Konten dari Pengguna

Praktik Kerja Shein di China sebagai Sisi Gelap Industri Fast Fashion

Putri Triyana Indah Karunia
Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Sebelas Maret
26 Desember 2024 16:45 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Putri Triyana Indah Karunia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Aplikasi atau situs dari Shein. Source: Unplash
zoom-in-whitePerbesar
Aplikasi atau situs dari Shein. Source: Unplash
ADVERTISEMENT
Industri fast fashion, yang menawarkan pakaian murah dan cepat, telah menjadi bagian dari kehidupan konsumen global. Namun, di balik popularitasnya, ada realitas suram: eksploitasi tenaga kerja. Salah satu merek paling dikenal dalam industri ini adalah Shein, perusahaan fast fashion yang berbasis di Cina. Di pabrik-pabrik Shein, perempuan mendominasi tenaga kerja, tetapi mereka juga menjadi kelompok yang paling rentan terhadap eksploitasi. Praktik ini tidak hanya mencerminkan ketimpangan gender dalam skala lokal, tetapi juga dalam ekonomi politik global yang menempatkan perempuan sebagai tenaga kerja murah.
ADVERTISEMENT
Artikel ini akan mengupas bagaimana praktik kerja di Shein mencerminkan ketidakadilan gender, dinamika sosial dan ekonomi yang memperkuat kerentanan pekerja perempuan, dampak kritik global terhadap perusahaan, serta solusi kebijakan untuk mengatasi masalah ini.
Ketimpangan gender dalam praktik kerja Shein terlihat jelas dalam struktur tenaga kerja. Pekerja perempuan menjadi mayoritas di pabrik-pabrik Shein di Cina. Mereka sering kali menerima upah yang sangat rendah, jauh di bawah standar hidup layak, dan bekerja selama 12 hingga 18 jam sehari. Selain itu, kondisi kerja mereka sering kali tidak aman, dengan minimnya perlindungan hukum dan jaminan sosial.
Hal ini mencerminkan struktur ekonomi global yang memprioritaskan efisiensi produksi dan biaya rendah, sementara mengabaikan kesejahteraan pekerja. Perempuan, yang dianggap “tenaga kerja murah”, menjadi tulang punggung model bisnis fast fashion ini. Eksploitasi ini tidak hanya mencerminkan diskriminasi gender tetapi juga memperdalam jurang ketidaksetaraan dalam skala global.
ADVERTISEMENT
Mayoritas pekerja di pabrik-pabrik fast fashion adalah perempuan, sering kali berasal dari latar belakang sosial ekonomi rendah. Di Cina, mereka adalah migran dari pedesaan yang mencari pekerjaan di kota besar. Banyak dari mereka terjebak dalam lingkaran kemiskinan karena upah rendah dan biaya hidup yang tinggi.
Di sisi lain, Shein sebagai perusahaan multinasional memainkan peran besar dalam memanfaatkan tenaga kerja perempuan ini. Dengan model bisnis yang menuntut produksi cepat dan murah, Shein memaksimalkan keuntungan dengan mengorbankan hak pekerja. Di tingkat global, konsumen juga menjadi bagian dari masalah ini, karena permintaan tinggi akan produk fast fashion membuat perusahaan terus menjalankan praktik eksploitasi.
Pusat produksi utama Shein adalah di Cina, di mana regulasi perlindungan pekerja sering kali lemah. Dengan biaya tenaga kerja yang rendah, Cina menjadi lokasi strategis bagi perusahaan seperti Shein untuk memproduksi barang dalam jumlah besar dengan harga minimal. Di pabrik-pabrik ini, perempuan bekerja dalam kondisi yang tidak manusiawi untuk memenuhi tuntutan pasar global.
ADVERTISEMENT
Namun, dampak dari eksploitasi ini terasa secara global. Sementara Shein menikmati keuntungan besar, para pekerja perempuan di Cina terjebak dalam kemiskinan struktural. Di sisi lain, reputasi Shein mulai terpengaruh oleh kritik dari organisasi hak asasi manusia dan media internasional.
Eksploitasi tenaga kerja di industri fast fashion bukanlah hal baru, tetapi perhatian terhadap masalah ini semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Popularitas Shein yang meroket, terutama sejak pandemi COVID-19, telah membuat praktik kerja perusahaan ini menjadi sorotan global. Laporan investigasi yang mengungkap jam kerja panjang dan upah rendah di pabrik-pabrik Shein memicu kritik luas, baik dari organisasi non-pemerintah, media, hingga konsumen individu.
Namun, Shein terus mendominasi pasar dengan strategi pemasaran agresif dan harga yang sangat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun kritik meningkat, perubahan nyata masih sulit dicapai.
ADVERTISEMENT
Ada beberapa faktor yang menyebabkan ketimpangan gender dan eksploitasi tenaga kerja di Shein. Pertama, perempuan sering kali dianggap sebagai tenaga kerja yang lebih murah dan “patuh” dibandingkan laki-laki, membuat mereka lebih rentan terhadap eksploitasi. Kedua, lemahnya regulasi ketenagakerjaan di Cina memungkinkan perusahaan seperti Shein untuk mengabaikan hak-hak pekerja.
Selain itu, dinamika ekonomi politik global memperkuat eksploitasi ini. Konsumen di negara-negara Barat yang menginginkan pakaian murah secara tidak langsung mendukung model bisnis yang tidak etis ini. Tanpa tekanan yang cukup dari masyarakat internasional, perusahaan seperti Shein cenderung mempertahankan praktik mereka.
Kritik terhadap Shein semakin kuat, baik dari organisasi hak asasi manusia maupun media internasional. Beberapa laporan investigasi telah mengungkap kondisi kerja tidak manusiawi di pabrik-pabriknya. Tekanan ini mulai memengaruhi legitimasi Shein di tingkat global, meskipun dampaknya terhadap kebijakan internal perusahaan masih terbatas.
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan solusi kolektif. Pemerintah, organisasi internasional, dan konsumen dapat berperan dalam menciptakan perubahan. Beberapa langkah yang dapat diambil meliputi:
1. Regulasi Internasional: Organisasi internasional seperti PBB atau ILO (International Labour Organization) dapat menetapkan standar kerja yang harus dipatuhi oleh perusahaan multinasional.
2. Tekanan Konsumen: Kampanye global yang mengedukasi konsumen tentang dampak pembelian produk fast fashion dapat mengurangi permintaan dan mendorong perusahaan untuk beralih ke model bisnis yang lebih etis.
3. Sertifikasi Etis: Pengenalan sertifikasi untuk produk yang dihasilkan melalui praktik kerja yang adil dapat membantu konsumen membuat pilihan yang lebih bertanggung jawab.
4. Peningkatan Regulasi di Cina: Pemerintah Cina perlu memperkuat regulasi ketenagakerjaan untuk melindungi pekerja perempuan dari eksploitasi.
ADVERTISEMENT
Ketimpangan gender dan eksploitasi tenaga kerja dalam industri fast fashion, seperti yang terjadi pada praktik kerja Shein di Cina, mencerminkan masalah yang kompleks. Hal ini membutuhkan perhatian serius dari berbagai pihak, termasuk perusahaan, pemerintah, organisasi internasional, dan konsumen. Dengan langkah kolektif, kita dapat menciptakan perubahan nyata. Model bisnis yang lebih adil tidak hanya akan meningkatkan kesejahteraan pekerja perempuan, tetapi juga membawa manfaat jangka panjang bagi masyarakat global. Kini, saatnya kita memprioritaskan keadilan dan keberlanjutan dalam industri fashion, demi masa depan yang lebih baik untuk semua.