT
2. Meningkatkan prediktabilitas dan konsistensi oleh administrasi pajak. Peningkatan tersebut dapat dilakukan dengan cara, apabila ada permasalahan, otoritas pajak dapat menerbitkan keputusan dan interpretasi masalah tepat waktu
3. Mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif. Dalam menyelesaikan sengketa pajak harus dilandasi dengan keadilan dan pihak yang ada juga harus bersifat independen. Selain itu, informasi penyelesaian sengketa harus bisa diakses oleh wajib pajak, sehingga dapat dikatakan transparan dalam menyelesaikan sengketa.
4. Pemerintah dapat membuat kebijakan yang lebih sederhana dan efektif mengenai prosedur pengumpulan dan pemotongan pajak, agar dapat dimengerti oleh seluruh kalangan masyarakat.
5. Adanya kerja sama antar lembaga yang berkepentingan untuk berkoordinasi dalam membuat kebijakan berpedoman standar internasional.