Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.0
Konten dari Pengguna
Kemiskinan di Tanah Papua: Ketimpangan Tak Kunjung Usai, Bagaimana Realitanya?
3 Februari 2025 6:50 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Putri Rehulina Damanik tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kesejahteraan penduduk merupakan cita-cita Bangsa Indonesia seperti yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945. Dimana setiap rakyat berhak untuk hidup layak. Maka dari itu dalam proyek pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN) 2020-2024 mencerminkan visi strategis bangsa Indonesia dalam mewujudkan pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing. Peningkatan kualitas SDM ini bertujuan untuk mempersiapkan generasi penerus yang mampu mengelola dan mempertahankan kedaulatan bangsa di masa mendatang (Kementerian PPN, 2020). Hal ini sejalan dengan pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), yang menekankan pentingnya pengembangan manusia secara komprehensif, baik dari segi pendidikan, kesehatan, maupun kesejahteraan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Namun jika melihat kondisi Negara Indonesia saat ini masih banyak masalah sosial-ekonomi yang perlu diselesaikan seperti kemiskinan yang terjadi di Provinsi Papua. Timbulnya masalah tersebut merupakan kendala dalam membangun kualitas SDM yang bermutu. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Kemiskinan diartikan sebagai suatu kondisi kehidupan yang terjadi disebagian masyarakat, mereka tidak mampu mendapatkan sumber daya yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok minimum serta mereka hidup di bawah tingkat kebutuhan minimum tersebut.
Papua merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Namun, potensi ini belum berhasil dikelola secara maksimal. Sebagai dampaknya, Papua masih menjadi provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi di Indonesia. Pada Maret 2023, tercatat bahwa 26,03% penduduk di provinsi ini hidup dalam kondisi miskin. Dimana angka ini menjadikan provinsi termiskin dalam skala nasional. Padahal Papua merupakan salah-satu provinsi dengan potensi sumber daya alam yang melimpah yang salah-satunya adalah potensi pertambangan. Pulau yang terletak di ujung timur Indonesia ini adalah wilayah yang tak diragukan lagi kaya akan sumber daya alam. Kekayaan ini mencakup tambang emas, tembaga, batu bara, besi, batu kapur, pasir kaolin, minyak bumi, dan gas alam. Potensi mineralnya yang melimpah menjadikan Papua pusat perhatian dunia. Melihat besarnya nilai strategis Papua, wajar jika berbagai pihak berusaha memanfaatkan sumber daya ini. Namun, kekayaan tersebut harus dikelola dengan bijak agar dapat memberikan manfaat optimal bagi perekonomian nasional tanpa mengabaikan dampak lingkungan dan kesejahteraan masyarakat setempat, khususnya masyarakat adat yang telah lama hidup berdampingan dengan alam Papua. Sebagai salah satu wilayah yang menjadi tulang punggung sumber daya mineral Indonesia, Papua perlu dijaga dan dilindungi. Pengelolaan yang tepat akan memastikan bahwa kekayaan ini dapat diwariskan kepada generasi mendatang, sekaligus mendukung pembangunan berkelanjutan yang adil dan inklusif. Papua adalah anugerah besar bagi Indonesia, dan tanggung jawab kita bersama untuk menjaganya dari eksploitasi yang merugikan. Berikut ini potensi pertambangan yang dimiliki Papua jika dibandingkan dengan provinsi lain:
Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa Papua menjadi wilayah dengan volume cadangan bijih emas terbesar salah-satu di Indonesia tahun 2020. Dengan tingkat potensi yang dilimiki sudah seharusnya masyarakat mendapatkan dampak positif dari sumber daya alam yang mereka miliki. Namun jika dilihat dari sebenarnya berdasarkan data kemiskinan Papua masih menjadi Provinsi dengan tingkat kemiskinan yang tinggi secara nasional.
