Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Meringankan Beban Pajak Perempuan Kepala Keluarga
22 Desember 2024 11:55 WIB
·
waktu baca 10 menitTulisan dari Andryani Pusporani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Fenomena sosial, Perempuan Kepala Keluarga, menjadi topik diskusi yang ada namun tiada di masyarakat. Tema Perempuan Kepala Keluarga dan Peringatan hari Ibu, serta kontribusi Perempuan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara, dapat menjadi pemantik menarik dalam ruang diskusi publik pemberdayaan perempuan. Sebelum melangkah lebih jauh mari simak catatan sejarah yang terkait.
ADVERTISEMENT
Indonesia memperingati hari Ibu setiap tanggal 22 Desember. Hari Ibu ditetapkan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 316 Tahun 1959 tentang Hari-Hari Nasional yang bukan Hari Libur. Peringatan hari Ibu merupakan salah satu bentuk pencapaian kaum perempuan untuk mengapresiasi peran perempuan di masyarakat. Berbicara hari Ibu, terkait erat dengan pelaksanaan Kongres Perempuan I dan II yang masing-masing dilaksanakan pada Tahun 1928 dan Tahun 1935. Kongres Perempuan I dan II memiliki cita-cita memajukan Perempuan Indonesia. Sejarah mencatat, Perempuan berpartisipasi aktif dalam perjuangan kemerdekaan. Kaum perempuan selain terjun secara fisik seperti ikut langsung di medan perang, berkontribusi dalam penyiapan logistik, siaga di bagian medis, juga berjuang agar setiap perempuan memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam mengakses berbagai bidang seperti pendidikan,sosial dan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Menuju delapan dekade usia kemerdekaan Bangsa Indonesia, perjuangan kesetaraan gender masih menjadi topik hangat pada ruang-ruang diskusi. Salah satunya adalah pendistribusian peran Ibu dan Ayah dalam keluarga. Masyarakat tradisional mendapuk Ayah sebagai Kepala Keluarga dan Ibu sebagai Ibu Rumah Tangga. Peran Ayah dan Ibu yang terbagi pada ruang publik dan domestik seolah menjadikan peran dalam keluarga terdikotomi dan tidak terintegrasi.
Ibu dan Perempuan Kepala Keluarga
Menurut Undang – Undang No 4 Tahun 2024, Ibu adalah perempuan yang mengandung, melahirkan, dan/ atau menyusui Anak atau mengangkat Anak, yang merawat, mendidik, dan/ atau mengasuh Anak. Dari definisi tersebut Ibu memiliki peran membersamai tumbuh kembang anak, proses yang dimulai sebelum anak lahir hingga dewasa. Selain itu Ibu juga memiliki peran sebagai pendamping Ayah yaitu sebagai manajer keluarga, mulai dari mengelola anggaran, mengatur persediaan rumah tangga, memastikan asupan gizi dalam keluarga, sebagai mediator komunikasi keluarga, sumber kenyamanan sampai memberikan dukungan psikologis anggota keluarga.
ADVERTISEMENT
Perkembangan sosial budaya masyarakat, serta makin luasnya akses dan kesetaraan di bidang pendidikan, memperluas persfektif peran Ayah dan Ibu. Peran Ayah sebagai Kepala Keluarga, bukan sekedar pencari nafkah. Ayah merupakan pengambil keputusan, penanggung jawab, pengelola dan tulang punggung keluarga. Ayah juga terlibat aktif dalam merawat, mengasuh dan mendidik anak. Kehadiaran Ayah secara utuh dalam keluarga, berdampak besar terhadap ikatan kedekatan dan kasih sayang dan sumber kebahagiaan anggota keluarga.
