Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Kampanye Kesehatan Mental dan Perubahan Perilaku yang Ditimbulkannya
16 November 2024 18:41 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Putri Baidah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Komunikasi kesehatan didefinisikan sebagai komunikasi yang lingkupnya berhubungan dengan kesehatan. Schiavo (dalam Wilujeng dan Tatag, 2017: 7) mengatakan bahwa Centers for Disease Control and Prevention (CDC) secara spesifik mendefinisikan komunikasi kesehatan sebagai studi serta penggunaan strategi komunikasi yang bertujuan untuk menginformasikan maupun memengaruhi keputusan individu dan masyarakat tentang peningkatan kesehatan. Yang dimaksud dengan memengaruhi ini berarti termasuk seni dan teknik dalam hal menginformasikan, memengaruhi, dan memotivasi individu, institusi, maupun publik terkait pentingnya kesehatan.
Komunikasi kesehatan dimulai saat initiator (komunikator) memproduksi pesan kesehatan. Pesan kesehatan ini bisa dalam bentuk pesan verbal maupun non-verbal. Pesan kesehatan yang sudah diproduksi tadi kemudian disampaikan ke penerima lewat berbagai konteks komunikasi. Konteks komunikasi tersebut bisa jadi komunikasi interpersonal, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, maupun komunikasi massa. Konteks yang dipilih nantinya akan berpengaruh pada sifat penerimanya. Jika menggunakan konteks komunikasi interpersonal, penerima pesannya bisa berjumlah 1 atau 3 orang. Komunikasi kelompok dan organisasi punya cakupan penerima yang lebih luas lagi, tapi terbatas pada suatu kelompok atau organisasi tertentu. Komunikasi massa punya jangkauan yang jauh lebih luas, tergantung pada cakupan media yang dipakai dalam proses komunikasinya. Pesan kesehatan ini nantinya akan memberikan pengaruh pada mereka yang menerima pesannya. Pengaruh ini bisa dalam aspek pengetahuan, sikap, maupun perilaku. Artikel ini akan memfokuskan pada perubahan perilaku yang terjadi di kalangan masyarakat terkait dengan pesan komunikasi kesehatan berupa pentingnya kesehatan mental.
Kesehatan mental telah menjadi topik yang sering dibahas akhir-akhir ini. Sejalan dengan kesehatan fisik, kesehatan mental memiliki tingkat urgensi yang sama dengan kesehatan fisik itu sendiri. Hadirnya teknologi dan kemajuan ilmu pengetahuan membawa kita pada ranah di mana orang-orang mulai menyadari bahwa kesehatan mental bukanlah sesuatu yang tabu, tapi penting untuk dibahas dan diketahui tindak pencegah dan penanganannya. Kampanye Kesehatan Mental adalah salah satu contoh dari penerapan komunikasi kesehatan. Kampanye Kesehatan Mental hadir dalam berbagai konteks komunikasi, baik itu komunikasi interpersonal berupa pembicaraan yang lebih pribadi, komunikasi dalam kelompok atau komunitas tertentu yang mengkampanyekan pentingnya kesehatan mental, maupun lewat media massa dan media sosial yang cakupannya lebih luas lagi. Sebagai bukti, kita sendiri telah melihat bagaimana Hari Kesehatan Mental Sedunia yang diperingati pada 10 Oktober kemarin. Banyak postingan di media sosial seperti WhatsApp, X (Twitter), Facebook, maupun Instagram yang turut merayakan peringatan Hari Kesehatan Mental Sedunia. Di media sosial juga ramai pembahasan mengenai mental awareness dan konten-konten yang berhubungan dengan edukasi kesehatan mental. Lantas, apakah perubahan perilaku yang disebabkan oleh pesan kesehatan ini?
Dalam jurnal berjudul Pengaruh Kampanye Kesehatan Mental Unicef Terhadap Perubahan Perilaku Remaja (survei Pada Subcriber Remaja Channel Bangtantv Di Masa Pandemi Covid-19) yang ditulis oleh Herawati dan Nasionalita, diadakan survei pada subscriber remaja channel Bangtantv. Survei itu mencoba mencari tahu apa pengaruh Kampanye Kesehatan Mental UNICEF dan BTS (salah satu boy group Korea Selatan) terhadap perubahan perilaku remaja. Hasilnya, diketahui ada perubahan perilaku yang dialami responden. Responden menyatakan setelah melihat kampanye kesehatan mental UNICEF dan BTS, mereka mengalami perubahan perilaku baik itu terhadap diri sendiri (menghargai diri, menerima kekurangan, dsb) maupun terhadap orang lain (lebih menghargai kondisi orang lain, lebih peduli dengan isu kesehatan mental, dsb).
Kasus di atas adalah salah satu contoh dari perubahan perilaku yang timbul akibat proses komunikasi kesehatan, yang mana dalam hal ini berfokus pada pesan komunikasi kesehatan mengenai pentingnya kesehatan mental. Pesan kesehatan mengenai pentingnya kesehatan mental telah membawa dampak pada berbagai aspek dalam diri individu dan masyarakat. Dalam aspek kognitif atau pengetahuan, orang-orang menjadi lebih tahu mengenai kesehatan mental, berikut tindak pencegahan dan penanggulangannya. Bahkan kampanye ini juga turut mengoreksi pandangan-pandangan miring seputar kesehatan mental yang selama ini bercokol di kepala masyarakat. Dari segi attitude atau sikap, pesan kesehatan mental mengubah sikap masyarakat yang semula acuh atau negatif terhadap kesehatan mental menjadi lebih peduli dan positif dalam menghadapi kesehatan mental ini. Sikap bermusuhan dan mencemooh pelan-pelan berubah menjadi lebih menoleransi dan peduli, orang-orang juga mulai lebih terbuka terhadap isu kesehatan mental ini. Dari segi behavior atau perilaku, pesan kesehatan mental telah mengubah perilaku mengenai kesehatan mental. Kepada diri sendiri, muncul gerakan seperti self respect, self healing, self love yang mana merupakan perwujudan dari 'bersikap baik dan peduli' terhadap kesehatan mental diri sendiri. Perubahan perilaku terhadap orang lain terlihat pada bagaimana orang-orang menjadi lebih peduli dan tidak bermusuhan terhadap hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan mental, meningkatnya partisipasi terhadap kampanye kesehatan mental, serta banyaknya pesan kesehatan mental baik dari lewat percakapan sehari-hari maupun media massa dan media sosial.
ADVERTISEMENT