Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Ketika Segelintir Mengatur yang Banyak: Oligarki atau Demokrasi?
12 Mei 2025 16:09 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Putri Meylina Rizki tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Sejak runtuhnya Orde Baru pada tahun 1998, demokrasi di Indonesia mengalami transformasi besar. Pemerintahan militer yang sebelumnya mengekang kebebasan digantikan dengan sistem yang secara formal menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi. Namun, di balik kemasan tersebut, banyak pihak menyoroti bahwa praktik oligarki justru semakin menguat dalam struktur kekuasaan Indonesia (Tambunan, 2023; Virananda et al., 2021). Reformasi politik yang memperkenalkan pemilihan langsung dan sistem pemilu terbuka awalnya disambut sebagai langkah menuju pemerintahan yang lebih partisipatif. Sayangnya, ruang demokrasi ini malah dimanfaatkan oleh elit politik dan ekonomi untuk mengonsolidasikan kekuasaan mereka. Akibatnya, publik mulai mempertanyakan “Apakah demokrasi kita sungguh mewakili suara rakyat? Apakah kita sungguh hidup dalam demokrasi?”.
ADVERTISEMENT
Alih-alih mewujudkan tata kelola yang inklusif, sistem yang ada malah membuka peluang bagi segelintir elit untuk mengendalikan kekuasaan politik dan ekonomi (Warburton, 2024). Fenomena ini terlihat jelas dari dominasi dinasti politik, hubungan patron-klien, dan kebijakan publik yang lebih menguntungkan elite dibandingkan masyarakat luas. Tak hanya di arena politik, dominasi oligarki juga merasuk ke dalam struktur ekonomi. Pengusaha besar dengan akses istimewa terhadap penguasa kerap mengarahkan kebijakan negara sesuai kepentingan mereka, mengikis prinsip-prinsip keadilan dan pemerataan. Mereka juga mengontrol narasi publik, menjadikan demokrasi hanya ilusi bagi sebagian besar rakyat.
Di sisi lain, demokrasi sejatinya berlandaskan partisipasi rakyat, kesetaraan hukum, dan perlindungan hak individu. Sistem representatif memberikan ruang bagi warga untuk memilih pemimpin dan wakil yang diharapkan mampu menyuarakan aspirasi mereka. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan adanya kesenjangan partisipasi akibat ketimpangan pendidikan, ekonomi, dan akses informasi. Ketimpangan ini membuat suara rakyat kecil sering kali tidak terdengar, sementara elit dengan sumber daya besar dapat membentuk kebijakan sesuai kehendak mereka. Meski secara formal suara setiap orang memiliki nilai yang sama, secara substansial kelompok tertentu memiliki pengaruh lebih besar karena sumber daya yang mereka miliki. Hal ini menciptakan kesenjangan dalam kualitas demokrasi dan mengaburkan batas antara demokrasi dan oligarki.
ADVERTISEMENT
Ketimpangan ekonomi yang mencolok menjadi permasalahan yang serius bagi demokrasi Indonesia. Konsentrasi kekayaan pada segelintir orang berdampak langsung pada distribusi kekuasaan politik. Elit mampu mendanai kampanye mahal, melobi penguasa, dan mengendalikan media. Sementara itu, rakyat kehilangan ruang untuk mempengaruhi arah kebijakan (Ndraha et al., 2024). Kondisi ini memperkuat dominasi oligarki dan mereduksi makna pemilu sebagai alat perubahan. Ketika suara rakyat tak lagi berdampak, demokrasi hanya menjadi perayaan prosedural tanpa substansi.
Secara teori, oligarki dan demokrasi adalah dua kutub yang berseberangan. Namun, dalam praktik keduanya sering kali saling berdampingan. Oligarki merusak prinsip dasar demokrasi mealelui nepotisme, korupsi, dan pengaruh uang menjadi wajah politik Indonesia saat ini (Wingarta et al., 2021). Secara teori, demokrasi dan oligarki adalah dua konsep yang bertolak belakang. Demokrasi memberi kekuasaan kepada rakyat, sementara oligarki memberikan kekuasaan pada segelintir orang. Namun, dalam kenyataannya banyak negara yang mengklaim diri mereka sebagai demokrasi, tetapi pada saat yang sama mengizinkan oligarki berkembang. Hal ini sering kali terjadi karena adanya hubungan yang erat antara politik dan bisnis, dimana orang-orang kaya dan berkuasa dapat membeli pengaruh dan mengendalikan kebijakan. Hal ini menciptakan ketimpangan kekuasaan yang merugikan masyarakyat.
