Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Toxic Parenting Bisa Menurunkan Self-Esteem pada Anak Remaja, Loh!
7 Januari 2022 16:17 WIB
Tulisan dari Puteri Maharani Andjali tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Istilah toxic parents tentu sudah tidak asing lagi di telinga kita, bukan? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “toxic” berarti zat (gas) yang dapat menyebabkan sakit atau mati (kalau dihirup, dimakan). Namun, pengertian toxic menurut KBBI jelas berbeda dengan istilah toxic parenting. Dalam istilah toxic parenting, kata “toxic” artinya racun, yang tidak hanya melakukan kekerasan secara fisik, tetapi juga secara psikis dan mental yang dapat mempengaruhi perilaku, mengubah kepribadian serta menurunkan self-esteem pada anak di usia remaja. Kebanyakan orang tua yang toxic tumbuh dan dibesarkan dari keluarga yang toxic juga, sehingga mereka melakukan hal yang sama pada anak mereka.
ADVERTISEMENT
Toxic parents seringkali memaksakan kehendak dan standarisasi mereka kepada anaknya untuk menjadi yang terbaik versi orang tua. Coba deh kalian pikir, orang tua mana sih yang tidak ingin memberi yang terbaik untuk anaknya? Tentu semua orang tua menginginkan hal itu kan? Tapi kenyataannya masih banyak orang tua yang salah mengartikan dalam menunjukkan kasih sayangnya. Tidak hanya itu, toxic parents juga bertindak acuh dan merasa tidak peduli, bahkan sering “menyepelekan” hal-hal kecil yang menciptakan kondisi pola asuh yang buruk. Contohnya seperti yang saya alami, orang tua saya sering sekali menaruh ekspektasi yang tinggi kepada saya atas segala hal yang saya lakukan. Terkadang perlakuan mereka yang selalu "berekspektasi tinggi" itu membuat saya merasa jengkel. Hmm, apakah kalian pernah merasakan hal yang sama seperti saya?
ADVERTISEMENT
So, Apa Sih ‘Toxic Parenting’ Itu?
Toxic parenting adalah cara yang dilakukan oleh orang tua untuk mengasuh dan mendidik anak mereka dengan cara yang tidak tepat, di mana orang tua selalu mengedepankan atau mementingkan keinginan dan kemauannya agar dituruti tanpa memikirkan perasaan serta keinginan sang anak. Toxic parents tidak pernah menghargai hak anak untuk berpendapat, memilih, dan menjalankan pilihannya sendiri. Mereka akan selalu merasa bahwa perkataan orang tua adalah hal yang mutlak dan tidak bisa dibantah.
Yup, saya pernah mendapat perlakuan dari toxic parents. Kebanyakan toxic parents akan berperilaku overprotective, suka mengontrol, dan menuntut secara berlebihan. Memang orang tua wajib dalam menjaga dan mengawasi anak, tetapi orang tua juga harus menetapkan batasan untuk diri mereka, terutama jika anak sudah remaja. Saya pun sebagai remaja juga punya privacy seperti orang tua. Orang tua yang selalu mengatur dan mengawasi anaknya akan membuat sang anak merasa dikekang dan menimbulkan perasaan tidak nyaman. Perasaan ini sama seperti yang saya rasakan. Saya sebagai anak remaja selalu merasa tertekan, tidak bebas, dan terkurung karena perlakuan dari toxic parents.
ADVERTISEMENT
Perilaku diatas menunjukkan bahwa orang tua memposisikan dirinya sebagai orang yang paling berkuasa daripada anak, padahal saya sebagai anak juga punya kendali terhadap diri saya sendiri dan berhak sekali dalam menentukan pilihan saya. Selain itu, toxic parents juga akan berperilaku buruk, seperti melontarkan kritikan tajam, merendahkan sang anak, bersikap manipulatif hingga melakukan kekerasan secara verbal maupun nonverbal.
Anak remaja dengan toxic parents tidak akan bebas untuk menentukan dan memilih jalannya sendiri, bahkan mereka mengesampingkan serta membuang perasaan dan keinginan mereka sendiri. Mereka bertindak semaunya tanpa memperdulikan perasaan dan keinginan sang anak. Secara tidak sadar, orang tua telah menjadi “racun” bagi anak mereka sendiri.
Self-Esteem dan Toxic Parenting
Mungkin banyak dari kalian yang belum familiar dengan istilah “self-esteem”. Self-esteem adalah istilah yang merujuk pada cara seseorang untuk mengapresiasi, menghargai, dan menyukai diri mereka sendiri. Orang tua dengan pola asuh toxic parenting akan sering melontarkan kritikan tajam yang dapat mempengaruhi self-esteem sang anak. Saya sering berpikir, "jika saat ini saya sebagai anak remaja sudah mendapat pola asuh dan didikan dari toxic parents, bagaimana saat saya dewasa nanti?" Hmm, pertanyaan itu memunculkan jawaban dari kepala saya bahwa kemungkinan besar pada saat dewasa nanti anak di usia remaja akan memiliki self-esteem yang rendah karena mengalami trauma dari didikan toxic parents. Orang tua seharusnya mengerti bagaimana cara membentuk self-esteem sedini mungkin agar ketika anaknya dewasa, ia memiliki self-esteem yang tinggi. Saat saya dewasa nanti dan sudah menjadi orang tua, saya tidak ingin menjadi orang tua yang toxic.
