Kontroversi Manifesto Politik dalam Sumpah Pemuda

Putri Nurul Hikmah
Mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Negeri Semarang
Konten dari Pengguna
27 Oktober 2022 17:50 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Putri Nurul Hikmah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
perhimpunan Indonesia. foto pribadi dari materi perkuliahan
zoom-in-whitePerbesar
perhimpunan Indonesia. foto pribadi dari materi perkuliahan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sekelompok pelajar yang sedang bersekolah di Belanda merasa gelisah akan nasib bangsanya yang ditindas oleh pemerintah Belanda. Mereka adalah Gunawan Mangunkusumo, Mohammad Hatta, Iwa Kusumasumantri, Sastro Mulyono, dan RM Sartono yang merupakan anggota Perhimpunan Indonesia pada kala itu.
ADVERTISEMENT
Mereka berpikir perhimpunan Indonesia yang dibentuk sejak tahun 1908 harus secara tepat memikirkan masa depan negeri Indonesia yang dijajah. Maka pada 1925, mereka merasa waktu yang tepat untuk menentukan sikap dalam bentuk pernyataan atau lebih dikenal dengan Manifesto Politik 1925. Manifesto juga dikenal dengan sebutan semangat anti kolonialisme.
Antara manifesto politik 1925 dan sumpah pemuda 1928 banyak memunculkan aspek-aspek kontroversi. Beberapa peristiwa terjadi antara tahun 1925 dan 1928 yang menunjukkan kesamaan konsep dan prinsip dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan. Perhimpunan Indonesia di Belanda kemudian mengambil langkah pertama dengan menciptakan gagasan yang kemudian oleh sejarawan Prof. Sartono Kartodiljo dianggap sebagai manifesto politik karena memiliki prinsip Persatuan, Kebebasan dan Kesetaraan (Unity, Liberty, Equality). tidak berhenti di situ peristiwa Kongres Pemuda II pada tahun 1928 memunculkan beberapa putusan kongres yang kemudian kita kenal sebagai "Sumpah Pemuda".
Petugas museum menunjukkan buku sejarah terbentuknya Sumpah Pemuda yang telah diarsipkan ke dalam format digital di Museum Sumpah Pemuda, Kramat, Jakarta, Selasa (22/3/2022). Foto: Indrianto Eko Suwarso/Antara Foto
Ada perbedaan antara manifesto politik dan sumpah pemuda. Dalam sumpah pemuda yang diutamakan hanya konsep persatuan, sedangkan manifesto politik muncul konsep kemerdekaan, persatuan, dan kesamaan.
ADVERTISEMENT
Manifesto politik perhimpunan Indonesia secara jelas disampaikan di majalah Hindia Petra tahun 1925 pada saat perhimpunan Indonesia diketuai oleh Sukiman Wiryosanjoyo. isi dari Manifesto Politik 1925 yaitu: 1). Kesatuan nasional, dengan mengesampingkan perbedaan-perbedaan sempit seperti yang berkaitan dengan kedaerahan, serta perlu dibentuk suatu kesatuan aksi untuk melawan belanda untuk menciptakan negara kebangsaan indonesia yang merdeka dan bersatu. 2). Solidaritas, terdapat kepentingan yang mendasar antara penjajah dengan yang dijajah.
Karena itu haruslah mempertajam konflik antara orang eropa dan pribumi tanpa melihat perbedaan antara orang Indonesia. 3). Non-Kooperatif, harus didasari bahwa kemerdekaan bukanlah hadiah, karena itu hendaknya dilakukan perjuangan sendiri tanpa mengindahkan lembaga yang telah ada seperti Dewan Perwakilan Kolonial (Volkskard). 4). Swadaya, perjuangan yang dilakukan haruslah mengandalkan kekuatan sendiri.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian perlu dikembangakn struktur alternatif dalam kehidupan nasional, politik, sosial, ekonomi, hukum yang kuat berakar dalam masyarakat pribumi dan sejajar dengan administrasi kolonial dalam rangka merealisasikan keempat pikiran pokok berupa ideologi.
Tujuan dari keseluruhan ini adalah gerakan kebangsaan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia. Manifesto politik itu segera dimuat di surat kabar resmi organisasi itu, Indonesia Merdeka. Kalimat itu dengan cepat menyebar di kalangan pemuda Indonesia. Gerakan pemuda Indonesia saat itu masih terdiri dari organisasi daerah seperti Jong Java, Jong Celebes, Jong Ambon dan Jong Jong lainnya.
Mahasiswa mengunjungi Museum Sumpah Pemuda, di Jalan Kramat Raya No. 106, Jakarta. Foto: Indrianto Eko Suwarso/Antara Foto
Pada tahun 1926, semua organisasi pemuda pada waktu itu sepakat untuk mengadakan konferensi pemuda di Jakarta. Kongres yang mendobrak sekat-sekat diskriminasi berdasarkan suku, agama dan ras. Tahun itu konferensi yang diketuai oleh Mohammad Thabrani Soewirjowitjitro dari Jong Java segera diadakan di Weltervreden (Gambir).
