Konten dari Pengguna

Pergerakan Perempuan yang Jarang Terekspos

Putri Nurul Hikmah
Mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Negeri Semarang
1 November 2022 6:08 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Putri Nurul Hikmah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
salah satu pahlawan wanita dari aceh cut nyak dien gambar pribadi
zoom-in-whitePerbesar
salah satu pahlawan wanita dari aceh cut nyak dien gambar pribadi
ADVERTISEMENT
Peran perempuan dalam pergerakan sejarah tampaknya tidak pernah berdiri sendiri. Kita tahu bahwa dunia ini terdiri dari setengah laki-laki dan setengah perempuan, tetapi dengan kata “gerakan dan peranan” berarti bahwa perempuan hanya kontributor dan dunia ini hanya dunia laki-laki. lalu bagaimana sebenarnya peran perempuan pada masa dulu?
ADVERTISEMENT
Disiplin sejarah sebenarnya setingkat lebih tinggi dari ilmu-ilmu sosial lainnya, sekalipun tertinggal dalam kuantitas dan kesadaran pentingnya perempuan. Sejarah sudah menganggap bahwa perempuan adalah pribadi yang individual yang dapat berdiri sendiri, terbukti dengan banyaknya buku yang ditulis tentang tokoh-tokoh perempuan.
Kesadaran Nasional bukan hanya hak dan monopoli bagi kaum laki-laki saja, namun juga kaum perempuan memiliki hak dan kewajiban untuk berpartisipasi dalam perjuangan kemerdekaan. Kebangkitan gerakan perempuan pada awalnya hanya terjadi di kalangan kelas atas saja, tetapi kemudian menyebar hingga ke kelas bawah dalam perkembangannya.
Perkembangan ini juga memiliki tujuan yang terus meningkat. Akan tetapi pada masa itu peran perempuan dalam pergerakan nasional jarang di ekspos karena budaya patriarki yang masih cukup kuat di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Adanya gerakan perempuan merupakan realisasi dari cita-cita kartini untuk memperjuangkan perbaikan status sosial perempuan. Gerakan perempuan pada awalnya identik dengan gerakan sosial dan pendidikan. Mereka lebih terlibat dalam kemajuan sosial, pemberdayaan melalui pendidikan dan keterampilan, peningkatan kehidupan keluarga, perkawinan dan peningkatan keterampilan sebagai seorang ibu.
berbagai hal dan isu juga menjadi perhatian dan kepedulian kaum perempuan Indonesia di masa Kebangkitan bangsa ini. Bahkan dari isu-isu itu tetap menjadi permasalahan dan kepedulian para perempuan. Diantara isu-isu yang muncul adalah pendidikan untuk perempuan, perkawinan anak-anak dan poligami, hak politik.
Sebelum masa kolonial, kaum perempuan Indonesia sudah mendapat pendidikan secara formal. Pendidikan yang diperoleh yaitu pengawasan orang tua anak perempuan yang di didik agar menjadi ibu dan istri yang baik. Mereka umumnya menikah pada usia yang sangat muda. Sekolah-sekolah atau lembaga pendidikan yang ada hanya diperuntukan bagi anak laki-laki.
ADVERTISEMENT
Adanya politik etis yang diusulkan oleh J.Th van Deventer khususnya dibidang edukasi juga membawa pengaruh yang besar bagi pendidikan kaum perempuan. Namun, pemerintah Hindia-Belanda tidak memberi dukungan pada usulan itu. Oleh karena itu, bersana dengan beberapa teman Belandannya, Abendanon dan istrinya membuka sekolah yang diberi nama Kartini pada tahun 1913. Dari sini kita melihat bahwa cita-cita kartini untuk memajukan kaum perempuan Indonesia mendapat tanggapan yang baik dari masyarakat.
Memasuki tahun 1910-an semakin banyak perempuan Indonesia yang memasuki dunia pendidikan Barat dan menjadi anggota elit modern. Suatu hal yang patut diingat bahwa kesempatan memperoleh pendidikan telah membuka cakrawala baru bagi kaum perempuan Indonesia dan mendorong bangkitnya kesadaran untuk bergerak maju, meningkatkan peran dan statusnya dalam masyarakat, jumlahnya pun terus meningkat. pada masa ini perempuan sudah mulai kelihatan dan tidak terdiskriminasi.
ADVERTISEMENT
Gerakan perempuan menentang tidak hanya ketidakadilan sosial, tetapi juga isu perkawinan paksa dan poligami. Isu-isu tersebut menandai awal tumbuhnya organisasi perempuan. (Struers, 2008, hlm.12).