ADVERTISEMENT
Salah satu cara elit oligarki mempertahankan kekuasaan mereka adalah dengan mengontrol media dan informasi. Dalam masyarakat modern, media memegang peranan penting dalam pembentukan opini publik. Sayangnya, banyak media justru berada dalam kendali elit yang memiliki kepentingan politik (Chiuriyati, 2019; Hefri Yodiansyah, 2017). Hal ini menjadikan media bukan sebagai pengawas kekuasaan, melainkan alat propaganda untuk melanggengkan status quo. Ketika narasi publik dikendalikan, masyarakat kehilangan akses pada informasi yang jujur. Oleh karena itu, jurnalis dan media independen harus dilindungi agar bisa berfungsi sebagai pilar keempat demokrasi (Ndraha et al., 2024).
Dominasi elit dan ketimpangan struktural akhirnya melahirkan krisis legitimasi. Ketika rakyat merasa tak dilibatkan dan keputusan lebih berpihak pada elit, kepercayaan terhadap sistem demokrasi menurun drastis. Ruang ini kerap diisi oleh populisme dan ekstremisme, yang justru membahayakan stabilitas demokrasi. Untuk itu, transparansi anggaran, akuntabilitas pejabat publik, dan perbaikan layanan publik harus ditingkatkan agar kepercayaan masyarakat bisa kembali pulih (Ndraha et al., 2024).
ADVERTISEMENT
Untuk keluar dari cengkeraman oligarki, komitmen pemerintah terhadap pemberantasan korupsi dan peningkatan partisipasi publik menjadi mutlak. Dukungan dari masyarakat sipil, akademisi, dan tokoh agama sangat dibutuhkan untuk menciptakan sistem yang adil dan terbuka. Nilai-nilai Pancasila dan ajaran etika keislaman bisa menjadi pondasi moral dalam memperkuat karakter kebangsaan (Widyaningrum, 2021). Di saat yang sama, pendidikan politik dan literasi digital harus ditingkatkan agar rakyat tidak mudah dimanipulasi oleh elite politik.
Realitas politik Indonesia hari ini memperlihatkan bahwa demokrasi dan oligarki tidak berjalan secara terpisah. Seringkali, sistem yang tampak demokratis justru dikendalikan oleh segelintir elit. Dalam situasi ini, penting bagi kita untuk terus mengevaluasi struktur kekuasaan agar tidak terjebak dalam ilusi demokrasi. Partisipasi aktif masyarakat menjadi benteng terakhir agar demokrasi tidak direduksi menjadi formalitas belaka. Pemerintah yang baik bukan hanya milik pemimpin, tetapi hasil dari kolaborasi seluruh elemen bangsa. Hanya melalui keterlibatan aktif, keadilan dan kesejahteraan bisa diwujudkan. Demokrasi sejati menuntut proses panjang dan kolaboratif. Ketika rakyat diberi ruang, ketika kekuasaan diawasi dan ketika keputusan mencerminkan kehendak publik, barulah kita dapat mengatakan bahwa kita hidup dalam sebuah negara demokratis bukan sekadar menontonnya dari kejauhan dalam bayang-bayang oligarki.
ADVERTISEMENT
Sumber Referensi
Chiuriyati, S. (2019). PERAN MEDIA MASSA DALAM MEMBENTUK OPINI PUBLIK. 11(1), 1–14. http://scioteca.caf.com/bitstream/handle/123456789/1091/RED2017-Eng-8ene.pdf?sequence=12&isAllowed=y%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.regsciurbeco.2008.06.005%0Ahttps://www.researchgate.net/publication/305320484_SISTEM_PEMBETUNGAN_TERPUSAT_STRATEGI_MELESTARI
Hefri Yodiansyah. (2017). Komunikasi Politik Media Surat Kabar dalam Studi Pesan Realitas Politik pada Media Cetak Riau Pos dan Tribun Pekanbaru. Jurnal Kajian Komunikasi, 5(1), 11–30.
