Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Resensi Buku Sejarah Pergerakan Nasional
14 November 2022 21:59 WIB
Tulisan dari Puspita Uci Maharani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
RESENSI BUKU “SEJARAH PERGERAKAN NASIONAL INDONESIA: DARI BUDI UTOMO SAMPAI DENGAN PENGAKUAN KEDAULATAN”
Jika ditinjau dari istilahnya, pergerakan nasional merujuk pada dua kata yaitu pergerakan dan nasional. Kata pergerakan berasal dari kata dasar gerak dan mendapat awalan per- dan akhiran -an yang kemudian menjadi “pergerakan”. Sedangkan dalam padanan bahasa Inggris, pergerakan dapat diterjemahkan sebagai movement. Yang mana dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, istilah ini menunjukkan sifat yang lebih aktif dan penuh menanggung resiko dalam perjuangan. Maka oleh sebab itu banyak para pelaku sejarah menggunakan perkataan pergerakan nasional ketimbang kebangkitan nasional.
ADVERTISEMENT
Pergerakan nasional di Indonesia secara tidak langsung disebabkan oleh dua faktor. Ada faktor dari dalam negeri (internal) dan juga ada faktor luar negeri (external). Tetapi faktor dari dalam negeri lebih menentukan ketimbang faktor yang datang dari luar negeri. Hal itu dikarenakan fungsi dan peranan faktor dari luar negeri hanya bersifat mempercepat proses timbulnya pergerakan nasional. Sehingga tanpa adanya faktor dari luar, pergerakan nasional juga akan muncul, namun hanya membutuhkan waktu yang lambat dan panjang. Sebagai halnya perlawanan yang dilakukan secara lokal yang dipimpin oleh penguasa setempat. Sebab belum adanya persatuan dan kesatuan yang menjadikan kekuatan perlawanan, yang dengan mudah ditumpas oleh pihak penjajah.
Faktor-faktor yang timbul dari dalam negeri ketika bergerak secara nasional, diantaranya; pertama, dikarenakan adanya tekanan dan penderitaan secara terus menerus yang membuat rakyat Indonesia harus bangkit melawan penjajahan. Kedua, tekanan dan penderitaan tersebut menumbuhkan adanya rasa hidup senasib-sepenanggungan dalam cengkeraman penjajah yang menumbuhkan semangat bersatu membentuk negara. Ketiga, adanya rasa kesadaran nasib dan harga diri sebagai pemilik tanah air dan keinginan menentukan nasib sendiri dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Walaupun faktor-faktor di atas, sudah tertanam di dalam hati sanubari rakyat Indonesia dalam usahanya untuk membebaskan diri dari belenggu penjajah. Namun kondisi yang belum memungkinkan untuk bangkit secara nasional. Dengan demikian, adanya faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan nasional yang datang dari luar negeri. Menjadikan pergerakan nasional tumbuh dengan cepat dan progresif.
Sedangkan faktor-faktor luar negeri yang mempercepat timbulnya pergerakan nasional seperti; pertama, masuknya paham baru, yaitu liberalisme dan human rights dikarenakan Perang Kemerdekaan Amerika (1774-1783) dan Revolusi Perancis (1789). Kedua, diterapkannya pendidikan sistem barat dalam pelaksanaan Politik Etis (1902). Politik etis tersebut menumbuhkan wawasan secara luas bagi para pelajar Indonesia, walaupun jumlahnya masih sangat sedikit. Ketiga, Kemenangan perang Jepang terhadap Rusia pada tahun 1905 yang membangkitkan rasa percaya diri rakyat Asia-Afrika untuk bangkit melawan bangsa penjajah meningkat. Keempat, Gerakan Turki Muda (1896-1918) yang mengembangkan nasionalisme Turki. Gerakan ini terbentuk didasarkan atas negara kebangsaan yang bulat, dengan ikatan satu negara, satu bangsa. satu bahasa, yaitu Turki. Terakhir, munculnya gerakan Pan-islamisme yang disulut oleh Jamaluddin al-Afghani dengan tujuan mematahkan dan melenyapkan imperialisme Barat.
