Konten dari Pengguna

Fleksibilitas Kerja sebagai Ajang Eksploitasi Tenaga Kerja

Putri Pramuda
Saya tertarik dengan bahasan Human Resource, Psikologi dan Industri. Saya merupakan mahasiswa Magister Profesi PIO di Universitas Airlangga.
21 Desember 2022 18:41 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Putri Pramuda tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

Pandemi yang sudah terkonfirmasi di Indonesia sejak bulan Maret 2020 meresahkan berbagai kalangan. Lingkup yang berdampak dari adanya pandemi ini mulai dari lingkup pendidikan, perekonomian termasuk perusahaan. Dengan semakin meningkatnya kasus COVID-19 membuat pemerintah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat. Sebelum pelaksanaannya, pemerintah telah melaksanakan Pembatasan Sosial Berskala Besar yang diterapkan di sejumlah wilayah Indonesia. Dengan adanya pembatasan sosial berskala besar ini tentunya membuat perusahaan wajib menerapkan sistem kerja baru untuk dapat tetap menjalankan proses bisnisnya. Salah satu kebijakan baru yang diterapkan yaitu sistem kerja work from home. Kebijakan ini dilakukan agar karyawan dapat dengan fleksibel bekerja tanpa perlu datang ke kantor.

ADVERTISEMENT
Penerapan ini tentunya diiringi dengan perombakan teknologi atau sistem internal sehingga karyawan dapat bekerja dengan maksimal meskipun di luar dari lingkungan tempat kerjanya. Semakin berkembangnya sistem internal yang dibangun perusahaan untuk bisa memenuhi kebutuhan karyawan dalam melakukan tugas kerjanya membuat kebijakan ini tetap dipertahankan. Beberapa perusahaan bahkan mengembangkan sistem kerja work from home ini menjadi sistem kerja yang bersifat fleksibel atau dikenal dengan Flexible Working Arrangement. Sistem kerja ini bukan hanya membebaskan karyawan untuk memilih tempatnya bekerja tetapi juga memberikan kebebasan karyawan untuk memilih waktu kerjanya. Sistem ini dipertahankan karena dinilai dari sisi perusahaan mampu memberikan banyak keuntungan atau dampak positif baik pada pihak perusahaan dan karyawan.
ADVERTISEMENT
Pihak perusahaan merasa penerapan fleksibilitas kerja ini membuat peningkatan keseimbangan kehidupan kerja karyawan, meningkatkan produktivitas karyawan, serta mengurangi anggaran perusahaan terkait biaya gedung untuk menyediakan tempat kerja bagi karyawan. Karyawan mendapatkan waktu yang lebih untuk berkumpul dengan keluarganya dan tentunya hal ini penting untuk bisa menjaga kesehatan mental karyawan selama masa pandemi. Dengan mental yang sehat tentunya akan adanya peningkatan produktivitas kerja dari karyawan yang secara tidak langsung juga akan berdampak pada pertumbuhan perusahaan. Penerapan kebebasan bekerja ini membuat perusahaan memiliki budaya atau citra yang positif sehingga tentunya akan secara tidak langsung mempengaruhi persepsi atau pandangan calon karyawan yang disasar. Penerapan kebebasan bekerja ini awalnya dinilai dapat memberikan keuntungan dari kedua belah pihak baik karyawan dan juga perusahaan atau pemberi kerja. Karyawan mendapatkan waktu yang lebih untuk bisa menjaga keseimbangan kehidupan dan kerjanya sedangkan perusahaan mendapatkan produktivitas dari karyawannya. Dari sekian dampak positif yang didapatkan oleh perusahaan dan karyawan.
ilustrasi eksploitasi tenaga kerja. Foto : Canva.com web edit
