Konten dari Pengguna

Saatnya Perempuan Menjadi Pemimpin

PUTRI ARTAMA
PUTRI ARTAMA MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS
12 Mei 2025 16:58 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari PUTRI ARTAMA tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi saatnya perempuan jadi pemimpi (sumber: https://pixabay.com)
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi saatnya perempuan jadi pemimpi (sumber: https://pixabay.com)
ADVERTISEMENT
Indonesia merupakan negara hukum berasaskan keadilan sebagaimana diamanatkan dalam Sila ke-5 Pancasila, bahwasanya keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Lewat perspektif ini, kita dapat memandang bahwa hendaknya hak seluruh masyarakat dirasakan secara adil, tak terkecuali hak untuk menjadi seorang pemimpin.
ADVERTISEMENT
Untuk menjadi seorang pemimpin yang baik hendaknya ditentukan pada kemampuan dan intelektualitasnya, bukan ditentukan oleh gendernya. Hal ini menjadi konsekuensi dari implementasi sila ke-5 Pancasila. Menjadi seorang pemimpin adalah hak bagi seluruh rakyat Indonesia baik laki-laki maupun perempuan. Artinya kesetaraan gender menjadi tugas kita dalam mewujudkan sila ke-5 ini.
Masalah Kesetaraan Gender
Di Indonesia, kesetaraan gender merupakan masalah kritis yang berkaitan dengan akses yang setara antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai aspek kehidupan, baik itu pendidikan, pekerjaan atau bahkan dunia politik. Namun hingga kini, mewujudkan kesetaraan gender masih menjadi tantangan yang belum tersingkirkan.
Seiring perkembangan, perbedaan antara laki-laki dan perempuan acapkali terjadi akhir-akhir ini. Menurut data dari https://www.bbc.com Jumat (15/11/2024) dalam Pilkada di Aceh, dilema perempuan jadi pemimpin. masih pro dan kontra jika perempuan menjadi pemimpin. Serta menurut informasi dari https://www.hukumonline.com Senin (10/3/2025) diskriminasi berbasis gender menjadi halangan perempuan dalam menggunakan kesempatannya berkarir di dunia politik. Jadi berdasarkan data tersebut, representasi perempuan dalam dunia politik dapat dikatakan jauh dari harapan. Padahan, rasanya tidak adil jika yang memiliki hal untuk memimpin hanya pada laki-laki.
ADVERTISEMENT
Rendahnya keterwakilan perempuan dalam dunia politik menjadi isu hangat di negara ini khususnya mengenai kesetaraan gender. Padahal sebagai negara demokrasi, bukan saatnya lagi mendiskriminasi perempuan menjadi pemimpin. Karena bagaimana pun, perempuan memiliki hak untuk memimpin dan itu dijamin oleh undang-undang.
Jika di kaji lebih mendalam, ada berbagai faktor yang menyebabkan sukarnya mewujudkan kesetaraan gender ini. Sebut saja misalnya faktor budaya. Di mana, Indonesia masih kental dengan budaya patriarkinya, yaitu laki-laki yang ditempatkan sebagai pengambil keputusan utama. Penulis memandang bahwa, selama budaya patriarki masih mendominasi maka akan semakin sukar mewujudkan kesetaraan gender.
Hak Perempuan
ilustrasi hak perempuan menjadi pemimpin (sumber: https://pixabay.com)
Kepemimpinan merupakan suatu hak yang dimiliki oleh setiap orang. Baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak untuk menjadi pemimpin. Hal ini didorong oleh kenyataan bahwa efektivitas seorang pemimpin ditentukan oleh kepiawaiannya dalam memengaruhi dan mengarahkan bukan ditentukan oleh gendernya. Kenyataan ini didorong oleh fakta bahwa walaupun jumlahnya tidak banyak, jejak karir seorang pemimpin perempuan di Indonesia dapat dijadikan sebagai teladan. Sebut saja Susi Pudjiastuti, mantan menteri perikanan dan kelautan Republik Indonesia, atau Mantan Presiden ke 4 Ibu Megawati Soekarnoputri yang terkenal sebagai presiden perempuan pertama di Indonesia. Dengan maka dari itu, sudah saatnya bagi kita untuk menghancurkan tembok diskriminasi terhadap perempuan.
ADVERTISEMENT
Penulis mendukung gerakan pemerintah membentuk rancangan Perpres Grand Design. Rancangan ini bertujuan untuk membangun keterwakilan perempuan dalam partisipasi politik menjadi pemimpin. Penulis memandang bahwa ini merupakan langkah baik dalam upaya mewujudkan kesejahteraan yang berkeadilan gender sekaligus mengikis ketimpangan gender dalam politik. Tak hanya itu, ini menjadi angin segar bagi perempuan di seluruh Indonesia yang ingin berpartisipasi langsung menjadi seorang pemimpin dalam dunia politik.
Penulis mengajak agar perempuan berani menunjukkan potensinya menjadi pemimpin. Dengan meyakinkan diri akan kemampuan dan potensi yang di miliki, perempuan tidak kalah baiknya menjadi pemimpin dibanding laki-laki.
Putri Artama, Mahasiswa Fakultas Hukum Unika Santo Thomas