ADVERTISEMENT
Lalu, apabila diperhatikan, perjuangan pergerakan nasional dalam mencapai cita-cita nasional juga tidak terlepas dari peran organisasi-organisasi pergerakan nasional. Yang mana pada waktu itu Indonesia masih berada dalam cengkeraman penjajahan. Maka setelah mulai munculnya kesadaran membentuk organisasi-organisasi pergerakan nasional menjadi tonggak awal perjuangan rakyat Indonesia. Acap dikatakan sebagai perjuangan dalam bentuk “baru” untuk dapat membebaskan bangsa Indonesia dari cengkaraman penjajahan yang dimaksud tersebut. Sampai pada akhirnya kita juga berterimakasih dan bersyukur dapat merasakan apa yang pernah dimimpikan dan diperjuangkan oleh para pendahulu bangsa.
Dimulainya era kolonialisme di Indonesia berawal dari kedatangan bangsa Eropa seperti Portugis dan Spanyol dalam rangka mengadakan penjelajahan keliling dunia. Mereka pada akhirnya pun sampai di Asia yang mana mereka kira adalah “dunia timur”. Penjelajahan tersebut tentu tidak terlepas dari berbagai teknologi yang sedang berkembang seperti ditemukannya kompas, pembuatan kapal dan dorongan untuk membuktikan teori Copernicus yang menyatakan bahwa bumi berbentuk bulat. Maka penjelajahan mereka pun dimulai dengan semangat imperialisme kuno yaitu Gold (emas lambang kekayaan), Gospel (agama sebagai usaha untuk penyebaran agama dan meneruskan perang Salib), dan Glory (kejayaan yang berarti ingin menguasai daerah-daerah yang didatangi).
ADVERTISEMENT
Selain Portugis dan Spanyol, juga ada bangsa Belanda yang kemudian menyusul tiba di Indonesia pada tahun 1596, dibawah pimpinan Cornelis de Houtman yang mendarat di Banten. Dibandingkan dengan dua bangsa sebelumnya, Belanda lebih terbilang licik dan ambisius menancapkan pengaruh dan kekuasaannya di daerah Indonesia. Terlihat ketika Belanda sejak mendapat kesempatan izin dari Sultan Banten, mereka terus mendirikan loji yang akhirnya digunakan untuk kantor perdagangan dan pertahanan. Sehingga mampu bersaing dengan pedagang-pedagang pribumi dengan praktik-praktik monopoli perdagangan yang dijalankan dengan baik.
Pada sisi lain, Belanda juga menggunakan politik devide et impera, yaitu praktik adu domba antara beberapa elit politik yang mereka gunakan sebagai kesempatan mengambil keuntungan. Salah satu contohnya ketika Belanda ikut campur dalam persoalan Sultan Ageng Tirtayasa dengan putranya yang bernama Sultan Haji yang pada waktu itu menginginkan tahta kerajaan. Melihat itu sebagai peluang keuntungan, Belanda memberikan bantuan kepada Sultan Haji untuk memerangi ayahnya yang menyebabkan Sultan Ageng Tirtayasa terdesak dan dapat ditangkap sampai wafatnya pada tahun 1692.
ADVERTISEMENT
Bukan hanya itu, akibat sifat kelicikan Belanda yang kemudian hari semakin terlihat menimbulkan berbagai perlawanan rakyat di daerah-daerah seperti perlawanan rakyat di Maluku, Banten, Mataram, Makasar pada abad ke-17 dan 18. Serta perlawanan yang dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol di Sumatera Barat, Diponegoro di Jawa, Sisingamangaraja di Tapanuli, Teuku Umar, Cut Nyak Dhien di Aceh, Antasari di Banjarmasin, Pattimura di Maluku, dan lain-lain yang berlangsung pada abad ke-19. Namun seluruh peperangan yang terjadi sering ditumpas dan dimenangkan oleh pihak Belanda dengan persenjataan lengkap yang mereka miliki.
