Konten dari Pengguna

Bagaimana Keterkaitan Emisi Karbon dan Efisiensi Hijau di Sektor Industri?

Putri Ayu
Dosen Ekonomi Pembangunan Kampus Payakumbuh, Fakultas Ekonomi Universitas Andalas
1 Desember 2024 11:43 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Putri Ayu tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Industri Sumatera Barat
Data BPS Sumatera Barat mengungkapkan slapangan usaha industri pengolahan termasuk lima besar berkontribusi terhadap PDRB Sumatera Barat. Akan tetapi, dalam menghasilkan output industri manufaktur berdasarkan data BPS Sumatera Barat menunjukkan bahwa terdapat sejumlah bahan bakar yang digunakan dalam produksi. Bahan bakar yang digunakan ini tentu akan menyebabkan adanya emisi karbon.
ADVERTISEMENT
Saya mencoba mengidentifikasi total emisi karbon yang dihasilkan dari penggunaan bahan bakar bensin, minyak solar, batu bara dan natural gas yang merupakan penggunaan bahan bakar yang cukup besar digunakan di Sumatera Barat. Dilakukan konversi nilai emisi karbon dengan mnngalikan pembagian jumlah bahan baku yang digunakan dibagi dengan koefisien bahan baku yang digunakan. Koefisien ini diambil berdasarkan U.S. Energy Information Administration (EIA) 2024.
Hasil ditemukan bahwa emisi CO2 yang dihasilkan oleh 11 Industri Sektor industri di Provinsi Sumatera Barat selama 2017 hingga 2021 paling tinggi sebesar 570,625 ton CO2 dan paling rendah sebesar 0.01 ton CO2. Selisih dari Emisi Co2 sangat besar yaitu sebesar 142,033 ton CO2 dengan rata-rata CO2 yang dihasilkan adalah 73,246 ton CO2.
Gambar 1. Emisi Karbon CO2 pada 11 Industri di Sumatera Barat secara total dari 2017-2022 (Sumber: Dokumentasi Sendiri dari olah data yang bersumber di Buku Statistik Industri Sumatera Barat 2017-2021)
Selanjutnya, jika dilihat secara total dari tahun 2017-2021 terlihat sektor paling tinggi menghasilkan Co2 akibat penggunaan bensin adalah sektor makanan, yaitu dengan total 420,567 ton CO2. Selanjutnya sektor Karet dan bahan dari karet dan plastic sebesar 28,433 ton CO2, sektor barang galian bukan logam sebesar 25,374 ton CO2, hingga yang paling sedikit yaitu dari industri sektor kertas dan bahan dari kertas sebesar 0,522 ton CO2. Sedangkan emisi karbon dari penggunaan minyak solar secara total dari 2017-2021 paling tinggi terdapat pada industri barang galian bukan logam, yaitu dengan total 1549,009 ton CO2. Selanjutnya sektor makanan 1189,132 ton CO2, sektor karet dan bahan dari karet dan plastik sebesar 242,269 ton CO2, Hal yang sama, dengan penggunaan bensin sektor paling sedikit emisi karbon akibat penggunaan minyak solar total yaitu dari industri sektor kertas dan bahan dari kertas sebesar 0,522 ton CO2. Kemudian, sektor industri paling banyak menghasilkan Co2 akibat penggunaan natural gas dari 2017-2021 masih sama dengan bensin yaitu sektor makanan, yaitu dengan total 31,614 ton CO2. Selanjutnya sektor Karet dan bahan dari karet dan plastic sebesar 17,133 ton CO2, sektor minuman sebesar 2,421 ton CO2, hingga yang paling sedikit yaitu dari industri sektor kertas dan bahan dari kertas sebesar 0 ton CO2.
ADVERTISEMENT
Ternyata jika dilihat secara total tahun 2017-2021 penggunaan batu bara, sektor barang galian bukan logam menjadi sektor secara total yang menghasilkan emisi karbon, diikuti oleh sektor makanan, dan sektor tekstil. Bisa dilihat dari penggunaan bahan baku berupa bensin, solar, gas alam dan batu bara, sektor bahan galian bukan logam selalu menghasilkan emisi CO2 pada setiap jenis bahan baku, bahkan secara rata-rata nilai emisinya no 2 dibanding sektor lain setelah sektor makanan. Secara total penggunaan bensin merupakan sumber emisi karbon paling besar dibanding bahan baku solar, natural gas maupun batubara.
