Kebijakan dan Stimulus Kredit : UMKM sebagai Kunci Pemulihan Ekonomi

Konten dari Pengguna
29 Juni 2020 16:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Puteri Mulandari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) memberikan dampak yang besar di berbagai sektor tidak terkecuali sektor bisnis. Pertumbuhan ekonomi yang melambat, penerimaan negara yang menurun namun belanja negara justru meningkat memperparah situasi dan kondisi ekonomi. Perekonomian di Negara Indonesia didominasi oleh pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang menyerap paling banyak tenaga kerja. UMKM ini merupakan salah satu yang terdampak pandemi Covid 19.
ADVERTISEMENT
Para pelaku usaha UMKM banyak tertekan dengan kondisi sekarang. Wajar, siapapun pasti tidak akan menyangka virus Covid 19 mewabah ke penjuru dunia dan menciptakan new normal yang menuntut siapa pun untuk adaptif. Virus Covid 19 menyebabkan UMKM tidak mampu memproduksi produk mereka dan memasarkannya dengan bebas seperti sebelumnya karena resiko penyebaran virus, ditambah lagi dengan kebijakan Sosial Distancing dan Work From Home membuat masyarakat berpikir dua kali untuk keluar rumah dan dapat dipastikan pelanggan UMKM menurun. Alasan lainnya berupa aliran distribusi barang produksi terhambat dan membutuhkan waktu lebih lama untuk barang tersebut sampai ke konsumen, akibatnya jumlah penerimaan yang telah diproyeksikan sebelumnya oleh pelaku usaha UMKM dan Planning bisnis yang akan dilakukan tidak dapat direalisasikan, padahal mungkin saja modal yang digunakan dalam menjalankan usaha berasal dari pinjaman bank atau lembaga keuangan lainnya yang memiliki pokok pinjaman dan bunga untuk dibayarkan .
ADVERTISEMENT
Potensi tidak dapat membayar bunga dan pokok pinjaman (gagal bayar) akan lebih besar pada kondisi seperti sekarang, hal ini karena modal tidak bisa dijalankan seperti sebagaimana mestinya. Ditambah lagi dilema yang dialami pelaku usaha UMKM antara menjalankan usaha dengan resiko terpapar virus atau tetap berdiam diri namun tidak ada penghasilan diterima menyebabkan memenuhi kebutuhan dasar saja sulit apalagi untuk memenuhi membayar pokok pinjaman dan bunga. Ketidakcakapan dalam menggunakan teknologi dan tidak semua jenis usaha dapat dilakukan lewat media online juga menjadi suatu problem.
Mengatasi masalah yang dialami oleh UMKM pemerintah mengeluarkan serangkaian kebijakan yang dituangkan dalam Perpu No.1 Tahun 2020 dan direspon oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan POJK No.11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian sebagai kebijakan countercyclical dampak penyebaran Coronavirus Disease 2019.
ADVERTISEMENT
Kebijakan ini ditujukan pada UMKM karena mengingat komposisi ekonomi Indonesia yang didominasi oleh UMKM. Menurut Kementerian Koperasi dan UKM RI ada lebih dari 99% pangsa pasar di Indonesia dikuasai oleh UMKM dan ada 97% tenaga kerja nasional diserap oleh UMKM. Jika pemerintah tidak turun tangan dan mengintervasi perekonomian maka bisa diprediksi ekonomi negara kita akan semakin terpuruk karena UMKM adalah tulang punggung penopang perekonomian negeri.