ADVERTISEMENT
Disebut sebagai Kongres Pemuda pertama dalam sejarah Indonesia. kongres ini menghasilkan Sumpah Pemuda, yang sebagian besar isinya ditulis oleh Muhammad Yamin. Isi pertemuan itu meliputi tiga ikrar yang menyatakan bahwa tanah air Indonesia, berbangsa satu Indonesia, dan menjunjung bahasa persatuan bahasa Melayu.
Isi ikrar ketiga ini ditolak oleh sanusi pane karena dia menganggap bahasa persatuan adalah bahasa indonesia. Demikian juga para peserta kongres tersebut yang tidak setuju mengenai isi dari ikrar ketiga itu setelah mengalami perdebatan yang panjang peserta rapat menolak usulan itu dan menunda penetapan hasil kongres itu.
Jadi, perdebatan bahasa persatuan, Bahasa Indonesia dalam kelanjutannya masih mengalami perdebatan panjang. Hal ini terjadi saat perdebatan dalam kongres Bahasa Indonesia pertama pada 1938 di Solo. Kongres itu seperti harus menjawab tantangan isi Sumpah pemuda, terutama kesiapan Bahasa Indonesia sebagai bahasa lisan, tulisan, hingga bahasa akademik. Dua tahun kemudian, pada 27 Oktober 1928, Kongres Pemuda Kedua diadakan lagi, di Gedung Katholike Jongenlingen (sekarang Lapangan Banten). Konferensi diadakan di tiga lokasi, lokasi kedua adalah Oost Java Bioscoop di konigspelin noord sekarang Jalan Medan Merdeka Utara. Namun, pada 28 Oktober 1928, konvensi diadakan di 106 Gudung Kramat Raya, Jakarta Pusat.
ADVERTISEMENT
Pada pertemuan kedua, Muhammad Yamin dan para pemuda lainnya sepakat untuk mengubah ikrar ketiga Sumpah Pemuda, mengubah bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia. Itu juga pertama kalinya lagu Indonesia Raya karya Wage Rudolf Soepratman dinyanyikan. Rapat kemudian ditutup dengan diumumkannya rumusan yang kemudian disebut sumpah pemuda.
Pergantian tersebut karena hampir semua kalangan mengetahui Bahasa Indonesia. Para perumus tidak menggunakan Bahasa Belanda atau Bahasa Jawa yang mayoritas orang menguasainya, diakibatkan karena Bahasa Indonesia memiliki makna lebih ketika dilihat dari sudut pandang perjuangan masyarakat bumiputera dalam menyongsong kemerdekaan.
Dengan dideklarasikannya Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, maka secara tidak langsung bahasa Indonesia akan menggantikan parole dalam pikiran dan sikap Pemuda yang sebelumnya didominasi oleh Bahasa Belanda. Bahasa Indonesia mendapat tanggapan yang serius oleh pihak Belanda jika dilihat dari surat kabar yang dimuat oleh salah satu surat kabar di Rotterdam. Surat kabar tersebut menuliskan tentang mulai terkikisnya fragmentasi dari beberapa perkumpulan di Indonesia dikarenakan populernya ide persatuan.
ADVERTISEMENT
Surat kabar tersebut secara jelas menunjukkan bahwa bahasa Indonesia secara sukses mendapat perhatian khusus oleh pihak Belanda, sekaligus menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa perjuangan yang membungkus segala macam konsep dan prinsip yang telah dirumuskan oleh berbagai kelompok pemuda Indonesia, terutama sebagai jawaban atas MANIPOL Perhimpunan Indonesia 1925.
Namun apakah nilai Manifesto Politik 1925 telah lahir dalam suatu Ikrar Sumpah Pemuda 1928 ? Dan apakah kredibilitas Sumpah Pemuda sebagai awal tonggak pengumandangan persatuan dan nasionalisme tidak layak diperdebatkan? Rupanya jika kita melihat konsep Manifesto Politik 1925 ternyata Sumpah Pemuda hanya mengimplementasikan persatuan-nya saja.
Sementara itu seperti swadaya, non-koperasi, dan solidaritas masih jauh dan belum terjamah oleh Sumpah Pemuda secara langsung. Lebih jauh Sumpah Pemuda hanya mengikrarkan diri pentingnya konsep persatuan dan kesatuan guna menuju tujuan rakyat kala itu yakni merdeka.
ADVERTISEMENT
Hal ini tentunya mengartikan bahwa "Sumpah Pemuda" yang dicetuskan oleh Muhammad Yamin hanyalah bersifat sebagai "Penerus" dari pendahulunya yakni Manifesto Politik 1925, di mana sebelumnya juga Manifesto tersebut juga terbentuk oleh "pemuda" yang saat itu sedang menempuh ilmu di Belanda. Mengartikan bahwa Sumpah Pemuda sesungguhnya ialah Manifesto Politik 1925.
Hal ini juga sering kali dikritik oleh Prof. Sartono Kartodirdjo bahwa Manifesto Politik berhasil merumuskan nasionalisme Indonesia sebagai Ideologi. Mencakup jelas unitarianisme sebagai sebuah dasar negara yang dicita-citakan. Dan ia juga mengungkapkan bahwa "Sumpah Pemuda" sesungguhnya ialah Manifesto Politik 1925 tersebut dan bukanlah hasil Kongres Pemuda II 1928 yang kita kenal sekarang dengan Sumpah Pemuda