Konten dari Pengguna

Toraja dalam Kacamata Kontinuitas

Putri Ergadia
Mahasiswi Pendidikan Sejarah, FKIP, Universitas Jember
10 Juni 2024 9:41 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Putri Ergadia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Mempelajari Pelestarian Budaya melalui Suku Toraja, Sulawesi Selatan
Ilustrasi Rumah Adat Tongkonan (Sumber gambar: https://www.pexels.com/id-id/foto/kilang-tanaman-tumbuhan-dedaunan-8679204/)
Suku di dalam suatu negara melahirkan keturunan yang memiliki kesatuan sosial yang terbentuk atas kesatuan budaya, anggota dari suatu suku menganggap bahwa keturunan dari garis suku menjadi salah satu aspek penentu identitas kelompok apabila ditarik dari garis keturunan. Suku menjadi hal yang kerap kali dibicarakan karena tidak hanya berkaitan dengan diri sendiri melainkan berkaitan dengan orang lain yang se-suku sehingga suku menjadi hal yang diupayakan untuk terus dirawat, dihormati, dan dijaga. Asia Tenggara merupakan lokasi terjadinya peleburan budaya yang dapat dikatakan paling besar di dunia karena penduduknya yang beragam dan sempat mengalami perpindahan tempat tinggal karena pengaruh pola kehidupan yang masih erat dengan aturan suku. Kondisi geografis negara-negara yang terletak di kawasan Asia Tenggara merupakan salah satu aspek pendukung adanya keberagaman suku dan perkembangan budaya.
ADVERTISEMENT
Suku Toraja merupakan salah satu aset negara yang kaya, karena kekentalan budaya yang ada di Toraja masih dilestarikan hingga saat ini dan melahirkan ciri khas yang unik dan belum tentu dimiliki oleh negara lain. Toraja merupakan wilayah yang berdiri di atas Provinsi Sulawesi Selatan dengan letak geografis 1190-1200 Bujur Timur serta 20-30 Lintang Selatan. Secara persebaran penduduk, Suku Toraja didiami oleh populasi penduduk dengan jumlah kurang lebih 1.000.000 jiwa dengan memeluk agama Kristen dan sebagiannya memeluk agama Islam. Selain itu masyarakat Suku Toraja juga memiliki aliran kepercayaan yang masih dipercaya hingga saat ini yaitu kepercayaan animisme dengan nama aturannya yakni Aluk To Dolo sebagai kepercayaan yang telah diakui oleh pemerintah negara Indonesia yaitu dianggap sebagai bagian dari suatu kepercayaan agama Hindu Dharma. Aluk Todolo mengungkapkan bahwa dalam sistem kepercayaannya, pada seisi alam ini terbagi menjadi dua hal yakni surga yang diyakini sebagai dunia atas yang dihuni oleh roh-roh leluhur, dunia manusia yakni bumi tempat manusia tinggal, serta dunia bawah yang dihuni oleh roh-roh jahat. Aluk Todolo difungsikan sebagai aturan yang mengikat masyarakat Suku Toraja karena Aluk Todolo bermula dari leluhur/nenek moyang Suku Toraja yang mengatur kehidupan bermasyarakat Suku Toraja secara praktik maupun ritual. Aluk Todolo telah menjadi bagian penting dari identitas dan keberlangsungan budaya suku Toraja selama berabad-abad hingga saat ini, meskipun pengaruh agama lain sudah memasuki Suku Toraja, namun masyarakat Suku Toraja masih menjaga dan mempertahankan kepercayaan ini sebagai warisan budaya yang berharga. Kepercayaan animisme mengajarkan bahwa seorang leluhur dari masyarakat Suku Toraja ialah seorang manusia yang berasal dari sesuatu yang disebut sebagai nirwana (gerbang menuju kesempurnaan hidup) yang diyakini turun melalui tangga langit yang kemudian dijadikan perantara antara manusia dengan Tuhan yang disebut “Puang Matua” yang berarti “Tuhan Yang Maha Kuasa”. Kekayaan dari segi alam dan budaya yang dimiliki oleh Toraja merupakan hasil warisan nenek moyang yang terus dijaga dan dilestarikan melalui kegiatan rutin yang hingga saat ini kerap dilakukan oleh masyarakat Suku Toraja.
