Konten dari Pengguna

Sulitnya Mencari Kerja: Problematika Anak Muda di Indonesia

Putri Puspitasari
Mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya
13 Oktober 2024 17:58 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Putri Puspitasari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ilustrasi isi kepala anak muda di Indonesia. (Foto: Putri Puspitasari/Dokumentasi Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
ilustrasi isi kepala anak muda di Indonesia. (Foto: Putri Puspitasari/Dokumentasi Pribadi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebenarnya apa penyebab dari tingginya angka pengangguran di Indonesia ini? Kepala BPS Amalia Widyasanti menyatakan bahwa jumlah tenaga kerja yang semakin tinggi ini tidak bisa terserap semuanya. Sehingga selisih dari angka ini kemudian menjadi pengangguran.
ADVERTISEMENT
Berbagai opini juga tersebar di media sosial mengenai mirisnya fenomena pengangguran di Indonesia ini. Misalnya banyak sekali orang yang menyayangkan sistem atau budaya “palugada” yang artinya “apa lu mau, gua ada”, sebuah budaya di mana satu karyawan harus bisa memiliki banyak skill. Sehingga tenaga kerja semakin tidak terserap, sebab dalam beberapa job desk bisa dikuasai oleh satu orang.
Opini lain juga menyayangkan banyaknya regulasi yang tidak menguntungkan para tenaga kerja. Misalnya lowongan kerja yang kebanyakan di masa ini memiliki batas usia maksimal 25 tahun. Seolah-olah mereka yang sudah berusia di atas itu tidak pantas lagi untuk bekerja dan dinilai tidak produktif.
Faisal Basri, pengamat ekonomi di Indonesia melihat ada beberapa penyebab kenapa anak muda sulit mencari pekerjaan. Penyebabnya adalah lapangan pekerjaan yang tidak bermutu makin banyak bagi mereka yang lulusan perguruan tinggi.
ADVERTISEMENT
Jenis lapangan pekerjaan pada saat ini menurut Faisal juga kebanyakan di sektor informal seperti driver transportasi online, jasa ekspedisi/kurir. Sehingga mereka yang sudah bekerja di sektor ini pun tetap harus terbuka dan mencari pekerjaan lain dengan gaji yang lebih tetap.
Faisal Basri menambahkan bahwa angka pekerja informal capai 60% dan kebanyakan lapangan pekerjaan saat ini tidak bermutu. Hal ini menjadi penyebab pengangguran di Indonesia.
Saking sulitnya mencari kerja, kebanyakan anak muda memilih untuk lanjut menganggur saja. Hal ini diungkapkan oleh Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Bappenas, Maliki.
Lebih lanjut, kondisi meningkatnya angka pengangguran di Indonesia ini dimulai dari Pandemi Covid-19. Di sisi lain, pandemi memang meningkatkan peluang kerja dan bisnis seperti UMKM melalui digital marketing atau banyak juga yang memilih menjadi influencer/content creator. Tetapi persaingan yang semakin sengit di dunia digital dan media sosial ini juga semakin tidak sehat. Sebab terlalu banyak juga yang berlomba-lomba agar bisa mendapatkan monetisasi dari media sosial. Pada akhirnya, banyak juga mereka yang menghalalkan cara apa pun agar kontennya mendapatkan engagement yang tinggi.
ADVERTISEMENT
Masalah semakin menumpuk, masyarakat Indonesia juga semakin desperate dan berusaha untuk melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan moral dan aturan hukum. Seperti melamar kerja melalui “orang dalam” (nepotisme), melakukan penipuan, pencurian dan hal-hal yang melanggar aturan hukum lainnya.
Selain perilaku yang amoral ini, perasaan putus asa juga memunculkan perilaku lain seperti kurangnya minat anak muda untuk menikah, tidak ada minat untuk melakukan saving (menabung), dan jauh lebih memilih untuk mengeluarkan uang pada kebutuhan tersier bagi kesenangan temporal daripada kebutuhan yang lebih primer.
Kondisi ini sangat memprihatinka. Jika diperhatikan, segala upaya memang telah dilakukan oleh masyarakat agar bisa mendapatkan pekerjaan. Tanggungjawab terbesar dalam permasalahan ini memang berada di pemerintah yang kurang memperhatikan hak rakyatnya.
ADVERTISEMENT
Berbagai kebijakan atau regulasi yang dilakukan pemerintah tidak memihak rakyat dan justru semakin menyulitkan kondisi rakyat. Seperti pengelolaan SDAE (Sumber Daya Alam dan Energi) yang justru diberikan kepada warna negara asing. Peluang kerja pun semakin menipis. Sudah seharusnya, negara memberikan tanggungjawab penuh kepada rakyatnya untuk mengurangi angka pengangguran di Indonesia ini.