ADVERTISEMENT
Kemiskinan yang terjadi di Provinsi Papua memiliki keterkaitan erat dengan dinamika pengangguran dan tingkat pendapatan. yang disebabkan oleh berbagai faktor sosial, ekonomi, dan geografis. Akses terhadap infrastruktur dasar, seperti pendidikan dan kesehatan, masih sangat terbatas, terutama di daerah pedalaman. Jika dilihat dari data ketenagakerjaan Provinsi Papua dari tahun 2021 sampai tahun 2023, terdapat tren peningkatan jumlah angkatan kerja secara konsisten. Jumlah ini meningkat dari 1,9 ribu orang pada tahun 2021 menjadi 2,5 ribu orang di tahun 2023. Dimana sekitar 2,4 ribu berstatus bekerja. Peningkatan penduduk angkatan kerja ini menandakan potensi ekonomi yang lebih besar jika sumber daya manusia dapat dimanfaatkan secara optimal.
Namun dengan meningkatnya angkatan kerja di Provinsi Papua belum bisa mesejahterakan penduduk Papua. Hal ini dikarenakan masih tingginya persentase kemiskinan. Dimana Provinsi Papua menjadi Provinsi dengan persentase kemiskinan tertinggi di indonesia dalam kurun waktu 3 tahun ini. Hal ini dapat disebabkan karena karena pekerja Provinsi Papua dominasi sektor informal sebesar 84,43% . Dimana sektor ini merupakan sektor dengan pendapatan kurang stabil. Tingginya proporsi pekerja di sektor informal dapat disebabkan oleh beberapa faktor salah-satunya adalah pendidikan. Tingkat pendidikan dapat menjadi tolok ukur untuk menentukan kualitas dari angkatan kerja tersebut.
Dari Gambar 2 di atas dapat dilihat bahwa rata-rata pekerja di Provinsi Papua pada tahun 2023 masih didominasi oleh kelompok masyarakat yang tidak bersekolah atau belum pernah mengenyam pendidikan formal, dengan jumlah mencapai 665 ribu orang. Angka ini menunjukkan fakta yang memprihatinkan mengenai rendahnya tingkat pendidikan tenaga kerja di Papua. Lebih ironis lagi, jumlah pekerja yang memiliki pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) justru lebih rendah dibandingkan dengan mereka yang tidak bersekolah, menunjukkan keterbatasan akses pendidikan menengah di wilayah tersebut. Di sisi lain, pekerja dengan tingkat pendidikan di atas SMA, seperti lulusan universitas dan pendidikan diploma, masih berada pada angka yang sangat rendah, hanya sekitar 170 ribu orang. Hal ini mengindikasikan bahwa hanya segelintir penduduk Papua yang memiliki kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi. Situasi ini tentu berimplikasi negatif terhadap kualitas tenaga kerja Papua, yang pada akhirnya berdampak pada jenis pekerjaan yang dapat mereka akses. Mereka yang tidak memiliki pendidikan atau hanya berpendidikan rendah umumnya terjebak dalam pekerjaan informal dan tidak layak, yang cenderung memiliki pendapatan rendah serta minim perlindungan sosial.
ADVERTISEMENT
Rendahnya rata-rata pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat Papua tidak terlepas dari kurangnya fasilitas pendidikan yang mendukung proses belaja belajar. Hal ini dikarenakan Provinsi Papua memiliki kondisi geografis yang sangat beragam, dengan sebagian besar wilayahnya terdiri dari pegunungan, hutan lebat, dan rawa-rawa yang sulit dijangkau. Hal ini menjadi tantangan utama dalam penyelenggaraan pendidikan, terutama di daerah-daerah pedalaman yang terisolasi. Terbatasnya infrastruktur pendidikan dan kesulitan akses transportasi ke wilayah-wilayah terpencil mengakibatkan banyak sekolah di Papua sulit dijangkau oleh siswa maupun guru. Sebagai dampaknya, tingkat partisipasi sekolah di Papua lebih rendah dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia. Kondisi ini berperan dalam rendahnya angka partisipasi sekolah di Papua, yang masih tertinggal dari rata-rata nasional, berdasarkan data BPS 2023.