Adapun kebijakan yang dikeluarkan meliputi penetapan kualitas aset berupa pemberian kredit pada Bank umum konvensional, pembiayaan pada Bank Umum Syariah dan Penyediaan dana lain pada Bank Umum Konvensional, Bank Umum Syariah, atau Unit Usaha Syariah bagi debitur termasuk debitur UMKM dengan plafon paling banyak 10 milyar rupiah dapat didasarkan pada ketepatan pembayaran pokok, bunga, atau margin bagi hasil bagi bank syariah. Kemudian restrukturisasi kredit atau pembiayaan yang terbagi atas dua bentuk, yaitu penambahan jumlah kredit atau menambah jumlah modal dalam bentuk setoran uang tunai sehingga arus kas di masa depan akan menjadi lancar seperti yang diinginkan. Restrukturisasi dapat diberikan Bank kepada UMKM sebelum atau setelah terkena dampak Covid 19, restrukturisasi yang diberikan pada UMKM yang belum terdampak merupakan bentuk pencegahan agar usaha yang dijalankan tetap lancar. Cara restrukturisasi kredit atau pembiayaan dapat berupa penurunan suku bunga, perpanjangan jangka waktu, pengurangan tunjangan pokok, penambahan fasilitas kredit atau pembiayaan, dan konvensi kredit atau menjadi penyertaan modal sementara. Terakhir ada pemberian penyediaan dana baru dimana bank dapat memberikan kredit, pembiayaan ataupun penyediaan dana lainnya sebagai penambah modal kepada debitur yang terkena dampak Covid 19 ini. POJK No. 11 tahun 2020 juga menjelaskan masa berlaku kebijakan terkait pemberian stimulus pertumbuhan ekonomi debitur UMKM ini, adapun masa berlakunya yaitu hingga tanggal 31 Maret 2021.
ADVERTISEMENT
Selain berbagai keringanan yang diatur dalam POJK No.11 tahun 2020 subsidi bunga juga dilakukan oleh pemerintah kepada pelaku UMKM sebesar Rp 34,15 triliun yang akan menjangkau 60,66 juta rekening UMKM. Subsidi bunga ini diharapkan akan meringankan beban UMKM dan Ultra Mikro di tengah sulitnya usaha mereka. Dengan pendapatan yang menurun signifikan diharapkan keberlangsungan usahanya agar tetap berlanjut.Tentu saja subsidi ini diberikan dengan beberapa persyaratan tertentu seperti Plafon pinjaman maksimal 10 milyar, tidak masuk daftar hitam Nasional pinjaman, memiliki NPWP dan melakukan restrukturisasi sebelumnya.
Serangkaian kebijakan stimulus ini diharapkan membuat perekonomian Indonesia semakin cepat pulih dan bangkit kembali. UMKM sebagai penguasa pangsa pasar Indonesia adalah kunci utama yang kita pegang dalam proses pemulihan ini. 99% pangsa pasar di Indonesia dikuasai oleh UMKM dan ada 97% tenaga kerja nasional diserap oleh UMKM, jika berkembang menjadi lebih besar lagi maka akan membuat tingkat produksi Indonesia meningkat secara signifikan. Ketika produksi meningkat maka Produk Domestik Bruto (PDB) akan naik pula. PDB yang tinggi mampu mengindikasikan kesejahteraan masyarakat di suatu Negara. Untuk itu kita harus menjaga kunci yang kita miliki dan memaksimalkan produktivitas mereka untuk masuk ke era yang baru. UMKM sebagai modal untuk Indonesia maju bukanlah kata yang berlebihan untuk menggambarkan sektor tersebut.
ADVERTISEMENT
Namun apakah paket kebijakan itu adalah “obat” yang tepat untuk UMKM?.Untuk menjalankan paket kebijakan ini dibutuhkan likuiditas yang tinggi bagi Bank yang memberi kredit kepada UMKM.Jika salah kelola dan dalam analisisnya pihak bank tidak menerapkan prinsip kehati-hatian serta kurang teliti dalam menetapkan yang berhak mendapatkan paket kebijakan ini maka potensi kredit macet malah akan semakin tinggi. Bukannya menjadi obat bagi UMKM malah hanya memindahkan penyakit saja dari UMKM ke Bank atau Lembaga Keuangan lainnya. Likuiditas bank pemberi kredit akan terancam jika hal itu terjadi. Selain itu jumlah kredit macet yang tinggi juga akan membuat subsidi yang diberi oleh pemerintah hanya akan membebani APBN saja. Untuk itu dibutuhkan pengelolaan dan pengawasan dalam menetapkan siapa yang berhak menerima paket kebijakan ini agar menjadi obat yang mujarab bagi pemulihan ekonomi bangsa.
ADVERTISEMENT
Puteri Mulandari
Mahasiswa PKN STAN