Konten dari Pengguna

Kehilangan Tutupan Pohon atau Free Cover Loss di Indonesia

Putri Ayu
Dosen Ekonomi Pembangunan Kampus Payakumbuh, Fakultas Ekonomi Universitas Andalas
27 Oktober 2024 8:50 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Putri Ayu tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Sumber : Global Forest Watch ( Map free cover loss in Indonesia diakses 2024)
zoom-in-whitePerbesar
Sumber : Global Forest Watch ( Map free cover loss in Indonesia diakses 2024)
ADVERTISEMENT
Global Forest Watch mengungkapkan bahwa Indonesia kehilangan Tutupan Pohon (free cover loss) dari tahun 2001 hingga 2023,sebanyak 30,8 juta hektar (ha) kehilangan Tutupan Pohon (free cover loss) , yang setara dengan penurunan 19% sejak tahun 2000. Kehilangan yang besar ini tidak hanya mengindikasikan kerusakan lingkungan yang serius tetapi juga berkontribusi pada emisi CO₂ yang tinggi, yang mencapai 22,2 gigaton. Ini menjadikan Indonesia salah satu negara dengan tingkat emisi karbon yang signifikan, yang berdampak pada perubahan iklim global.
ADVERTISEMENT
Dari total kehilangan tersebut, 85% terjadi di wilayah yang penyebab utamanya adalah deforestasi. Deforestasi ini disebabkan oleh berbagai faktor,misalnya
Perluasan Lahan Pertanian bisa disebabkan karena permintaan untuk lahan pertanian yang meningkat, terutama untuk komoditas seperti kelapa sawit dan produk pertanian lainnya, mendorong penggundulan hutan.
Penebangan Liar merupakan aktivitas penebangan yang tidak teratur dan ilegal turut berkontribusi pada kerusakan hutan. Hal ini seringkali dilakukan untuk mendapatkan kayu dan bahan baku lainnya.
Pembangunan Infrastruktur merupakan proyek infrastruktur seperti jalan, jembatan, dan pemukiman juga menjadi penyebab hilangnya tutupan hutan, terutama di daerah-daerah yang sebelumnya tidak terjamah.
Jika dilihat dari provinsi yang ada di Indonesia, terdapat empat provinsi teratas bertanggung jawab atas 51% dari seluruh kehilangan tutupan pohon antara tahun 2001 dan 2023. Riau mencatat kehilangan tutupan pohon terbesar, yaitu 4,20 juta ha, setara dengan penurunan 54% tutupan pohon (free cover) sejak tahun 2000, dan menghasilkan 3,83 juta Gt emisi CO₂. Diikuti oleh Kalimantan Barat dengan kehilangan 4,04 juta ha, Kalimantan Timur dengan 3,79 juta ha, dan Kalimantan Tengah dengan 3,74 juta ha.
Sumber : Global Forest Watch ( Peta Sebaran Titik Peringatan Api Indonesia diakses Oktober 2024)
Global Forest Watch juga mengungkapkan bahwa kebakaran hutan pada tahun 2024, Indonesia mencatat 2.582 peringatan kebakaran (VIIRS), yang diperoleh dengan mempertimbangkan hanya peringatan dengan tingkat keyakinan tinggi. Jumlah ini dianggap normal menurut Global Forest Watch dibandingkan dengan total kebakaran pada tahun-tahun sebelumnya sejak tahun 2012. Kebakaran terbanyak yang tercatat dalam satu tahun terjadi pada tahun 2015, dengan jumlah mencapai 32.473 kebakaran. Meski jumlah kebakaran saat ini masih dalam batas normal, akan tetapi tentu perlu diwaspadai karena dapat berdampak signifikan terhadap lingkungan.
ADVERTISEMENT
Riau mengalami dampak paling besar dari kehilangan tutupan pohon. Pada tahun 2001, Riau memiliki 3,67 juta ha hutan primer, yang mencakup lebih dari 41% wilayah daratannya. Namun, pada tahun 2023, hutan primer di Riau telah berkurang sebesar 29,1 ribu ha, yang menghasilkan emisi tambahan sebesar 21,7 Mt CO₂. Penurunan drastis ini menandakan perlunya tindakan segera untuk melindungi hutan yang tersisa dan mencegah dampak lingkungan yang lebih buruk.
Berdasarkan fakta yang ada, menurut analisis penulis dan diskusi dengan mahasiswa kebakaran hutan di Indonesia tidak hanya disebabkan oleh faktor alam, tetapi juga oleh aktivitas perekonomian yang tidak berkelanjutan. Kegiatan pertambangan dan perkebunan yang tidak dikelola dengan baik telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang signifikan, termasuk kebakaran hutan. Oleh karena itu, upaya yang dilakukan untuk mengatasi kebakaran hutan harus melampaui fokus pencegahan dan beralih kepada pengembangan ekonomi yang berkelanjutan. Kerja sama antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat sangat penting dalam merumuskan strategi berbasis lingkungan, seperti pengembangan pertanian dan perkebunan yang ramah lingkungan, serta peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya perlindungan lingkungan. Teori keterkaitan antara perekonomian dan lingkungan sangat relevan di sini, karena menunjukkan bahwa perekonomian dan lingkungan tidak dapat dipisahkan, dan kegiatan ekonomi yang tidak berkelanjutan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Selain itu, peran masyarakat juga sangat krusial dalam proses ini. Masyarakat perlu diinformasikan mengenai pentingnya perlindungan lingkungan dan dilibatkan dalam upaya pengembangan ekonomi yang berkelanjutan, sehingga mereka dapat menjadi bagian dari solusi, bukan hanya korban dari kebakaran hutan.
ADVERTISEMENT