Konten dari Pengguna

Dendam Perpeloncoan yang Mewaris: Ospek Kampus Mimpi Buruk Mahasiswa Baru

Putri Astrian Surahman
Mahasiswa Program Studi Jurnalistik, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran.
12 Juni 2023 13:41 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Putri Astrian Surahman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi ospek. Foto: Chonlawut/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ospek. Foto: Chonlawut/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Apa yang biasanya ditunggu-tunggu oleh mahasiswa baru ketika pertama kali masuk ke perguruan tinggi? Masa orientasi kampus, adalah salah satunya. Di kalangan mahasiswa biasanya terkenal dengan istilah ospek.
ADVERTISEMENT
Biasanya ada ospek tingkat universitas, ospek tingkat fakultas, dan ada ospek tingkat jurusan. Terdengar banyak memang, tapi semangat yang masih membara membuat mereka antusias untuk mengikuti rangkaian orientasi kampus itu hingga selesai, seperti yang sering orang-orang bilang, "maklum masih maba, masih semangat-semangatnya".
Perlu diakui bahwa masa orientasi kampus adalah kegiatan yang menyenangkan. Bisa mengenal kampus lebih jauh, bertemu teman baru, bertemu dengan kakak tingkat yang ramah-ramah menyambut kedatangan mahasiswa barunya, dan kegiatan-kegiatan menyenangkan lainnya.
Namun sayang, tidak semua kampus yang mahasiswa baru disambut dengan baik. Pernah dengar istilah perpeloncoan? Ternyata tradisi kuno itu masih tetap dipertahankan di beberapa kampus, salah satunya yaitu di Universitas Halu Oleo, Kendari, Sulawesi Tenggara.
ADVERTISEMENT
Masih segar diingatan tentang kasus yang beberapa minggu lalu sempat beredar di media berita. Kasus kekerasan yang dilakukan senior fakultas Teknik, Universitas Halu Oleo kepada juniornya ketika ia hendak mengambil Pakaian Dinas Harian (PDH) di ruang vokasi.
Namun, bukan hanya mendapat PDH, korban pun mendapat hantaman dari seniornya hingga lebam-lebam. Berdasarkan berita yang beredar di media, pelaku menyebut itu adalah sebuah "tradisi".

Sudah Ada Sejak Masa Pengenalan Kampus

Sebagian besar orang pasti berpikir mengapa tradisi kuno seperti ini masih terus eksis bahkan di tingkat universitas? yang mana kita tahu bahwa ketika kita menjadi seorang mahasiswa, pikiran kita seharusnya menjadi lebih dewasa. Namun sepertinya tidak semua orang punya pikiran yang seperti itu.
ADVERTISEMENT
Aisyah Zulhijah, salah satu mahasiswa jurusan Jurnalistik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Halu Oleo menentang tradisi yang terjadi di kampusnya sendiri. Menurut Aisyah, tradisi senioritas ini tidak benar dan disebut sebagai tradisi jahiliyah yang tidak memiliki value sama sekali bagi mahasiswanya. Berdasarkan keterangannya, tradisi ini bahkan sudah dimulai sejak masa orientasi kampus.
"Sebelum masuk ke kampus juga kan di sini (di kota Kendari) ada banyak istilah-istilah kesenioritasan, dari sejak SMA juga sudah ada. Namun, lebih terlihat lagi mungkin pas kuliah ini. Karena dari sejak masa pengenalan lingkungan kampus itu sangat kuat pengaruh dari budaya kesenioritasan ini terlihat di kampus saya (Universitas Halu Oleo) walaupun belum separah seperti kasus yang terjadi baru-baru ini," tutur Aisyah ketika diwawancarai via Zoom Meeting.
ADVERTISEMENT
Selain kekerasan fisik, Aisyah juga sering menyaksikan dalam berbagai bentuk kekerasan lainnya. Pernah dengar istilah "junior harus tunduk pada senior"? Itu juga yang menjadi tradisi senioritas di kampus Halu Oleo terutama di jurusan yang Aisyah jalani.
Di jurursan tersebut junior-juniornya harus sangat menjunjung tinggi dan tunduk kepada para seniornya. Aksi senioritas ini disaksikan sejak masa pengenalan lingkungan kampus. Para senior tersebut biasanya membuat peraturan-peraturan yang memberatkan mahasiswa baru. Seperti harus memakai baju warna merah selama tiga bulan, rambut harus pendek, dan lain sebagainya.
Ketika ada mahasiswa yang melanggar, mereka (senior) tidak segan-segan memberikan hukuman baik itu dalam bentuk fisik ataupun non fisik dengan berkedok 'mendisiplinkan', padahal kampus tidak pernah mengeluarkan program atau peraturan seperti itu ketika masa pengenalan kampus.
ADVERTISEMENT
"Kami dikumpulkan di kelas dan ditutup pintunya, jadi banyak cewek-cewek yang nangis. Tapi aku ingat ada yang cowoknya itu digampar, ya pokoknya karena persoalan rambut. Padahal mereka juga rambutnya bukan rambut yang gondrong gimana tapi lebih panjang 2-3 sentimeter. Mereka mau potong rambut, tapi gak sempet aja. Dan mereka kena kekerasan fisik," ucap Aisyah.

