Konten dari Pengguna

Lingkungan dan Gender: Simbiosis Mutualisme atau Konflik Tak Berujung?

PUTRA AGUNG PRATAMA
Mahasiswa S1 Hubungan International Universitas Amikom Yogyakarta
11 September 2024 6:18 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari PUTRA AGUNG PRATAMA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Edit By Canva
zoom-in-whitePerbesar
Edit By Canva
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Hubungan antara lingkungan dan gender merupakan isu kompleks yang telah lama menarik perhatian para akademisi, aktivis, dan pembuat kebijakan. Selama berabad-abad, perempuan telah memiliki keterikatan yang kuat dengan alam, baik dalam konteks pekerjaan domestik maupun sebagai pengelola sumber daya alam di tingkat komunitas. Namun, perubahan lingkungan global yang semakin intensif dan kompleks telah mengungkap dimensi baru dari hubungan ini, seringkali memperparah ketidaksetaraan gender yang sudah ada.
ADVERTISEMENT
Perubahan iklim, degradasi lingkungan, dan bencana alam merupakan beberapa contoh tantangan lingkungan yang secara tidak proporsional berdampak pada perempuan. Perempuan, terutama di negara berkembang, seringkali memiliki akses yang lebih terbatas terhadap sumber daya, teknologi, dan informasi, sehingga mereka lebih rentan terhadap dampak negatif perubahan lingkungan. Misalnya, kekeringan yang berkepanjangan dapat memaksa perempuan untuk berjalan lebih jauh mencari air bersih, meningkatkan risiko eksploitasi dan kekerasan.
Selain itu, tanggung jawab domestik yang tidak setara antara laki-laki dan perempuan juga memperburuk situasi. Ketika sumber daya alam menjadi semakin langka, perempuan seringkali harus menanggung beban tambahan dalam mencari kayu bakar, makanan, dan air bersih. Hal ini dapat mengurangi waktu dan energi yang mereka miliki untuk pendidikan, pelatihan, dan partisipasi dalam pengambilan keputusan.
ADVERTISEMENT
Namun, di balik tantangan yang ada, perempuan juga memainkan peran yang sangat penting dalam upaya pelestarian lingkungan. Banyak perempuan di seluruh dunia yang menjadi agen perubahan dalam komunitas mereka, mempromosikan praktik pertanian berkelanjutan, mengelola sumber daya alam secara bijaksana, dan mengadvokasi kebijakan lingkungan yang lebih baik. Perempuan seringkali memiliki pengetahuan lokal yang mendalam tentang lingkungan dan sumber daya alam, yang dapat menjadi aset berharga dalam upaya konservasi.
Penting untuk mengakui bahwa hubungan antara lingkungan dan gender bersifat kompleks dan kontekstual. Faktor-faktor seperti budaya, kelas sosial, dan kebijakan pemerintah dapat sangat mempengaruhi pengalaman perempuan dalam menghadapi tantangan lingkungan. Oleh karena itu, pendekatan yang holistik dan inklusif diperlukan untuk mengatasi masalah ini.
ADVERTISEMENT
Untuk mencapai keadilan lingkungan dan gender, perlu ada perubahan mendasar dalam struktur sosial, ekonomi, dan politik. Hal ini mencakup pengarusutamaan gender dalam semua kebijakan lingkungan, peningkatan akses perempuan terhadap sumber daya dan teknologi, serta pemberdayaan perempuan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan di semua tingkatan.
Selain itu, penting juga untuk mengubah narasi yang seringkali meremehkan peran perempuan dalam pengelolaan lingkungan. Dengan memberikan pengakuan atas pengetahuan dan kontribusi perempuan, kita dapat membangun gerakan sosial yang lebih kuat untuk melindungi planet kita.
Dalam kesimpulan, hubungan antara lingkungan dan gender merupakan isu yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan. Perempuan tidak hanya sebagai korban dari perubahan lingkungan, tetapi juga sebagai agen perubahan yang penting. Dengan memahami kompleksitas hubungan ini dan mengambil tindakan yang tepat, kita dapat membangun masa depan yang lebih berkelanjutan dan adil bagi semua.
ADVERTISEMENT