ADVERTISEMENT
● Usia 7-12 tahun: Angka partisipasi sekolah di Papua hanya 83,61%, jauh di bawah rata-rata nasional yang sebesar 99,16%.
● Usia 13-15 tahun: Partisipasi sekolah tercatat 80,91%, sementara rata-rata nasional mencapai 96,1%.
● Usia 16-18 tahun: Angka partisipasi ini menurun menjadi 64,15%, lebih rendah dibandingkan rata-rata nasional yang 73,42%.
● Usia 19-24 tahun: Angka partisipasi sekolah paling rendah tercatat pada 23,89%, sementara rata-rata nasional mencapai 26,85%.
Kesenjangan ini menandakan perlunya upaya lebih untuk meningkatkan akses pendidikan di Papua, terutama di daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau.
Realita tingkat pendidikan rendah yang dimiliki pekerja di Papua mendorong mereka mendapatkan pekerjaan dengan pendapatan yang rendah. Dimana jenis lapangan pekerjaan yang paling banyak menyerap tenaga kerja di Papua adalah sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan di Papua sangat dominan, yaitu mencapai 1,6 juta orang atau sebesar 68,05 persen dari total penduduk yang bekerja. Hal ini lah kemudian yang menyebabkan tingginya kemiskinan yang terjadi di Papua. Masalah kemiskinan yang terus membayangi masyarakat Papua membawa mereka masuk kedalam masalah baru seperti masalah kesehatan. Karena dengan tingginya angka kemiskinan maka masyarakat akan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar mereka seperti pangan baik secara kualitas mampun kuantitas. Jika kebutuhan ini tidak terpenuhi maka akan menyebabkan timbulnya masalah kesehatan seperti malnutrisi, stunting, weghting dan lain-lain, sehingga memperburuk keadaan kesejahteraan masyarakat Papua. Papua menjadi salah-satu Provinsi dengan tingkat presentase Stunting tertinggi di Indonesia yang berada di angka 34,6% menurut survei status gizi kementrian kesehatan tahun 2023. Dengan kekayaan yang dimiliki seharusnya kebutuhan dasar seperti kesehatan sudah seharusnya tercukupi. Tetapi pada kenyataannya tidak seperti yang diharapkan, karena masih tingginya masalah kesehatan yang terjadi di Papua. Jika masalah ini tidak diatasi maka akan menjadi ancaman dalam tujuan membangun Sumber Daya Manusia yang baik.
ADVERTISEMENT
Tanah yang kaya sejatinya belum bisa membuat Papua terlepas dari bayang-bayang kemiskinan sampai saat ini. Maka dari itu pemerintah dan seluruh elemen masyarakat harus saling bekerja sama. Terutama untuk meningkatkan sektor dasar seperti pendidikan dan kesehatan di Papua. Karena jika hal mendasar ini tidak dapat terpenuhi maka akan memberikan efek negatif ke sektor lainnnya. Selanjutnya, untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan yang optimis, maka pemerintah harus memanfaatkan tiga sektor utama yang menjadi pendorong ekonomi di Papua yaitu pertanian, manufaktur, dan jasa. Ketiga sektor ini memiliki hubungan yang saling mendukung dan melengkapi. Sektor pertanian menyediakan bahan baku untuk manufaktur, sementara sektor manufaktur menghasilkan produk yang dimanfaatkan oleh sektor pertanian dan jasa. Di sisi lain, sektor jasa menyediakan layanan yang diperlukan oleh sektor pertanian dan manufaktur. Keberhasilan suatu negara bergantung pada keseimbangan antara ketiga sektor ini. Sektor pertanian yang kuat menjamin ketahanan pangan, sektor manufaktur yang kokoh menciptakan lapangan kerja dan mendorong ekonomi, sedangkan sektor jasa yang maju meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
ADVERTISEMENT