Konten dari Pengguna

Belajar dari Kasus Mario Dandy: Sebuah Privilege yang Terbuang Sia-Sia

Ahmad Dyandra Rama Putra Bagaskara
Mahasiswa S1 Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran
18 Maret 2023 22:28 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Dyandra Rama Putra Bagaskara tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tersangka kasus penganiayaan David Ozora, Mario Dandy Satriyo, menjalani rekonstruksi di kawasan Pesanggrahan, Jakarta Selatan, pada Jumat (10/3/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Tersangka kasus penganiayaan David Ozora, Mario Dandy Satriyo, menjalani rekonstruksi di kawasan Pesanggrahan, Jakarta Selatan, pada Jumat (10/3/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sejak lahir, manusia tak bisa memilih nasib. Tak bisa memilih apakah kelak dilahirkan oleh keluarga kaya atau miskin. Oleh keluarga pejabat atau keluarga rakyat jelata.
ADVERTISEMENT
Di dunia, ada banyak manusia yang dilahirkan oleh keluarga sederhana. Oleh keluarga dengan kondisi seadanya. Bahkan, terkadang, untuk makan sehari-hari pun tak punya.
Meski begitu, banyak juga manusia yang lahir di kalangan keluarga kaya. Salah satu contohnya ialah Mario Dandy Satriyo, seorang pria berusia 20 tahun yang dilahirkan oleh keluarga kaya dengan kondisi yang serba ada.

Sebuah privilege

Apa yang didapat Mario merupakan sebuah privilege (hak istimewa). Sebab, ia dilahirkan oleh keluarga yang kaya raya. Sang ayah, Rafael Alun Trisambodo, merupakan Kepala Bagian Umum Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Jika melihat titel sang ayah, dapat dipastikan bahwa Mario adalah seorang anak yang hidup berkecukupan. Bahkan, lebih dari cukup. Uang puluhan, ratusan, hingga miliaran juta Rupiah mungkin bukan lagi masalah baginya.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut bisa dilihat dari jumlah kekayaan sang ayah yang mencapai Rp 56, 1 miliar. Jumlah tersebut diketahui melebihi jumlah kekayaan Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak, Suryo Utomo. Sebab, pria yang merupakan atasan ayah Mario itu dikabarkan hanya memiliki kekayaan sebesar Rp 14, 45 miliar.
Dengan kekayaan sang ayah yang melimpah, sudah seharusnya Mario bisa memanfaatkan privilege itu dengan baik. Sebab, itu merupakan kesempatan emas yang pasti sangat didambakan tiap orang.

Privilege yang terbuang sia-sia

Ada banyak hal yang bisa Mario lakukan dengan memanfaatkan kekayaan sang ayah. Contohnya, ia bisa mengambil studi ke luar negeri hingga bergelar sarjana, master, atau bahkan doktor.
Selain itu, Mario juga bisa membangun sebuah bisnis dengan modal yang didapat dari ayahnya. Ini tentunya bisa jadi peluang bagus untuk terus menambah kekayaan Mario dan juga sang ayah. Sebab, jika dikelola dengan baik, bisnis tersebut bisa jadi ladang Rupiah bagi mereka.
ADVERTISEMENT
Sayangnya, privilege yang dimiliki Mario sebagai anak konglomerat kasusnya lain. Sebab, privilege itu justru malah membuatnya terjerumus ke dalam lembah malapetaka.
Dimulai dari viral di media sosial (medsos) akibat sering pamer harta hingga dijebloskan ke penjara akibat menganiaya anak orang. Cristalino David Ozora, pria berusia 17 tahun yang merupakan anak dari salah satu anggota Gerakan Pemuda (GP) Ansor, jadi korbannya.
Bahkan, saat ini, juga beredar kabar bahwa mantan pacar Mario, Anastasia Pretya Amanda, telah melaporkannya ke Polda Metro Jaya dengan tuduhan pencemaran nama baik. Sebab, Mario dikabarkan telah menuduhnya sebagai ‘pembisik’ dalam kasus penganiayaan David beberapa waktu lalu.
Melihat rentetan kasus dan musibah yang melanda Mario, tentu sangat disayangkan. Dengan privilege yang ia punya, seharusnya, Mario kini tengah hidup bahagia bersama keluarganya. Menikmati masa muda hingga menjadi orang besar seperti sang Ayah.
ADVERTISEMENT
Namun, ketidakmampuan Mario dalam menggunakan privilege justru malah membuat hidupnya kini berubah total. Mendekam di penjara hingga menjadi bulan-bulanan warga.

Privilege bak dua belah mata pisau

Ilustrasi dua belah mata pisau (pexels.com/Nikolay Osmachko)
Sebenarnya, memiliki privilege seperti Mario merupakan hal yang sah-sah saja. Sebab, itu merupakan sebuah anugerah yang sudah sepatutnya disyukuri.
Namun, privilege bak dua belah mata pisau. Ada untungnya dan ada pula ruginya. Apalagi, jika privilege yang didapat merupakan kelimpahan harta seperti kasus Mario dan sang ayah.
Dengan kata lain, privilege bisa menjadi anugerah bagi manusia yang mampu memanfaatkannya. Namun, privilege juga bisa menjadi malapetaka bagi manusia yang tak mampu memanfaatkannya.
Contoh baik yang dapat diambil ialah kasus Sandiaga Uno dan Nadiem Makarim. Sejak kecil, mereka memang telah merasakan nikmatnya hidup. Sebab, Sandi dan Nadiem merupakan anak yang dilahirkan dari keluarga kaya yang serba ada. Sama halnya dengan Mario, uang puluhan, ratusan, hingga miliaran juta Rupiah, mungkin bukan lagi masalah bagi mereka.
ADVERTISEMENT
Namun, kasus Sandi dan Nadiem berbeda dengan Mario. Sebab mereka merupakan contoh manusia yang bisa memanfaatkan privilege-nya dengan baik. Dengan kekayaan keluarganya, Sandi dan Nadiem mampu melanjutkan studi mereka hingga ke luar negeri.
Hal tersebut dapat dilihat dari Sandi yang merupakan alumni Jurusan Bisnis Wichita State University, Amerika. Sementara itu, Nadiem merupakan alumni Jurusan Hubungan Internasional Brown University, Amerika.
Berkat privilege tersebut, Sandi dan Nadiem pun berhasil jadi orang besar. Bahkan, nama mereka kini bertengger di Kabinet Indonesia Maju sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi.
Jadi, intinya, jika punya privilege, maka gunakanlah dengan baik. Sebab, ada banyak manusia di luar sana yang menghalalkan segala cara demi mendapatkan privilege. Bahkan, cara-cara yang terbilang ekstrem pun rela mereka lakukan demi mendapatkan itu.
ADVERTISEMENT