Namun tidak semua keluarga memiliki sistem yang berjalan ideal. Terdapat keluarga yang tidak memiliki sosok ayah. Pada keluarga ini, Ibu memiliki peran ganda, sebagai Ibu dan sebagai Kepala Keluarga. Data BPS menyebutkan bahwa pada tahun 2022 terdapat 12,73 persen Perempuan Indonesia yang merupakan Kepala Keluarga. Yayasan Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) mendeskripsikan Perempuan Kepala Keluarga sebagai perempuan yang melaksanakan peran dan tanggung jawab sebagai pencari nafkah, pengelola rumah tangga, penjaga keberlangsungan kehidupan keluarga dan pengambil keputusan dalam keluarganya. Faktor yang melatarbelakangi Perempuan sebagai Kepala Keluarga diantaranya kematian suami, perceraian, Ayah yang tidak dapat menunaikan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga dikarenakan sakit atau Ayah yang menelantarkan keluarganya. Perempuan Kepala Keluarga juga dapat terjadi dengan kondisi seorang perempuan yang tidak menikah memiliki anak dan atau perempuan tidak menikah dan harus menanggung beban ekonomi keluarga besarnya.
ADVERTISEMENT
Kedudukan Perempuan sebagai Kepala Keluarga mendapatkan respon beragam dari masyarakat. Tatanan sosial yang berrsifat tradisional belum merangkul seutuhnya keberadaan Perempuan Kepala Keluarga. Pada momen-momen sosial kultural yang memerlukan kehadiran kepala keluarga dalam pembahasannya, masih jarang melibatkan Perempuan Kepala Keluarga. Sebagai contoh pada undangan rapat rukun tetangga, atau pada acara pemilihan Ketua RT maupun Ketua RW, keterlibatan perempuan sebagai kepala keluarga masih minim.
Menyikapi keberadaan Perempuan Kepala Keluarga, dari sisi legal formal, pemerintah mulai memberikan perrhatian. Undang-Undang Administrasi Kependudukan no 24 Tahun 2013, mengakomodir bahwa perempuan dapat disebut sebagai kepala keluarga, dan secara legal formal dapat memperoleh Kartu Keluarga sendiri. Hal ini tentunya merupakan angin segar, dengan demikian terdapat pengakuan negara atas keberadaan Perempuan Kepala Keluarga sehingga memberi jalan dalam pemenuhan hak baik di bidang pendidikan, sosial dan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Partisipasi Perempuan Kepala Keluarga di Bidang Ekonomi
Perempuan Kepala Keluarga memiliki tanggung jawab ekonomi sebagai tulang punggung keluarga. Data BPS terkait angkatan kerrja menurut gender, menyatakan bahwa Persentase tenaga kerja formal perempuan pada tahun 2023 adalah 35,75 persen, sedangkan pada tahun 2022 mencatatkan angka sebesar 35,35 persen. Untuk tingkat partisipasi angkatan kerja, partisipasi perempuan pada tahun 2023 adalah 54,52 persen dan tahun 2022 yaitu sebanyak 53,41 persen.
Pada sektor informal, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menjadi salah satu pilihan Perempuan Kepala Keluarga dalam mencari nafkah. Jenis UMKM yang dilakoni diantaranya bidang kuliner, sebagai contoh,
usaha catering, bakery and pastry, membuka warung makan atau warung jajanan, beberapa juga bergerak di bidang ekonomi kreatif seperti membuat kerajinan tangan, fashion maupun design. Melansir data BPS, pada tahun 2023 angka pelaku usaha UMKM sekitar 66 juta, 64,5 persen pelaku UMKM diantaranya adalah perempuan dan mayoritass memiliki karyawan perempuan. Kontribusi UMKM terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) mencapai 61 persen. Kontribusi UMKM yang cukup signifikan juga memotret besarnya besarnya kontribusi perempuan terhadap penerimaan negara.
ADVERTISEMENT
Potensi besar perempuan dalam menyokong penerimaan negara, diapresiasi dan didukung oleh pemerintah. Pemerintah melalui instrumennya meluncurkan program-program khusus pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga. Pemerintah memberikan akses pendidikan, pelatihan-pelatihan kewirausahaan, kredit usaha dan bahkan fasilitas insentif perpajakan yang diharapkan dapat memantik geliat usaha, dan potensi perempuan. Upaya-upaya pemerintah tersebut terlepas dari bias gender.