Adanya Unsur Balas Dendam

Aksi senioritas ini sudah seperti warisan yang diturunkan secara turun-temurun. Alasan mengapa tradisi ini masih terus berjalan hingga sekarang biasanya karena adanya unsur balas dendam. Orang-orang yang sekarang menjadi senior, dulunya juga pasti mengalami hal yang serupa ketika mereka masih menjadi junior.
Ketika mereka mengalami itu, yang ada di pikiran mereka adalah "ketika saya sudah menjadi senior suatu saat, saya akan melakukan hal yang sama supaya para junior bisa merasakan hal yang sama juga seperti saya sekarang".
ADVERTISEMENT
Tanpa disadari, pemikiran seperti ini terus berulang dan menjadi sebuah kebiasaan yang kemudian menjadi hal yang terkesan wajib dilakukan.

Apa Harus Viral dulu untuk Memutus Rantai Tradisi Ini?

Masa orientasi seharusnya menjadi masa bagi mahasiswa baru mengenal kampus dan mencari teman baru, dan seharusnya memberikan kesan yang menyenangkan. Namun bukannya mendapat kesan yang menyenangkan, malah seperti mimpi buruk.
Ternyata aksi senioritas ini masih terus dipertahankan dan menjadi hal yang masih diwariskan sampai sekarang. Hukuman-hukuman yang diberikan kepada mahasiswa baru seperti push up, dibentak-bentak dengan alasan yang konyol, dan hukuman absurd lainnya membuat mahasiswa jadi tertekan.
Di kampus Halu Oleo sebenarnya banyak mahasiswa yang mengutuk keras adanya tradisi kuno semacam ini. Namun, sebagian besar dari mereka takut untuk menyuarakan kekesalan dan penolakan mereka secara terang-terangan.
ADVERTISEMENT
Mereka hanya menyimpan kekesalan dan penolakan mereka dalam forum-forum diskusi kecil antar teman. Baru ketika ada kejadian beberapa minggu lalu yang viral di kampus Halu Oleo, menjadi kesempatan bagi mereka menentang tradisi ini karena kejadian itu sudah viral dan banyak netizen yang juga mengutuk tradisi kolot ini.

BEM dan Pihak Kampus Dinilai Kurang Tegas

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), biasanya dikenal sebagai organisasi yang menjadi garda terdepan ketika ada kasus yang menimpa mahasiswa. Biasanya mereka menjadi pendamping mahasiswa untuk menyuarakan kepada pihak kampus.
Tapi tidak, tidak untuk universitas Halu Oleo. BEM dianggap masih kurang tegas terhadap kasus-kasus senioritas semacam ini. Ketika terjadi tindakan perpeloncoan dari senior, masih belum ada yang menyuarakan dan memprotes hal ini.
ADVERTISEMENT
"Sejauh yang aku tahu ya, dari kejadian ini aja (kejadian kekerasan yang viral belakangan ini) itu aku belum lihat apa gitu yang dilakuin BEM, karena BEM juga fokus sama programnya sendiri. Mereka gak terlalu engage sama informasi-informasi yang untuk terkait mahasiswa gitu yang menegakkan keadilan. Mereka juga fokus sama kegiatannya sendiri. Ya itu juga termasuk hal yang sangat disayangkan," tutur Aisyah.
Begitu pun dengan pihak kampus yang masih menutup mata dan menganggap hal ini merupakan hal kecil dan tidak terlalu diperhatikan padahal mereka tahu adanya aksi perpeloncoan.
Ketika pihak kampus menganggap hal ini adalah masalah sepele dan organisasi yang biasanya menyuarakan kegelisahan mahasiswa ke pihak kampus masih kurang tegas.
ADVERTISEMENT
Atau, bahkan mungkin malah oknum-oknum dari organisasi itu sendiri yang melakukannya, lalu kepada siapa mahasiswa harus mengadu dan meminta perlindungan? bukankah mahasiswa memiliki hak atas kenyamanan ketika mereka berada di lingkungan kampus?