Dari adanya isu-isu tersebut juga akhirnya memunculkan organisasi perempuan pertama yang didirikan yaitu Putri Mardika yang didirikan di Jakarta pada tahun 1912. Organisasi ini mendorong perempuan untuk berani di ruang publik, dan memperjuangkan pendidikan perempuan dengan tujuan meningkatkan martabat dan kesetaraan mereka dengan laki-laki. Sekitar tahun 1913 sampai 1915, berbagai organisasi perempuan terbentuk, terutama di Jawa. Fokus kepentingan organisasi-organisasi ini adalah membongkar penjara rumah tangga yang telah membuat mereka terkurung bagai burung, dan memajukan seluruh rakyat Jawa (Adam, 2007, hlm.10).
Karakteristik gerakan perempuan di Jawa pada masa awal umumnya bergerak pada peningkatan status perempuan dalam kehidupan keluarga, memperluas kapasitasnya sebagai ibu, dan peningkatan kualitas pendidikan bagi perempuan yang dianggap terpinggirkan saat itu. Kemajuan perempuan ini dilakukan bukan dengan menggulingkan posisi laki-laki, tetapi dengan melawan penjajah yang melakukan motif politik balas budi atau politik etis.
ADVERTISEMENT
Konsep kebangsaan dan persatuan di Indonesia telah berkembang dalam berbagai jenis organisasi perempuan, sehingga diselenggarakan kongres perempuan Indonesia di Yogyakarta sebagai wujud kesadaran nasional perempuan untuk menentukan dan mendukung persatuan di Indonesia. Kongres tersebut diadakan dengan tujuan untuk mempersatukan cita-cita dan memajukan perempuan Indonesia serta membuat gabungan organisasi perempuan.
Kongres ini berhasil memutuskan untuk membentuk gabungan atau federasi perkumpulan perempuan dengan nama Perikatan Perempuan Indonesia yang berkedudukan di Yogyakarta. Hasil lain dari kongres tersebut adalah keputusan untuk mendirikan studiefonds untuk anak-anak perempuan yang pandai tetapi tidak mampu, untuk memberantas pernikahan anak-anak dan untuk memajukan kepanduan anak-anak perempuan. Keberhasilan kongres perempuan Indonesia pertama memiliki makna khusus terhadap emansipasi perempuan Indonesia, yang kemudian kongres tersebut diadakan empat kali. Kongres perempuan mengangkat isu-isu perempuan dengan tujuan meningkatkan derajat perempuan.
ADVERTISEMENT
Antara tahun 1929 sampai 1933 kaum perempuan mengubah taktik perjuangannya, dengan cara ikut mendukung aksi kaum pergerakan nasional baik yang dilakukan dalam Mosi Soetardjo pada tahun 1939 maupun Tuntutan Gabungan Politik Indonesia pada tahun 1939 tentang Indonesia berparlemen. Gerakan perempuan pada saat itu tidak hanya menjadi bagian dari organisasi gerakan Perempuan, tetapi sudah memiliki organisasi perempuan yang berdiri sendiri secara mandiri seperti Istri Sedar, Istri Indonesia dan Putri Budi Sedjati.
Periode pergerakan perempuan terjadi dalam tiga periode yaitu pergerakan perempuan sebelum 1920, pergerakan perempuan pada tahun 1920 sampai 1930, dan gerakan perempuan setelah tahun 1930. Pergerakan perempuan sebenarnya sudah ada sebelum masa pergerakan nasional. Pergerakan perempuan dimulai pada masa penjajahan Belanda dan berlanjut hingga saat ini. Pergerakan perempuan sebelum 1920 atau awal abad ke-20 identik dengan pergerakan dalam bidang sosial dan pendidikan. Mereka lebih terlibat dalam kemajuan sosial, pemberdayaan melalui pendidikan dan keterampilan serta peningkatan kehidupan keluarga, perkawinan dan peningkatan keterampilan sebagai seorang ibu.
ADVERTISEMENT
Walau pergerakan perempuan pada awalnya merupakan gerakan individu dan tidak dalam susunan perkumpulan, namun itu merupakan langkah maju dalam proses reformasi. Pergerakan perempuan dari tahun 1920 hingga 1927 gerakan perempuan mulai menguat bahkan ada yang melangkah kearah pergerakan politik.
jadi dapat disimpulkan bahwa sebenarnya kaum perempuan juga ikut berperan penting dalam masa pergerakan nasional seperti yang dilakukan oleh RA. Kartini dan Dewi sartika akan tetapi peran tersebut seringkali tidak terlihat atau tertutup oleh anggapan bahwa perempuan itu lemah, hal ini juga terjadi dengan adanya budaya patriarki yang masih sangat kuat pada masa itu.