ADVERTISEMENT
Bagaimana Cara Menghadapi Toxic Parents?
Menghadapi orang tua yang toxic memang tidak mudah. Kita harus punya kesabaran yang ekstra supaya tidak menyinggung dan tetap menghargai orang tua, tetapi tetap menjaga kesehatan dan pikiran kita. Berikut saya beri 5 tips untuk menghadapi toxic parents:
1. Batasi antara diri sendiri dan orang tua
Kelihatannya memang sulit sih, apalagi kalau kita masih tinggal bersama orang tua. Namun, cara ini adalah langkah pertama yang saya lakukan untuk menghadapi orang tua yang toxic. Nah, untuk menetapkan batasan ini kita harus bersikap tegas dan percaya diri dalam berkomunikasi dengan orang tua tanpa memancing respon negatif dari mereka. Saya sering mengkomunikasikan hal apa saja yang membuat diri saya merasa tidak nyaman. Sesekali saya juga berkata “tidak” jika memang apa yang mereka katakan tidak sesuai dengan keinginan saya, tetapi dengan alasan yang jelas dan masuk akal.
ADVERTISEMENT
2. Alihkan pembicaraan ke arah yang positif
Jika orang tua saya sedang mengungkapkan kemauannya yang bukan keinginan saya atau mengkritik tanpa memberi solusi dan dukungan yang baik, cara yang saya lakukan adalah dengan mengontrol emosi. Saya paham betul bahwa mengontrol emosi memang sangat sulit, apalagi saya sebagai remaja masih labil dalam mengungkapkan perasaan. Tetapi saya berpikir, daripada berdebat dan menimbulkan dosa, lebih baik alihkan pembicaraan ke arah yang positif agar mereka lupa dengan pembahasan yang kurang nyaman untuk diri saya. Ya, seperti pepatah yang mengatakan, "diam itu emas".
3. Cari kesibukan
Nah untuk menghindari omongan toxic biasanya saya sering mencari kesibukan sendiri, entah di luar rumah atau di dalam rumah. Kalau di dalam rumah, biasanya saya sering menyibukkan diri dengan membaca buku, mengerjakan tugas kuliah, beres-beres rumah, atau sekedar video call dengan teman-teman saya. Hal ini saya lakukan supaya pikiran saya terbebas dari omongan yang toxic. Daripada emosi saya terpancing dan berdebat dengan orang tua yang malah membuat dosa, lebih baik saya menyibukkan diri. Right?
ADVERTISEMENT
4. Me-time
Yup, me-time! Biasanya saya menonton K-Drama, belajar memasak, membaca komik, mendengarkan lagu seharian, pergi ke salon atau pergi ke mall. Cara ini saya lakukan agar pikiran saya menjadi rileks dan hitung-hitung sebagai bentuk persiapan diri agar lebih sabar dalam menghadapi toxic parents. Walaupun kelihatannya sepele tetapi hal ini penting sekali loh, karena dapat meningkatkan kepercayaan diri yang mungkin terluka atau trauma karena omongan toxic dari orang tua.
5. Jangan paksakan untuk mengubah perilaku toxic parents
Ya, meskipun saya tahu apa yang mereka lakukan salah, tetapi saya tidak pernah memaksa orang tua saya untuk berubah menjadi sosok orang tua yang ideal. Menurut saya, hal ini hanya akan memancing pertengkaran yang bisa membuat diri kita sangat stress, loh. Lebih baik saya fokus untuk mengontrol emosi dan diri saya sendiri saat merespon pembicaraan mereka agar tidak menyinggung atau melukai perasaannya.
ADVERTISEMENT
Well, semua orang tua pasti menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Namun, orang tua juga manusia biasa yang tak luput dari kesalahan. Pola asuh dan didikan toxic parenting hanya akan mempengaruhi kepribadian anak pada usia remaja dan menurunkan self-esteem serta rasa tidak aman terhadap lingkungan sekitar. Perlakuan orang tua akan selalu diingat oleh anak sampai dewasa nanti, loh. Oleh karena itu, sebagai orang tua cobalah untuk ubah pola asuh toxic parenting menjadi pola asuh yang positif dan sebagai anak sudah seharusnya kita menyayangi dan mengasihi orang tua kita. Ingat, kita harus bisa mengontrol emosi. Jangan sampai jadi anak yang durhaka, ya.
Daftar Pustaka:
Handayani, V. V. (2020, Juni 13). 7 Hal yang Menunjukkan Tingginya Self-Esteem. Retrieved from Halodoc: https://www.halodoc.com/artikel/hal-yang-menunjukkan-tingginya-self-esteem
ADVERTISEMENT
Nareza, M. (2020, Agustus 8). Lakukan Tips Ini untuk Menghadapi Toxic Parents. Retrieved from ALODOKTER: https://www.alodokter.com/lakukan-tips-ini-untuk-menghadapi-toxic-parents
Rifani, Muhammad Fikri, Sanusi, dan Laila Qadariah. (2021). POLA KOMUNIKASI ANAK MUDA DI BANJARMASIN TIMUR DALAM MENYIKAPI TOXIC PARENTS TERHADAP DAMPAK KEPERCAYAAN DIRI. Banjarmasin: Universitas Islam Kalimantan.