Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.87.1
Konten dari Pengguna
Menjadi Dewasa Itu Pelik
14 Juli 2021 17:33 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Putri Nur Ichsan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Menjadi dewasa adalah pilihan bagi setiap orang. Namun, apakah kamu tahu bagaimana rasanya proses menjadi dewasa? Akankah rasanya menyenangkan? Atau malah menyakitkan?
ADVERTISEMENT
Tidak sedikit orang yang mendambakan kebebasan di saat usianya masih belia. Mereka ingin sekali beranjak dewasa agar terbebas dari kekangan orang tua. Padahal menjadi dewasa bukanlah suatu hal yang mudah. Sebab bukan hanya usia yang bertambah, melainkan juga tanggung jawab yang akan diterima.
Begitulah yang dirasakan oleh seorang perempuan kelahiran 2000, Fauziah Fathin namanya. Perempuan manis dengan tahi lalat kecil di hidung yang menjadi ciri khasnya. Fathin setuju bahwa proses menjadi dewasa itu pelik dan menyakitkan.
Sejak kecil, orangtuanya selalu mengajarkan untuk hidup mandiri dan bertanggung jawab atas segala keputusannya. Hingga saat itu tiba, saat-saat yang mengharuskan ia untuk memilih mana yang akan menjadi langkah selanjutnya untuk ditempuh.
Tentunya setiap orang ingin memiliki masa depan yang cerah, salah satunya dengan berkuliah. Begitu pun dengan Fathin, ia memiliki cita-cita untuk menjadi seorang psikolog di kemudian hari. Namun, sangat disayangkan, keinginannya untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi negeri harus tertunda karena keberuntungan belum berpihak padanya.
ADVERTISEMENT
Dengan keyakinan yang kuat, ia pun memutuskan untuk mengambil jeda sejenak atau biasa orang menyebutnya gap year. Bukan suatu hal yang sulit baginya untuk menentukan pilihan tersebut, sebab ia percaya bahwa setiap langkah yang diambilnya pasti memiliki makna.
Mungkin saat itu ia banyak menelan komentar negatif dari orang-orang di sekelilingnya. Namun, tidak peduli pada komentar buruk yang dilemparkan oleh orang-orang tersebut, ia akan tetap menjalani pilihannya.
Karena tak ingin menyia-nyiakan waktu yang ia miliki, akhirnya Fathin memilih untuk terjun ke dunia kerja. Dengan mempersiapkan mental dan fisiknya, ia meyakinkan diri untuk menghadapi kerasnya dunia kerja. Setiap pagi saat matahari belum menampakkan diri di sebelah timur, dengan mengenakan pakaian kasual Fathin siap untuk pergi bekerja.
ADVERTISEMENT
Meski jarak yang harus ditempuh dari rumah untuk ke tempatnya bekerja sangat jauh, ia berjanji pada dirinya sendiri untuk senantiasa kuat dalam menjalankan aktivitas tersebut. Tak peduli berapa banyak peluh yang menetes di dahinya, tak peduli pula saat harus berasak dengan puluhan orang di dalam angkutan kota.
Memang benar kata orang, dunia kerja itu keras. Fathin yang saat itu belum memiliki pengalaman yang cukup dalam bidang yang ia jalani, hanya bisa bersabar saat menghadapi para seniornya. Tak jarang pula ia makan hati karena sikap dan perkataan dari atasannya.
Terlahir sebagai anak perempuan satu-satunya di antara kedua saudara lelaki, membuat Fathin merasa memiliki tanggung jawab ekstra. Terlebih lagi, sang kakak sudah memiliki keluarga kecilnya sendiri. Fathin lah yang kemudian menggantikan figur sang sulung di rumahnya. Berperan layaknya anak pertama, walaupun ia terlahir sebagai anak kedua. Bertanggung jawab atas kedua orangtuanya, juga pada adik lelakinya. Itulah yang menjadi alasannya untuk tetap bertahan dalam menghadapi beratnya kehidupan.
ADVERTISEMENT
Tetapi, seiring dengan berjalannya waktu, akhirnya Fathin mulai terbiasa dengan semuanya. Ia rela kehilangan masa mudanya demi masa depan yang cerah. Berkat usahanya yang pantang menyerah, ia pun berhasil menggapai mimpinya yang sempat tertunda, yaitu berkuliah. Bahkan ia mampu untuk menanggung sendiri semua biaya perkuliahannya.
Bekerja sambil kuliah memang terkadang terasa sulit bagi Fathin. Waktu luangnya semakin berkurang, begitu pun waktu istirahatnya. Namun, Fathin tidak peduli akan itu, ia harus tetap semangat menjalaninya. Ia percaya bahwa hasil tidak akan mengkhianati setiap prosesnya.
Seringkali butiran lacrima jatuh dari pelupuk matanya saat rasa penat menghampiri. Rasanya tidak mudah, semuanya begitu melelahkan. Ingin rasanya sesekali ia egois, namun itu tidak bisa. Satu hal yang ia dambakan adalah waktu luang. Terkadang rasa iri muncul dalam dirinya, saat ia melihat teman sebayanya yang memiliki lebih banyak waktu luang. Namun, saat rasa itu hadir, ia buru-buru menepisnya. Sebab, itulah langkah yang ia pilih sejak awal dan ia tidak boleh menyesal akan itu.
ADVERTISEMENT
Waktu terus berjalan dengan cepat. Semakin dewasa, kita dituntut untuk terus tumbuh dan berproses. Meski pahitnya, kita harus bertumpu tanpa adanya pegangan dalam menghadapi pahit manisnya kehidupan. Menghadapi segala rintangan dan tantangan, walau kadang hadir rasa tidak suka. Namun, mau tidak mau, suka tidak suka, kita harus tetap menjalankan semuanya. Rasa lelah itu wajar adanya, namun bahagia juga akan selalu ada dan menanti di depan sana. Semua rasa lelah yang dirasa pasti akan terbayarkan dengan hal-hal yang luar biasa.
Putri Nur Ichsan
Mahasiswi Politeknik Negeri Jakarta