Konten dari Pengguna

Sikap 'Muka Dua' Amerika Serikat di Tengah Kisruh Israel-Palestina

Ahmad Dyandra Rama Putra Bagaskara
Mahasiswa S1 Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran
15 November 2023 9:12 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Dyandra Rama Putra Bagaskara tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bendera Amerika Serikat (AS) (Foto: pexels/Element5 Digital)
zoom-in-whitePerbesar
Bendera Amerika Serikat (AS) (Foto: pexels/Element5 Digital)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Amerika Serikat (AS) merupakan negara adidaya yang terkenal kerap “ikut-ikutan” dalam berbagai permasalahan yang terjadi di dunia. Dalam kasus klaim China terhadap Taiwan, misalnya, AS turut melibatkan dirinya sebagai pihak yang mendukung Taiwan.
ADVERTISEMENT
Memang, AS sejatinya tidak pernah menyatakan secara resmi bahwa mereka mendukung Taiwan untuk menjadi negara berdaulat. Namun, AS kerap memberikan bantuan senjata kepada Taiwan untuk berjaga-jaga apabila China, negara yang mengakui Taiwan sebagai bagian dari wilayah teritorialnya, melakukan invasi.
Habbit AS yang kerap melakukan intervensi terhadap permasalahan yang terjadi di dunia tentunya bukan hanya terjadi dalam kasus klaim China terhadap Taiwan saja, tetapi juga terjadi dalam kasus-kasus lainnya. Contohnya saja dalam kasus perang yang terjadi antara Israel dan Palestina yang hingga kini belum menunjukkan tanda-tanda perdamaian.

Hubungan AS-Israel Sudah Terjalin Erat Sejak Dulu

Bendera Israel (Foto: pexels/Oren Noam Gilor)
Sejatinya, AS telah mendukung Israel sejak 14 Mei 1948. Saat itu, negara yang berjuluk “Negeri Paman Sam” tersebut menjadi negara pertama yang mengakui kemerdekaan Israel. Sejak saat itu pula, AS kerap menjalin kerja sama dengan Israel di dalam berbagai bidang, terutama dalam bidang ekonomi dan militer.
ADVERTISEMENT
Dalam bidang ekonomi, AS dan Israel tercatat telah melakukan kerja sama perdagangan bilateral dalam acara penandatangan Free Trade Agreement (FTA) di Washington pada 1985. Sementara itu, dalam bidang militer, AS juga pernah membantu Israel dalam Perang Yom Kippur pada 1975 dengan cara menyuplai senjata.
Dari berbagai kerja sama tersebut, dapat disimpulkan bahwa hubungan AS dan Israel sejatinya sudah terjalin erat sejak dulu. Oleh karena itu, tak ayal jika dalam kasus perang Israel-Palestina, AS dengan lantang menyatakan dukungannya terhadap Israel.
Dukungan tersebut terlihat saat AS memveto resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang “Jeda Kemanusiaan” untuk perang Israel-Palestina pada 18 Oktober 2023 lalu. Tindakan tersebut dilakukan lantaran AS menganggap resolusi yang dikeluarkan oleh PBB tidak menghormati Israel untuk membela diri dari serangan kelompok bersenjata pendukung kemerdekaan Palestina, Hamas.
ADVERTISEMENT
Pada 29 Oktober lalu, Presiden AS, Joe Biden, juga dengan lantang mengatakan bahwa dirinya adalah seorang Zionis. Selain itu, AS pada awal November 2023 lalu diketahui juga telah memberikan bantuan dana kepada Israel sebesar 14 miliar dolar AS atau setara Rp222 triliun. Dana tersebut digunakan untuk membantu persenjataan tentara Israel dalam perang melawan Hamas.
Pengakuan Biden yang menggemparkan dunia dan serangkaian tindakan tersebut menjadi bukti bahwa AS benar-benar berada di pihak Israel. AS terlihat begitu "lengket" dengan negara yang mayoritas penduduknya beragama Yahudi itu.

Sikap AS yang “Bermuka Dua”

Presiden AS Joe Biden saat bertemu Presiden Jokowi di Ruang Oval Gedung Putih di Washington DC, AS, Senin (13/11/2023). Foto: Leah Millis/REUTERS
Dalam kasus perang Israel-Palestina, AS sebetulnya tidak benar-benar berpihak kepada Israel. Memang, AS mendukung Israel secara penuh untuk perang melawan Palestina. Namun, perlu diketahui bahwa sejatinya, AS juga masih memiliki hati nurani terhadap Palestina.
ADVERTISEMENT
Sebab, meski AS berada di pihak Israel, AS juga kerap memberikan bantuan kemanusiaan terhadap korban-korban terdampak perang yang ada di Gaza. Itu terbukti saat AS memberikan bantuan dana kemanusiaan sebesar 100 juta dolar AS atau setara Rp1,5 triliun untuk para korban terdampak perang yang ada di Gaza dan di Tepi Barat pada 18 Oktober lalu.
Tak hanya itu, masih pada 18 Oktober, saat Joe Biden bertolak ke Tel Aviv untuk bertemu Presiden Israel, Isaac Herzog dan Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu, ia juga menyatakan kemarahannya lantaran serangan tentara Israel terhadap rumah sakit di Gaza menimbulkan banyak korban.
“Saya marah dan sedih atas banyaknya korban jiwa di rumah sakit di Gaza,” kata Biden seperti dilansir kumparan.
ADVERTISEMENT
Dari hal tersebut, terlihat bahwa AS sejatinya “bermuka dua”. Di satu sisi, AS mendukung Israel untuk perang melawan Palestina agar mereka bisa menganeksasi sepenuhnya wilayah negara tersebut. Namun, di sisi lain, AS juga turut berempati terhadap korban-korban terdampak perang yang ada di Gaza dan di Tepi Barat dengan cara memberikan bantuan kemanusiaan.
Tak ada yang tahu apa alasan sebenarnya mengapa AS menunjukkan sikap “bermuka dua” di tengah kisruh Israel-Palestina. Namun, penulis berasumsi, AS bersifat demikian lantaran mereka ingin menunjukkan profilnya sebagai salah satu negara paling berpengaruh di dunia.
Dengan segala kekuatannya, baik di bidang ekonomi, politik, dan militer, AS bisa dengan bebas menyatakan dukungan terhadap negara mana pun yang menurut mereka bisa mendongkrak popularitas atau memberikan benefit yang signifikan.
ADVERTISEMENT