Korban Diminta Tutup Mulut

Berkaca dari kasus yang sempat menjadi perbincangan di media kemarin, bahwa senior yang menjadi pelaku di kampus Halu Oleo tersebut menyuruh korbannya untuk tidak menceritakan aksi kekerasan tersebut kepada orang tua dan teman-temannya.
Dan hal semacam itu bukan hanya terjadi pada kasus itu saja, namun ketika terjadi aksi senioritas, para oknum seniornya menyuruh mahasiswa untuk tutup mulut dan tidak menceritakan hal tersebut kepada siapapun, apalagi melapor kepada dosen.
Oleh karena itu, banyak mahasiswa yang memilih untuk diam daripada berurusan dengan senior. Berdasarkan keterangan dari Aisyah, bisa dibilang dari 99 persen hanya sekitar 1-2 persen yang berani melapor dan ditindaklanjuti.
ADVERTISEMENT
Ini juga bisa menjadi sebab mengapa pihak kampus kurang memperhatikan tentang kejadian semacam ini, karena mahasiswanya tidak ada yang berani untuk speak up lantaran takut kepada seniornya.
"Ya sama kayak kita juga, untuk semua mahasiswa termasuk aku pada saat terjadi hal seperti ini ya kita disuruh tutup mulut. Maksudnya kayak diem aja, kayak yang gak usah ada ngelapor-ngelapor," ucap Aisyah. "Pihak kampus menganggap hal ini hal sepele dan kadang pihak organisasinya juga bermuka dua," sambungnya.

Mahasiswa Butuh Ruang yang Aman dan Nyaman

Sebagai mahasiswa yang sedang mengemban pendidikan, tentunya kita ingin lingkungan kita aman dan nyaman. Namun, ketika lingkungan kampus malah menjadi seperti tempat yang menakutkan, bagaimana kita bisa menjalani hari-hari dengan tenang. Setiap kali ke kampus, kita akan diselimuti dengan rasa was was, takut, dan tertekan. Fokus kita akan terganggu.
ADVERTISEMENT
Pihak kampus seharusnya lebih membuka mata dan memperhatikan kejadian-kejadian seperti ini. Karena dari berita-berita yang beredar di media mengenai aksi senioritas, seperti salah satunya yang terjadi di universitas Halu Oleo, adalah bukti nyata bahwa aksi senioritas ini masih terus berjalan. Pihak kampus juga harus mengambil tindakan tegas yang memberikan efek jera kepada senior-senior yang melakukan perpeloncoan.
Memang benar, menghilangkan tradisi adalah sesuatu yang sulit dilakukan apalagi sudah terjadi secara bertahun-tahun. Tradisi senioritas yang terjadi di kampus Halu Oleo dan kampus-kampus lain yang masih berjalan tradisi ini, tentunya tidak bisa dihilangkan begitu saja.
Perlu adanya tradisi baru yang positif atau sesuatu yang baru yang bisa mendobrak dan memutus rantai tradisi kuno semacam ini. Mahasiswanya juga harus mulai bekerja sama menyuarakan pendapat dan penolakan mereka ketika terjadi perpeloncoan.
ADVERTISEMENT
Perlu adanya kerja sama dari seluruh lapisan baik itu dosen, mahasiswa, dan seluruh civitas akademika yang ada di kampus tersebut sehingga rantai perpeloncoan ini bisa terputus.