ADVERTISEMENT
Bahasa yang digunakan oleh masyarakat Suku Toraja merupakan Bahasa Toraja yang mendominasi di wilayah Tana Toraja, Sulawesi Selatan, dengan dialek utama yang disebut Sa'dan Toraja. Bahasa Nasionalnya adalah Bahasa Indonesia yang pasti selalu digunakan oleh masyarakat, sedangkan Bahasa yang digunakan oleh masyarakat Suku Toraja diajarkan di semua sekolah dasar di wilayah setempat. Di Toraja juga terdapat keragaman bahasa yang terdiri atas Kalumpang, Mamasa, Tae', Talondo', Toala', dan Toraja-Sa'dan, dimana keragaman bahasa ini tergolong pada kelompok bahasa Melayu-Polinesia yang berasal dari rumpun bahasa Suku Austronesia dan kondisi serta posisi geografis Toraja yang terpencil mampu menghasilkan beragam dialek keragaman bahasa dalam Bahasa Toraja itu sendiri. Namun dengan berlakunya sistem pemerintahan yang resmi di Tana Toraja, keragaman dialek masyarakat Suku Toraja perlahan mulai dipengaruhi oleh bahasa-bahasa lain yang terjadi karena adanya proses/program transmigrasi pada saat Indonesia masih dalam masa penjajahan sekaligus menjadi salah satu penyebab utama keragaman bahasa di wilayah Toraja.
ADVERTISEMENT
Simbol lain yang menonjol di Toraja adalah rumah adat masyarakat Suku Toraja yakni yang disebut sebagai Rumah Tongkonan yang berbahan dasar kayu serta identik dengan hiasan ukiran yang berwarna merah, hitam, dan kuning. Diksi “Tongkonan” merupakan kata dasar dari salah satu kasa kota di dalam Bahasa Toraja yakni "tongkon" = "duduk". Rumah adat Tongkonan digunakan oleh masyarakat Suku Toraja sebagai pusat kehidupan sosial bagi masyarakat Suku Toraja. Beberapa hal yang berkaitan dengan Rumah Tongkonan memiliki signifikansi yang besar dalam kehidupan spiritual yang dilakukan oleh masyarakat Suku Toraja karena bangunanya menjadikan simbol hubungan antara anggota keluarga yang masih hidup dengan para leluhurnya. Disebutkan di dalam legenda Toraja, bahwa Rumah adat Tongkonan pertama kali didirikan di surga dengan dibangunnya empat tiang, dan saat leluhur/nenek moyang mereka turun menuju ke bumi, mereka melakukan adaptasi struktur tersebut lalu mengadakan upacara besar atas pembangunan Rumah adat Tongkonan.
ADVERTISEMENT
Bentuk pelestarian budaya yang dilakukan oleh Suku Toraja sebagai salah satu kelompok etnis yang berada di wilayah negara Indonesia menunjukkan kecenderungan yang kuat untuk memelihara warisan budaya dan tradisi mereka yang kaya sehingga mencapai kontinuitas. Kontinuitas budaya dari Suku Toraja tercermin dalam sistem adat istiadat yang telah mengakar dalam kehidupan mereka, memengaruhi pelaksanaan berbagai upacara adat, tradisi, dan serangkaian kegiatan lain yang ternyata masih terus berlangsung hingga di zaman modernisasi seperti sekarang. Keberadaan sistem adat istiadat ini tidak hanya mempertahankan identitas kultural suku Toraja, tetapi juga menjadi landasan bagi pelaksanaan upacara adat yang memiliki peran penting dalam menjaga keharmonisan sosial dan spiritual masyarakat mereka. Beberapa bentuk pelestarian kebudayaan yang dilakukan oleh Suku Toraja sebagai bentuk kontinuitas adalah sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
Infografis mengenai Suku Toraja dan Bentuk Pelestarian Budayanya (Sumber gambar: milik pribadi)
Kontinuitas budaya dari Suku Toraja tercermin dalam sistem adat istiadat yang telah mengakar dalam kehidupan mereka, memengaruhi pelaksanaan berbagai upacara adat dan serangkaian kegiatan lain yang ternyata masih terus berlangsung hingga di zaman modernisasi seperti sekarang. Keberadaan sistem adat istiadat ini tidak hanya mempertahankan identitas kultural suku Toraja, tetapi juga menjadi landasan bagi pelaksanaan upacara adat yang memiliki peran penting dalam menjaga keharmonisan sosial dan spiritual masyarakat mereka.
ADVERTISEMENT