Konten dari Pengguna

Tingkat Depresi, Status Pekerjaan dan Sosial Ekonomi terhadap Hipertensi Wanita

Putri Ayu
Dosen Ekonomi Pembangunan Kampus Payakumbuh, Fakultas Ekonomi Universitas Andalas
16 November 2024 18:12 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Putri Ayu tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT

Studi Kasus Indonesia

Berdasarkan materi dari mata kuliah ekonomi kesehatan yang pernah saya pelajari, kita dapat memahami prevalensi risiko penyakit seperti hipertensi melalui faktor sosial ekonomi. Menurut laporan Survei Kesehatan Indonesia dari Kementerian Kesehatan, prevalensi hipertensi pada penduduk usia 18 tahun ke atas menunjukkan penurunan pada tahun 2023. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018, prevalensi hipertensi di Indonesia tercatat sebesar 34,1%, sedangkan pada tahun 2023 turun menjadi 30,8%. Meskipun ada penurunan, angka prevalensi hipertensi masih tinggi, dengan lebih dari 70 juta penduduk Indonesia terdampak. Data menunjukkan bahwa hipertensi lebih banyak dialami oleh wanita (11,20%) dibandingkan pria (5,90%). Selain itu, orang yang bekerja memiliki tingkat hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak bekerja. Bersama tim dan dukungan tenaga kesehatan, kami menganalisis pengaruh tingkat depresi, status pekerjaan, dan faktor sosial ekonomi terhadap risiko hipertensi pada wanita di Indonesia.
ADVERTISEMENT
WHO dan ILO telah menekankan bahwa ketidaksetaraan gender di tempat kerja berkontribusi pada peningkatan stres dan hipertensi pada wanita, jika mendapatkan diskriminasi dan lingkungan yang tidak memadai (WHO, 2013; ILO, 2016). Wanita yang bekerja seringkali harus menjalani peran ganda, yaitu sebagai pekerja dan pengurus rumah tangga, yang dapat meningkatkan ketegangan dan risiko hipertensi (Hochschild & Machung, 2012). Selain itu, lingkungan kerja yang penuh tekanan juga berkontribusi pada peningkatan risiko terjadinya hipertensi (Smith et al., 2021).
Namun, pekerjaan tidak selalu memiliki dampak negatif terhadap hipertensi. Bagi beberapa wanita, pekerjaan justru memberikan rasa semangat, suasana baru, yang dapat meningkatkan kesehatan mental. Penghasilan dari pekerjaan dapat mengurangi stres yang terkait telah berkuranganya tekanan finansial, sehingga wanita dapat mengalami penurunan tekanan darah sebagai dampak tidak langsungnya. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa wanita yang bekerja cenderung memiliki jadwal aktivitas yang lebih teratur, yang dapat membantu menjaga tekanan darah tetap sehat (Caruso, 2006).
ADVERTISEMENT
Saya mengidentifikasi faktor resiko terjadinya hipertensi pada wanita. Metode yang digunakan adalah analisis regresi logit dengan model logit. Sumber data adalah Indonesia Family Life Survey 5. Jumlah responden wanita sebanyak 16.739 responden, hipertensi sebanyak 2.667 responden, dan sisanya adalah orang yang tidak hipertensi. Variabel dependen adalah wanita yang mengalami hipertensi dengan variabel dummy 1 dan 0 tidak terkena hipertensi. Variabel independen adalah faktor kesehatan mental berupa tingkat stres, variabel pekerjaan, dan sosial ekonomi berupa usia, status perkawinan, pendapatan, dan tingkat pendidikan.
Sumber: Hasil Olah Data Penulis
Gambar 1. Hasil Olah Data Analisis Regresi Logistik (2024)
Hasil model logistik menunjukkan bahwa semua variabel secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap peluang hipertensi pada wanita (probability Chi square < 0,05). Secara parsial, tingkat stres positif berpengaruh signifikan terhadap wanita hipertensi yang ditunjukkan dengan nilai p lebih kecil dari interval kepercayaan 95% (p= 0,000), wanita bekerja berpengaruh signifikan negatif terhadap wanita hipertensi (p= 0,004), wanita menikah berpengaruh signifikan positif (p= 0,000), dan usia berpengaruh signifikan positif (p= 0,000). Sedangkan tingkat pendidikan dan pendapatan secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap hipertensi pada wanita (p= 0,891 dan p= 0,095, CI 95%).
ADVERTISEMENT
Jadi, wanita yang stres, berusia lanjut, dan tidak bekerja, serta menikah dapat meningkatkan risiko hipertensi secara signifikan. Berarti wanita bekerja bukan lah menyebabkan tekanan beban bekerja karena mereka menikmatinya. Wanita yang tidak bekerja sering kali memikul tanggung jawab besar dalam mengelola rumah tangga dan merawat anggota keluarga, seperti anak-anak apalagi jika anak masih kecil, belum lagi pengeluaran yang membesar. Beban ini dapat menyebabkan stres yang berat, terutama jika tugas-tugas tersebut tidak dibagi secara merata dengan pasangan atau anggota keluarga lainnya. Hal ini memicu stres berkepanjangan sehingga meningkatkan resiko hipertensi.
Selanjutnya, perlu adanya perhatian pemerintah agar wanita tidak bekerja di Indonesia tidak stres untuk menurunkan risiko hipertensi. Misalnya, Ibu-ibu rumah tangga dikumpulkan diberikan kajian dan pelatihan agar mendapatkan sentuhan rohani, atau ada program pemerintah family gathering di RT/RW masing-masing, membantu golongan ke bawah, yang bertujuan untuk memperkuat keimanan, menyegarkan pikiran wanita sehingga mengurangi resiko hipertensi. Serta, meningkatkan kepedulian bagi wanita sejak dini mengenai tingginya resiko terjadinya hipertensi jika usia sudah semakin meningkat.
ADVERTISEMENT