Berbicara tentang pergerakan nasional sebagai halnya yang dijelaskan dalam buku berjudul Sejarah Pergerakan Nasional Indonesia: Dari Budi Utomo sampai dengan pengakuan kedaulatan. Penulis atau penyusunnya terlihat berupaya membagi periodesasi pergerakan nasional menjadi beberapa bagian diantaranya; Perjuangan Mencapai Kemerdekaan (1900-1945), Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan (1945-1950) dan Perjuangan Mengisi Kemerdekaan (1950-sekarang). Diawali dengan adanya kesadaran nasional yang pernah dicetuskan oleh RA. Kartini. Buku ini menyebutkan dan menjelaskan bahwa Kartini pada waktu itu telah memasukkan angan-angannya tentang national bewustzijn (kesadaran berbangsa).
ADVERTISEMENT
Periode tersebut adalah periode Awal Kesadaran Nasional. Yang mana R.A Kartini sangat prihatin terhadap kehidupan kaum perempuan pada waktu itu. Kehidupan perempuan yang sangat terikat oleh adat yang dianggap kolot dan selalu menjadi hambatan kuat untuk memajukan diri mereka sendiri. Perasaan ini dapat diketahui dengan jelas dalam surat-surat yang ditujukan kepada kawan dekatnya yang berada di negeri Belanda, yaitu Ny. Van Kool dan Abendanon. Dirinya yakin bahwa hanya melalui pendidikan dan pelajaran yang baik, maka kedudukan dan kebahagiaan kaum wanita dapat diperbaiki dan setara dalam kehidupan di masyarakat.
Tampak jelas pemikirannya R.A Kartini tertuang dalam bukunya "Habis Gelap Terbitlah Terang". Salah satu kutipannya berbunyi sebagai berikut "Alangkah besar bedanya bagi masyarakat Indonesia bila kaum perempuan dididik baik-baik. Untuk keperluan perempuan itu sendiri, berharaplah kami dengan harapan yang sangat supaya disediakan pelajaran dan pendidikan. Karena inilah yang akan membawa bahagia baginya" (Armijn Pane 1968 : 112). Kata-kata dari pemikiran R.A. Kartini memperlihatkan wawasan masa depan yang cerah bagi kaum wanita khususnya dan bagi bangsa Indonesia pada umumnya.
ADVERTISEMENT
Walaupun R.A Kartini banyak mengungkapkan tentang cita-cita perjuangan yang jauh ke depan. Namun sangat disayangkan bahwa cita-cita Kartini belum banyak dikenal oleh masyarakat pada masa itu. Jadi Kartini masih berjuang secara tertutup dan belum menggunakan suatu organisasi yang tersusun secara modern. Kartini berjuang secara individu, namun bertujuan nasional. Dikarenakan kehidupan organisasi pada masa itu belum memungkinkan, mengingat sangat ketatnya adat yang membatasi pergaulan antara kaum wanita dengan kaum pria. Di samping itu masih sedikitnya kaum pelajar yang mendapat pendidikan sistem barat. Oleh sebab itu belum banyak bermunculan wawasan dan keberanian untuk mendirikan organisasi yang bersifat nasional.
Dalam perjuangan mencapai kemerdekaan, bangsa Indonesia menempuh melalui berbagai bidang. Sebut saja diantaranya bidang budaya, sosial, ekonomi dan politik. Bidang politik cukup menjadi hal yang paling menonjol. Dikarenakan penjajah Belanda menggunakan pengaruh politiknya dalam segala bidang. Itu terjadi pada awal abad ke-20, yang mana pada waktu itu bangsa Indonesia telah mengubah cara perjuangannya. Perjuangan yang tidak lagi bersifat lokal, melainkan bersifat nasional. Perjuangan yang bersifat nasional itu tidak terlepas dari peranan beberapa organisasi seperti Budi Utomo dan lain-lainnya.
ADVERTISEMENT
Setelah Budi Utomo berdiri, diikuti juga dengan berdirinya organisasi-organisasi lain, seperti SI yang mana pada mulanya hanya bergerak dalam bidang ekonomi, terus meningkat ke bidang politik. Organisasi pergerakan nasional yang langsung bergerak dalam bidang politik adalah Indische Partij. Sejak tahun 1912 pemerintah Hindia Belanda, telah melakukan pengawasan secara ketat terhadap organisasi-organisasi pergerakan nasional. Dengan demikian untuk Indische Partij mengalami tindakan represif pertama dari pihak kolonial Belanda. Ketiga tokoh pendirinya pada waktu itu ditangkap dan dibuang ke negeri Belanda. Akhirnya organisasi ini pun dilarang dan tidak dapat bangkit lagi sejak tahun 1913.