Namun, jika dilihat dari pergerakan setiap tahunnya dari 2017-2022, sektor pertama yang menghasilkan CO2 terbesar akibat penggunaan bensin masih oleh sektor makanan, tetapi urutan kedua adalah sektor minuman dan ketiga adalah percetakan dan reproduksi media rekaman. Sektor Karet dan bahan dari karet walaupun secara total cukup besar tetapi dari tahun 2018 terjadi penurunan emisi CO2 cukup signifikan yaitu sebesar 0,389 ton, dan diakhir tahun 2023 juga sudah dibawah 1 ton CO2. Begitu juga sektor bahan galian bukan logam mengalami penurunan signifikan pada emisi CO2. Artinya secara signifikan sektor industri karet dan bahan dari karet serta sektor galian bukan non logam bisa menurunkan CO2 pada penggunaan bensin.
ADVERTISEMENT
Begitu juga CO2 yang dihasilkan akibat penggunaan solar pada sektor industri di Sumatera Barat terlihat bahwa semua sektor hampir menunjukkan penurunan penggunaan emisi CO2 dari tahun ke tahun, apalagi saat pandemic covid-19 terjadi di tahun 2020-2021. Hal ini menarik juga terlihat pada pergerakan emisi CO2 yang dihasilkan oleh masing-masing industri kibat gas alam cenderung bernilai nol, artinya banyak sektor industri yang tidak lagi menggunakan gas alam sebagai bahan baku produksi, seperti di tahun 2021 semua sektor kecuali sektor makanan, karet dan barang dari karet dan plastik, serta barang galian bukan logam. Sektor yang tidak pernah menggunakan gas alam terlihat sektor kertas dan barang dari kertas sehingga menghasilkan emisi 0 dari tahun ke tahun. Begitupun pergerakan emisi CO2 dari penggunaan batubara pada sektor industri di Sumater Barat, menunjukkan bahwa sudah cukup banyak sektor industri tidak menggunakan batu bara sebagai bahan baku produksi, yaitu dari tahun 2017-2021 yang tidak pernah sama sekali menghasilkan emisi CO2 dari batubara adalah industri kertas dan barang dari kertas, barang logam bukan mesin dan peralatannya, dan sektor furniture.
ADVERTISEMENT
Emisi karbon yang dihasilkan oleh sektor industri ini bisa digunakan analisis efisiensi hijau, dengan model SBM DEA, apakah emisi karbon tersebut telah efisien dalam memproduksi output, sehingga tidak merugikan lingkungan.
Gambar 2. Skor Efisiensi Hijau pada 11 Industri di Sumatera Barat dari tahun 2017-2022 (Sumber: Dokumentasi Sendiri dari olah data yang bersumber di Buku Statistik Industri Sumatera Barat 2017-2021)
Pada Gambar 2. Memperlihatkan Skor Efisiensi Hijau pada 11 Industri di Sumater Barat dari tahun 2017-2022, terlihat bahwa nilai skor efisiensi hijau berada dari 0-1 dimana 0 sangat tidak efisien, dan 1 efisien. Sektor bahan galian bukan logam dan sektor tanah dari tahun 2017-2021 menunjukkan nilai selalu 1, artinya kedua sektor ini efisien. Secara umum sektor sektor industri Sumatera Barat sudah menunjukkan adanya upaya menjaga kestabilan lingkungan, yang ditandai dengan nilai efisiensi di 11 sektor sudah banyak mendekati 1. Sektor yang masih jauh dari efisien yaitu sektor Kertas dan barang dari kertas, yang ditandai dari tahun ketahun nilainya sangat kecil dari, bahkan dibawah 0.2 poin. Selanjutnya, sektor Tekstil dan Sektor barang logam bukan mesin dan peralatan juga menunjukkan adanya upaya belum konsisten dalam menjaga kesehatan lingkungan.
ADVERTISEMENT