Memahami Nasionalisme dari Sepakbola

Putra Yuda Ivada
ASN Analis Kebijakan Muda di Sekretariat Wakil Presiden
Konten dari Pengguna
2 Agustus 2021 15:17 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Putra Yuda Ivada tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber: gambar diambil dari setneg.go.id
zoom-in-whitePerbesar
sumber: gambar diambil dari setneg.go.id
ADVERTISEMENT
“Apakah kau merasakan kebanggaan saat Timnas Sepakbola Indonesia bermain?” Pertanyaan itu dilontarkan seorang teman kepada saya. Saya menjawab, “Saya ingin merasakan kebanggaan itu”. Alhamdulillah, kerinduan saya akan kebanggaan itu akhirnya terjawab saat Timnas Indonesia meraih kemenangan 3-2 atas Korea Selatan di laga terakhir penyisihan Grup G Kualifikasi Piala Asia U-19 di Stadion Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta.
ADVERTISEMENT
Saat itu, rasa nasionalisme saya seakan meletup-letup, merasa bangga menjadi Warga Negara Indonesia karena telah berhasil mengalahkan Korea Selatan, salah satu negara kuat di Asia dalam hal sepakbola. Seolah berbagai kekalahan Timnas Indonesia sebelumnya terlupakan dan hanya tersisa rasa kebanggaan.
Saat itu, pelatih Timnas U-19 dijabat oleh Indra Sjafri. Dalam banyak diskusi setelah peristiwa monumental itu terjadi, beliau mengatakan bahwa prestasi Timnas U-19 tidaklah diraih dalam sekejap, melainkan dengan persiapan dan proses yang panjang dan berliku. Kondisi awal saat beliau melatih Timnas, beliau menemukan fakta bahwa 90 persen dari 56 pemain Timnas U-19 yang ada berasal hanya dari Jakarta dan sekitarnya.
Ditambah tidak jelasnya parameter atau tolok ukur pemilihannya, hal tersebut menjadikan prestasi Timnas tidak maksimal. Fakta inilah yang kemudian mendasari beliau untuk “blusukan” mencari pemain berbakat dari seluruh Indonesia, dari Sabang sampai Merauke. Proses inilah yang membentuk Timnas Indonesia yang dikapteni oleh Evan Dimas yang berhasil menorehkan tinta emas prestasi Timnas U-19, lolos ke putaran Piala Asia U-19 di Myanmar.
ADVERTISEMENT
Saya tidak bermaksud untuk membanggakan Indra Sjafri dan Evan Dimas secara personal. Keberhasilan Timnas adalah keberhasilan tim secara kolektif. Namun, apa yang dilakukan Indra Sjafri dan Timnas U-19 seolah membukakan mata kita bahwa bangsa ini memiliki potensi besar. Potensi yang selama ini seolah tidak terlihat sehingga seringkali dengan cepat orang berkesimpulan bahwa bangsa kita tidak mampu.
Ketum PSSI Mochamad Iriawan berbincang dengan Direktur Teknik PSSI Indra Sjafri saat menyaksikan pemain Timnas U-19 berlatih di Stadion Madya, Kompleks Gelora Bung Karno Senayan, Jakarta, Selasa (17/11). Foto: Galih Pradipta/ANTARA FOTO
Indra Sjafri sebagai pelatih berhasil memasukkan nasionalisme sebagai dasar dalam sepak bolanya, yaitu dengan memiliki kepercayaan besar bahwa ada bakat-bakat dalam bangsa ini yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan mau berjuang demi kejayaan negara. Memang butuh waktu yang lama untuk bisa menemukan bakat-bakat yang tersebar itu, namun hasil yang menyertainya kemudian sungguh sepadan dengan pengorbanan yang dilakukan. Pencapaian Timnas U-19 seolah menumbuhkan kepercayaan diri kita sebagai bangsa di mana kita bisa berdiri sejajar bahkan di atas bangsa-bangsa lain. Kita bukanlah bangsa yang inferior di hadapan bangsa-bangsa lain.
ADVERTISEMENT
Dari kisah perjuangan Timnas U-19 diperoleh pemahaman bahwa justru nasionalisme-lah yang mampu membuat mungkin sesuatu yang tadinya seolah tidak mungkin. Nasionalisme ternyata mampu membangkitkan semangat yang luar biasa dari para punggawa Timnas U-19 sehingga berhasil mengalahkan tim kuat seperti Korea Selatan.
Maka, bila Timnas U-19 melalui sepakbola bisa memberikan pelajaran kepada kita bahwa nasionalisme merupakan faktor kunci yang harus dimiliki untuk dapat mencapai prestasi, lantas mengapa di usia yang hampir ke-76, bangsa ini justru berkutat dengan persoalan memudarnya rasa nasionalisme. Bukankah nasionalisme itulah yang sejatinya adalah jawaban dari keinginan bangsa ini untuk meraih prestasi.
Untuk memberantas korupsi misalnya, negara telah melakukan upaya-upaya antara lain membentuk KPK, penyusunan peraturan yang rinci terkait korupsi, ataupun penjatuhan hukuman berat untuk para koruptor untuk menciptakan efek jera. Andai saja kita bisa melakukan seperti apa yang Indra Sjafri lakukan pada Timnas U-19, yaitu menumbuhkan jiwa nasionalisme, maka tentu tidak perlu terlalu banyak tenaga yang dipakai untuk memberantas korupsi. Dengan adanya nasionalisme, bahkan korupsi sangat mungkin tidak terjadi, karena tindakan itu adalah tindakan yang mengkhianati Negara.
ADVERTISEMENT
Begitu juga dengan kondisi Pandemi Covid-19 saat ini, bila nasionalisme berhasil ditumbuhkan pada tiap diri warga negara maka kita pasti bisa melewati situasi sulit ini bersama-sama. Jiwa solidaritas dan tolong menolong akan terbentuk sebagai cerminan dari rasa nasionalisme yang dimiliki dalam diri. Dari sisi pemerintah pun, akan terbentuk suatu pemerintahan yang mampu mengayomi masyarakatnya, yang iso rumongso (bisa merasa) dan bukan rumongso iso (merasa bisa).
Nasionalisme mungkin bisa didefinisikan, namun bentuknya sangat mungkin berbeda-beda tergantung apa peran yang kita jalani sebagai warga Negara. Nasionalisme mungkin tidak terlihat secara fisik, tapi jelas bisa dirasakan, yaitu rasa yang menyatukan kita sebagai bangsa. Nasionalisme adalah jawaban dari setiap kondisi sulit yang dialami bangsa kita, suatu hal yang mampu membuat mungkin sesuatu yang seolah tidak mungkin. Nasionalisme tidaklah terbentuk dengan mudah, perlu perjuangan, perlu pengorbanan dari setiap elemen bangsa. Namun, pada saatnya memetik hasil nanti, semua akan terasa sepadan dengan perjuangan dan pengorbanan yang telah dilakukan.
ADVERTISEMENT
Dirgahayu ke-76 Indonesiaku.