Harta Warisan Anak Perempuan dalam Islam

Putri Syifa Asilah
Seorang Mahasiswi Ekonomi Syariah di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Konten dari Pengguna
17 Juni 2021 21:44 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Putri Syifa Asilah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
sumber foto: pribadi
zoom-in-whitePerbesar
sumber foto: pribadi
ADVERTISEMENT
Masalah warisan dalam Islam menempati kedudukan yang amat penting, karenanya masalah warisan dijelaskan secara tegas dan terperinci di dalam Al-Quran. Hal ini dapat dimengerti, sebab masalah warisan pasti dialami oleh setiap orang.
ADVERTISEMENT
Sengketa antara ahli waris yang diputuskan secara litigasi melalui jalur pengadilan pada dasarnya bukanlah penyelesaian hukum yang terbaik, karena penyelesaian sengketa hukum yang terbaik adalah ketika para pihak mampu dan dapat duduk bersama mencari kata sepakat yang menghasilkan suatu kesepakatan bersama sebagai langkah penyelesaian.
Ketentuan hukum waris dalam Islam merupakan ketetapan yang datangnya dari Allah SWT. Oleh karena itu, maka dalam membagi harta warisan tetaplah mengacu pada ketetapan-ketetapan Allah dalam Al-Quran dan hadis-hadis yang disampaikan oleh Rasulullah SAW. Sebagai sumber utama dari hukum Islam. Sistem kewarisan Islam, kedudukan perempuan dengan laki-laki sama-sama sebagai ahli waris. Janda, anak perempuan, ibu, dan saudara perempuan diakui kedudukannya sebagai ahli waris. Perbedaannya terletak pada porsi atau besarnya bagian harta warisan yang diterima.
ADVERTISEMENT
Kedudukan anak atau kaum perempuan dalam pembagian harta warisan di Indonesia dapat dilihat dari beberapa sistem hukum kewarisan yang berlaku di Indonesia, yaitu sistem hukum adat, KUHPerdata, dan sistem hukum kewarisan Islam yang terkandung di dalam KHI. Sistem hukum kewarisan adat mengenal tiga sistem kewarisan, individual, kolektif, dan mayorat.
Sistem kewarisan Adat sangat dipengaruhi oleh sistem kekerabatan (kekeluargaan). Berdasarkan genealogis yang terdapat dalam masyarakat Adat di Indonesia, terdapat beberapa tipoligi sistem kekerabatan, yaitu patrilineal, matrilineal, dan parental.
Sistem kewarisan menurut KUHPerdata, menurut Hukum Perdata Barat tata cara pembagian harta warisan dibagi menjadi dua prosedur, yaitu pewarisan berdasarkan undang-undang (ab intestato) dan pewarisan berdasarkan wasiat (testament).
Kedudukan perempuan menurut sistem kewarisan KUHPerdata dapat dilihat dalam Pasal 852 a KUHPerdata menegaskan bahwa suami atau isteri (janda atau duda) mendapatkan bagian yang sama dengan anak. Ketentuan yang mempersamakan janda atau duda mendapatkan bagian yang sama dengan anak ini hanya berlaku dalam pewarisan menurut undang-undang. Jadi baik janda maupun duda tidak selalu sama dengan anak, karena janda atau duda tidak berhak atas legitieme portie (bagian mutlak).
ADVERTISEMENT
Kedudukan anak perempuan sebagai ahli waris telah ditentukan dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 11, yaitu sebagai berikut:
يُوْصِيْكُمُ اللّٰهُ فِيْٓ اَوْلَادِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِ ۚ فَاِنْ كُنَّ نِسَاۤءً فَوْقَ اثْنَتَيْنِ فَلَهُنَّ ثُلُثَا مَا تَرَكَ ۚ وَاِنْ كَانَتْ وَاحِدَةً فَلَهَا النِّصْفُ ۗ وَلِاَبَوَيْهِ لِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُ مِمَّا تَرَكَ اِنْ كَانَ لَهٗ وَلَدٌ ۚ فَاِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهٗ وَلَدٌ وَّوَرِثَهٗٓ اَبَوٰهُ فَلِاُمِّهِ الثُّلُثُ ۚ فَاِنْ كَانَ لَهٗٓ اِخْوَةٌ فَلِاُمِّهِ السُّدُسُ مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصِيْ بِهَآ اَوْ دَيْنٍ ۗ اٰبَاۤؤُكُمْ وَاَبْنَاۤؤُكُمْۚ لَا تَدْرُوْنَ اَيُّهُمْ اَقْرَبُ لَكُمْ نَفْعًا ۗ فَرِيْضَةً مِّنَ اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيْمًا حَكِيْمًا
Artinya: Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan).
ADVERTISEMENT
Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga.
Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.
Ayat di atas memberikan penjelasan bahwa Allah SWT. menetapkan bagian satu orang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Dengan demikian, jika seseorang meninggalkan seorang anak laki-laki dan dua orang anak perempuan, maka dalam kasus ini anak laki-laki mendapat bagian dua pertiga dan saudara perempuannya mendapat bagian satu pertiga dari harta warisan.
ADVERTISEMENT
Di negara Indonesia, kedudukan anak perempuan dalam kewarisan Islam dapat dilihat dalam rumusan Pasal 176 KHI, yang menyebutkan
Ketentuan pasal ini sangat sesuaI dengan ketentuan yang dijelaskan Allah SWT. di dalam Al-Quran surat Annisa (4: 11).
Kedudukan anak perempuan dalam pembagian hukum warisan menurut Islam adalah sama dengan anak laki-laki, yakni sama-sama berhak untuk mewarisi harta peninggalan orang tuanya atau kerabatnya.
Hanya saja, bagian laki-laki lebih besar dari bagian perempuan, yaitu dua bagian dari bagian dua orang anak perempuan. Hak mewarisi dari saudara sekandung dari ayah yang meninggalkan seorang anak perempuan dalam perspektif hukum Islam, berkedudukan sebagai ashabah bi ghairihi, karena secara bersama-sama mewarisi antara laki-laki dan perempuan. Sedangkan besarnya hak dari saudara adalah sisa dari pembagian ashabul furud, yaitu setelah isteri dan seorang anak perempuan mengambil bagiannya masing-masing.
ADVERTISEMENT