Konten dari Pengguna

Eksploitasi dan Kekerasan: Nasib Perempuan dalam Program Ketenagakerjaan Ilegal

PUTRA AGUNG PRATAMA
Mahasiswa S1 Hubungan International Universitas Amikom Yogyakarta
29 November 2024 14:19 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari PUTRA AGUNG PRATAMA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
edit by Canva
zoom-in-whitePerbesar
edit by Canva
ADVERTISEMENT
Globalisasi telah membawa perubahan besar dalam lanskap pasar kerja di seluruh dunia. Perkembangan teknologi, integrasi ekonomi global, dan mobilitas tenaga kerja internasional menciptakan peluang baru, tetapi juga menuntut keterampilan yang berbeda dari para pekerja. Artikel ini membahas tren kebutuhan pasar kerja, keterampilan yang paling dibutuhkan, serta tantangan yang dihadapi di era globalisasi.
ADVERTISEMENT
Dalam konteks globalisasi dan ketidakmerataan ekonomi, banyak pekerja, terutama perempuan, mencari penghidupan yang lebih baik dengan bekerja di luar negeri atau di sektor informal. Namun, tanpa perlindungan hukum yang memadai, mereka sering kali menjadi korban program ketenagakerjaan ilegal yang menempatkan mereka dalam kondisi kerja tidak manusiawi.
Salah satu bentuk eksploitasi yang paling umum adalah perdagangan manusia. Perempuan dijanjikan pekerjaan layak di negara lain, tetapi kenyataannya mereka dipaksa bekerja dalam kondisi buruk. Mereka sering tidak dibayar, dipaksa bekerja dengan jam kerja panjang tanpa istirahat, dan menghadapi risiko kekerasan fisik maupun seksual di tempat kerja, tanpa mekanisme untuk melaporkan atau mendapatkan bantuan hukum.
Dalam kasus ketenagakerjaan ilegal, perempuan pekerja migran sering kali tidak memiliki kontrak kerja resmi, sehingga mereka tidak bisa menuntut hak-hak dasar seperti upah layak, jam kerja wajar, atau jaminan kesehatan. Tanpa perlindungan dari pemerintah negara asal atau negara tujuan, mereka juga berisiko mengalami deportasi atau pemenjaraan karena status keimigrasian yang tidak sah.
ADVERTISEMENT
Sektor informal juga menjadi lahan eksploitasi bagi perempuan yang tidak memiliki pilihan lain. Banyak dari mereka bekerja sebagai pembantu rumah tangga, buruh pabrik, atau pekerja di sektor jasa dengan gaji rendah dan kondisi kerja tidak aman. Dalam situasi ini, pelecehan seksual dari atasan atau rekan kerja kerap terjadi. Karena tidak adanya perlindungan hukum, banyak perempuan memilih diam meskipun mengalami penderitaan fisik dan psikologis.
Eksploitasi dalam program ketenagakerjaan ilegal tidak hanya mempengaruhi kondisi fisik dan mental perempuan, tetapi juga aspek sosial mereka. Banyak yang kehilangan kontak dengan keluarga, terisolasi di negara tujuan, dan tidak memiliki dukungan sosial. Ketika mencoba melarikan diri dari eksploitasi, mereka menghadapi ancaman deportasi atau pemenjaraan karena status kerja ilegal.
ADVERTISEMENT
Dalam menangani permasalahan ini . Disnakertrans Yogyakarta dan Instansi pemerintah lainnya telah mengambil langkah-langkah signifikan, seperti inspeksi rutin, sosialisasi, dan pembinaan perusahaan. Namun, tantangan seperti sektor informal yang luas dan rendahnya kesadaran pekerja masih menghalangi upaya ini. Untuk mencapai lingkungan kerja yang lebih aman, diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif. Penguatan regulasi, peningkatan anggaran, dan kolaborasi lintas sektor menjadi kunci untuk mengatasi masalah ini. Dengan demikian, diharapkan setiap pekerja perempuan dapat bekerja dengan layak dan bebas dari segala bentuk kekerasan.
Peningkatan keterampilan, akses pendidikan, dan kesadaran tentang bahaya program ketenagakerjaan ilegal juga menjadi kunci untuk meminimalkan eksploitasi di era globalisasi ini.