Penghasilan Tidak Kena Pajak Perempuan Kepala Keluarga
Di bidang perpajakan, keluarga merupakan satu kesatuan ekonomi. Artinya, penghasilan dan kerugian dari seluruh anggota keluarga, digabung dalam satu kesatuan yang dikenakan pajak dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga. Perempuan sebagai Kepala Keluarga dapat mewakili keluarganya dalam pemenuhan kewajiban perpajakan, dengan legalitas melalui pencatuman status Kepala Keluarga dalam Kartu Keluarga atau dokumen yang diterbitkan oleh instansi terkait yang menyatakan sebagai Kepala Keluarga dalam hal ini baik sebagai pencari nafkah utama dan pengambil keputusan dalam keluarga.
ADVERTISEMENT
Perempuan Kepala Keluarga dapat mengakui dirinya sendiri, status pernikahan, dan anggota keluarga sedarah atau semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya sebagai bagian dari komponen Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Yang dimaksud dengan tanggungan sepenuhnya adalah anggota keluarga yang tidak mempunyai penghasilan dan seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh yang bersangkutan.
PTKP adalah jumlah pendapatan wajib pajak yang dibebaskan dari Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21. PTKP adalah pengurang penghasilan neto untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak. Besaran PTKP ditentukan berdasarkan status wajib pajak pada awal tahun yang bersangkutan. Untuk penjelasan lebih lanjut dapat menyimak contoh sebagai berikut, pada bulan Januari tahun 2024, pada Kartu Keluarga terdiri atas Ibu dengan status cerai hidup sebagai kepala keluarga, dan satu orang anak kandung. Pada bulan Maret tahun 2024, anggota keluarga bertambah dengan kehadiran anak angkat, atas kondisi tersebut PTKP Ibu pada tahun 2024 adalah TK/1 yaitu tidak kawin dengan menanggung satu anak. Kondisi yang diakui adalah kondisi awal tahun, penambahan anggota keluarga di pertengahan tahun tidak dapat menjadi dasar perubahan PTKP.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang, besaran PTKP diberikan paling sedikit: 1) 54 juta rupiah untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang bersangkutan; 2) 4,5 juta rupiah tambahan untuk status kawin; 3)54 juta rupiah tambahan untuk istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami; dan 4)4,5 juta rupiah tambahan untuk setiap tanggungan, paling banyak tiga tanggungan. Pada kasus diatas, PTKP Ibu tersebut yaitu TK/1 adalah sebesar 58.5000.00 rupiah.
Fasilitas Perpajakan untuk UMKM
Perempuan Kepala Keluarga yang memilih UMKM sebagai ladang mencari nafkah, perlu mengetahui fasilitas-fasiltas perpajakan segmen UMKM.
Pada Tahun 2013 diterbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 yang menetapkan bahwa Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tidak melebihi 4,8 milyar rupiah dalam 1 (satu) tahun pajak, dapat memilih penggunaan PPh Final dengan tarif 1 persen dari Omzet. Pada tahun 2018, tarif PPh final UMKM memperoleh insentif kembali yang tadinya 1 persen menjadi 0,5 persen dari omzet, fasilitas ini ditetapkan melalui PP Nomor 23 Tahun 2018 dan di perbaharui dengan PP Nomor 55 Tahun 2022. Pada Tahun 2021 melalui Undang-Undang nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, Pemerintah kembali memberikan insentif untuk Orang Pribadi dengan peredaran bruto tertentu atau Orang Pribadi UMKM. Wajib pajak orang pribadi UMKM tidak dikenai Pajak Penghasilan atas bagian peredaran bruto sampai dengan 500 juta rupiah. Artinya apabila omzet orang pribadi UMKM belum mencapai 500 juta rupiah, maka tidak dikenai pajak.