Ndraha, A. B., Waruwu, E., Zebua, D., Zega, A., Ekonomi, F., Nias, U., Ekonomi, F., Nias, U., Sipil, T., Nias, U., Akuatik, S. D., & Nias, U. (2024). Kebijakan kelembagaan kehumasan dan jurnalistik untuk meningkatkan transparansi dan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan. 01(September), 23–31.
Tambunan, D. (2023). The intervention of oligarchy in the Indonesian legislative process. Asian Journal of Comparative Politics, 8(2), 637–653. https://doi.org/10.1177/20578911231159395
Virananda, I. G. S., Dartanto, T., & Wijaya, B. D. (2021). Does Money Matter for Electability? Lesson Learned From the 2014 Legislative Election in Indonesia. SAGE Open, 11(4). https://doi.org/10.1177/21582440211054492
ADVERTISEMENT
Warburton, E. (2024). Private Power and Public Office: The Rise of Business Politicians in Indonesia. Critical Asian Studies. https://doi.org/10.1080/14672715.2024.2334069
Widyaningrum, R. (2021). Tantangan Pancasila Terhadap Budaya Generasi Muda Di Era Globalisasi. Jurnal JURISTIC, 2(03), 330. https://doi.org/10.35973/jrs.v2i03.2724
Wingarta, I. P. S., Helmy, B., Hartono, D., Mertadana, I. W., & Wicaksono, R. (2021). Pengaruh Politik Identitas terhadap Demokrasi di Indonesia. Jurnal Lemhannas RI, 9(4), 117–124. https://doi.org/10.55960/jlri.v9i4.419
Chiuriyati, S. (2019). PERAN MEDIA MASSA DALAM MEMBENTUK OPINI PUBLIK. 11(1), 1–14. http://scioteca.caf.com/bitstream/handle/123456789/1091/RED2017-Eng-8ene.pdf?sequence=12&isAllowed=y%0Ahttp://dx.doi.org/10.1016/j.regsciurbeco.2008.06.005%0Ahttps://www.researchgate.net/publication/305320484_SISTEM_PEMBETUNGAN_TERPUSAT_STRATEGI_MELESTARI
Hefri Yodiansyah. (2017). Komunikasi Politik Media Surat Kabar dalam Studi Pesan Realitas Politik pada Media Cetak Riau Pos dan Tribun Pekanbaru. Jurnal Kajian Komunikasi, 5(1), 11–30.
Ndraha, A. B., Waruwu, E., Zebua, D., Zega, A., Ekonomi, F., Nias, U., Ekonomi, F., Nias, U., Sipil, T., Nias, U., Akuatik, S. D., & Nias, U. (2024). Kebijakan kelembagaan kehumasan dan jurnalistik untuk meningkatkan transparansi dan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan. 01(September), 23–31.
ADVERTISEMENT
Tambunan, D. (2023). The intervention of oligarchy in the Indonesian legislative process. Asian Journal of Comparative Politics, 8(2), 637–653. https://doi.org/10.1177/20578911231159395
Virananda, I. G. S., Dartanto, T., & Wijaya, B. D. (2021). Does Money Matter for Electability? Lesson Learned From the 2014 Legislative Election in Indonesia. SAGE Open, 11(4). https://doi.org/10.1177/21582440211054492
Warburton, E. (2024). Private Power and Public Office: The Rise of Business Politicians in Indonesia. Critical Asian Studies. https://doi.org/10.1080/14672715.2024.2334069
Widyaningrum, R. (2021). Tantangan Pancasila Terhadap Budaya Generasi Muda Di Era Globalisasi. Jurnal JURISTIC, 2(03), 330. https://doi.org/10.35973/jrs.v2i03.2724
Wingarta, I. P. S., Helmy, B., Hartono, D., Mertadana, I. W., & Wicaksono, R. (2021). Pengaruh Politik Identitas terhadap Demokrasi di Indonesia. Jurnal Lemhannas RI, 9(4), 117–124. https://doi.org/10.55960/jlri.v9i4.419
ADVERTISEMENT