Penerapan ini ternyata mengundang beberapa penyalahgunaan juga dari sisi perusahaan. Berkedok penggunaan kebijakan waktu kerja, hal ini membuat perusahaan tidak memberikan batas yang jelas atas waktu kerja karyawan. Hal ini dikarenakan perusahaan berorientasi pada produktivitas karyawan. Secara tidak langsung eksploitasi tenaga kerja yang berlebihan membuat hal ini menyimpang dari konsep awal munculnya sistem fleksibilitas kerja. Dengan kata lain, untuk mengejar target produksi, perusahaan memaknai dan memberlakukan sistem kebebasan kerja ini guna mempertahankan mutu kerja dari karyawan. Kebebasan kerja yang pada awal mulanya diciptakan agar karyawan dapat memiliki otonomi kebebasan dan dapat menentukan sendiri waktu dan tempat mereka bekerja, kini mengalami pergeseran makna ke peningkatan produktivitas yang tidak jarang mengarah pada eksploitasi tenaga kerja.
ADVERTISEMENT
Kenapa hal ini bisa terjadi?
Hal ini bisa ditelaah secara kritis dengan mengupas kebijakan dan peraturan dari penerapan fleksibilitas kerja. Kebijakan fleksibilitas kerja yang dicanangkan oleh pemangku kepentingan awalnya memiliki dalih pemberian keseimbangan kehidupan dan kerja kepada karyawan. Ideologi yang digunakan dalam penerapan fleksibilitas kerja berpatokan pada ideologi liberalisme yang berdasarkan pada kebebasan. Selain itu terdapat ideologi kapitalisme dibalik kebijakan tersebut karena ideologi kapitalisme memiliki kepentingan tersendiri. Kepentingan kapitalisme yaitu dalam mencari keuntungan dengan memanfaatkan adanya ideologi liberalisme. Pembuat kebijakan yaitu pemerintah serta perusahaan bertindak sebagai agen yang memutuskan keberlakuan kebijakan fleksibilitas kerja sehingga dari hal tersebut kita dapat mencari tahu apa sebenarnya tujuan pemerintah dan perusahaan ketika menerapkan kebijakan fleksibilitas kerja ini.
ADVERTISEMENT
Fleksibilitas kerja dikonstruksikan oleh agen melalui tangan-tangan pemerintah dan disebarkan melalui media, akan pentingnya fleksibilitas kerja ini. Hal ini dilakukan untuk menanamkan ke masyarakat bahwa sistem fleksibilitas kerja ini merupakan suatu hal yang baik dan memiliki banyak keuntungan. Jika kita perhatikan kembali, apakah ini semacam ‘perselingkuhan’ antara pemerintah dan pihak perusahaan? karena pemerintah merupakan orang-orang yang pada dasarnya memiliki kepentingan baik dari segi pemberian modal finansial, investor dan modal ekonomi lainnya dari perusahaan. Dengan menerapkan aturan fleksibilitas kerja diharapkan investor perusahaan akan semakin meningkat sehingga pemerintah mendapatkan keuntungan dan perusahaan bisa mendapat profit yang lebih dari penerapan kebijakan fleksibilitas kerja.
Dari sisi karyawan, penerapan fleksibilitas kerja ini cenderung mempermainkan kondisi psikologis dan motivasi karyawan. Karyawan dijanjikan adanya pemberian reward dan motivasi lebih saat bekerja. Secara tidak langsung perusahaan melakukan eksploitasi menggunakan target yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Dalam fleksibilitas kerja ini ditemukan adanya pergulatan antara ideologi humanisme dan kapitalisme. Dari hal ini dapat dilihat bahwa perusahaan memiliki kepentingan kapitalisme dibalik humanisme terhadap karyawan. Dengan target yang tinggi, perusahaan mempersulit karyawannya untuk bisa mencapai reward tersebut. Perusahaan memiliki kewenangan untuk mempermainkan motivasi karyawan karena dalam konteks ini perusahaan sebagai pihak penguasa.
ADVERTISEMENT
Penguasa dapat mempermainkan pihak yang berada di posisi yang lemah atau memiliki ketergantungan dengan penguasa, karena karyawan memiliki ketergantungan dengan perusahaan. Jika kita lihat dari hubungan tata kerja atau kemitraan antara pihak perusahaan dengan karyawan, dalam perspektif teori ketergantungan karyawan cenderung memiliki posisi yang lebih lemah dibandingkan dengan pihak perusahaan apalagi pada karyawan yang tidak memiliki sumber daya atau modal sosiokultural atau intelektual yang memadai sehingga mereka cenderung dipermainkan oleh pihak perusahaan. Hal ini membuat karyawan hanya bisa mengikuti alur permainan yang telah ditetapkan.