ADVERTISEMENT
Beban Pajak akan muncul apabila omzet melebihi angka 500 juta rupiah, dengan ketentuan yang dikenakan pajak adalah nilai omzet lebih dari 500 juta rupiah tersebut. Sebagai contoh apabila pada tahun 2024, omzet orang pribadi UMKM mencapai 600 juta rupiah di bulan Desember, maka penghitungan pajaknya adalah untuk bulan Januari sampai dengan November dikarenakan omzet belum mencapai 500 juta rupiah maka orang pribadi UMKM tidak dikenakan pajak, pada bulan Desember karena omzet sudah mencapai 600 juta rupiah, dikenakan tarif PPh final UMKM. Perhitungan pajaknya adalah 600 juta rupiah dikurangi 500 juta rupiah yaitu 100 juta rupiah dikalikan tarif 0,5 persen, sehingga pajak yang dibayarkan oleh orang pribadi UMKM adalah atas bagian omzet senilai 100 juta rupiah yaitu sebesar 500 ribu rupiah.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan ketentuan tarif PPh final UMKM, Orang Pribadi UMKM dapat memanfaatkan fasilitas PPh final dalam jangka waktu 7 tahun sejak terdaftar atau sejak penerbitan peraturan pemerintah ini, yaitu dihitung sejak penerbitan PP 23 Tahun 2018. Artinya apabila orang pribadi UMKM terdaftar menjadi wajib pajak sejak tahun 2024 maka dapat memanfaatkan fasilitas tarif final UMKM sampai dengan tahun 2029, namun untuk orang pribadi yaang NPWP nya terdaftar sejak tahun 2018 atau tahun-tahun sebelumnya (misal 2017,2016,2015,dst) maka pemanfaatan fasilitas final UMKM maksimal sampai dengan tahun 2024. Setelah tahun 2024, bagi wajib pajak yang terdaftar sejak tahun 2018 dan sebelumnya, sambil menunggu keputusan pemerintah terkait fasilitas tarif final untuk UMKM terbaru, dapat mempertimbangkan dan mempelajari terlebih dahulu tentang penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Netto (NPPN). Ketentuan terkait NPPN dapat dilihat pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 17/PJ/2015 Tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto. Untuk dapat menggunakan NPPN, Wajib Pajak orang pribadi wajib memberitahukan mengenai penggunaan Norma Penghitungan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak awal Tahun Pajak yang bersangkutan. Pemberitahuan penggunaan NPPN disampaikan melalui laman web DJP Online.
ADVERTISEMENT
Beban pajak Perempuan Kepala Keluarga tidak dipandang sebelah mata oleh pemerintah. Harapannya penerapan PTKP Kepala Keluarga dan paket insentif perpajakan, dapat meringankan beban pajak Perempuan Kepala Keluarga. Jika Pemerintah saja sudah turun tangan mendukung Perempuan Kepala Keluarga, kiranya dengan semangat hari Ibu dan quote women support women yang bukan sekedar semboyan dapat merecharge energi kaum perempuan, khusunya Perempuan Kepala Keluarga, seperti lirik lagu King and Queen milik Ava Max :
If all of the kings had their queens on the throne
We would pop champagne and raise a toast
To all of the queens who are fighting alone
Baby, you're not dancing on your own
Sumber :
Undang-Undang Nomo 4 Tahun 2024 Tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan; Undang-Undang No 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan; Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Tentang Administrasi Kependdudukan; Peraturan Pemerrintah Nomor 55 Tahun 2022 Tentang Penyesuaian Peraturan di Bidang Pajak Pengahasilan; PER - 17/PJ/2015 Tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto;
ADVERTISEMENT
https://bps.go.id/
https://pekka.or.id/
*) Artikel ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan cerminan sikap instansi tempat penulis bekerja