Selain organisasi politik, munculnya kaum elit-intelektual yang memimpin organisasi politik juga dipengaruhi oleh kaum liberalisme Belanda. Mereka yang pada waktu itu cukup gigih memperjuangkan perbaikan taraf hidup rakyat di negeri jajahan. Menyuarakan gagasan "balas jasa", dikarenakan nilainya bahwa rakyat di negeri jajahan telah “mendatangkan keuntungan” yang sangat banyak ketika pelaksanaan "Cultuurstelsel" (Tanam Paksa) tahun 1837-1900. Keuntungan yang sangat banyak itu pun harus dibalas dengan "balas budi". Pada setiap persidangan di parlemen hal tersebut terus menjadi perdebatan antara pihak pemerintah di Nederlandsch dengan kaum liberal Belanda. Yang mana "Politik Etis" (Balas Budi) sebagaimana disebut juga "Trilogi Politik Etis" yaitu irigasi (pengairan), migrasi (pemindahan penduduk) dan edukasi (pendidikan).
ADVERTISEMENT
Berlanjut pada masa mempertahankan kemerdekaan (1945-1950) merupakan masa perjuangan yang juga cukup berat. Proklamasi kemerdekaan yang telah dicetuskan pada tanggal 17 Agustus 1945 itu masih perlu dipertahankan karena pihak Belanda atau Sekutu datang kembali ke Indonesia untuk merebut kekuasaan yang mereka anggap sebelumnya. Mengingat Belanda maupun Sekutu merasa sebagai pemenang perang dalam Perang Dunia II. Mereka ini tidak mau mengakui perjuangan bangsa Indonesia, yang telah berhasil melawan Jepang dan memproklamasikan kemerdekaan atas usaha bangsa Indonesia sendiri.
Oleh karena itu kedatangan mereka disambut dengan penuh tanggung jawab yaitu melalui perjuangan fisik maupun perjuangan diplomasi. Sehingga Kemerdekaan Indonesia merupakan kemerdekaan penuh yang mesti mendapat pengakuan "dunia internasional". Perjuangan pergerakan nasional itu tetap diperjuangkan sampai pada peringatan "Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ke-5", tanggal 17 Agustus 1950. Saat dimana kita benar-benar kembali ke "Negara Kesatuan Republik Indonesia". Lalu bagaimana perjuangan mengisi Kemerdekaan (1950-sekarang)?
ADVERTISEMENT
Diraihnya kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sepenuhnya, setelah agresi militer pada waktu itu. Mengharuskan bangsa Indonesia perlu untuk mengisi ruang-ruang kemerdekaan. Dikarenakan perjuangan yang sesungguhnya belumlah selesai. Namun masih banyaknya kendala dan hambatan, terutama yang datang dari dalam. Maka bentuk-bentuk perjuangan mengisi kemerdekaan yang diperlukan belum bisa sepenuhnya dapat berjalan. Sebab syarat utama untuk dapat membangun atau mengisi ruang-ruang kemerdekaan tadinya adalah terciptanya "stabilitas nasional".
Sedangkan setelah tahun 1950-an, stabilitas nasional belum sepenuhnya dapat tercipta dengan baik. Mengingat masih banyaknya rongrongan yang timbul dari golongan tertentu, yaitu dari sayap kiri (komunis) maupun sayap kanan (golongan agama yang ingin mendirikan Negara Islam Indonesia). Hal itu juga memakan waktu yang cukup panjang, yang mana ternyata rongrongan pun akhirnya dapat terselesaikan pada masa pemerintahan Orde Baru. Alhasil bangsa Indonesia baru dapat melaksanakan perjuangan mengisi kemerdekaan, melalui pembangunan nasional di segala bidang. Begitulah setidaknya apa yang dijelaskan oleh buku tersebut.
ADVERTISEMENT