Katanya Indonesia Emas, Tapi Nyatanya Rakyat Miskin Dilarang Jadi Orang Pintar

Putri Elisya Vennia Rahmah
Mahasiswa Ilmu Sejarah Universitas Airlangga
Konten dari Pengguna
20 Juni 2024 14:43 WIB
·
waktu baca 4 menit
Tulisan dari Putri Elisya Vennia Rahmah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi jurusan kuliah. Foto: wutzkohphoto/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi jurusan kuliah. Foto: wutzkohphoto/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Rencana kenaikan UKT perguruan tinggi negeri berhasil membuat masyarakat mengalami dilema, apalagi bagi mahasiswa baru yang telah lulus seleksi SNBP yang diharuskan daftar ulang. Namun dihadapkan dengan besarnya UKT yang tidak mampu mereka bayar.
ADVERTISEMENT
Uang Kuliah Tunggal (UKT) merupakan biaya yang harus dibayar mahasiswa untuk pembelajaran selama satu semester di perguruan tinggi negeri. Besaran UKT disesuaikan dengan penghasilan dan harta kekayaan orang tua mahasiswa.
Akhir-akhir ini isu kenaikan UKT menjadi topik hangat yang diperbincangkan masyarakat, terutama mereka yang menjadi mahasiswa dan calon mahasiswa. Tentu rencana kenaikan UKT ini mendapatkan respons negatif dari masyarakat khususnya mahasiswa, dengan aksi demonstrasinya menjadi bentuk penolakan keras terhadap kenaikan UKT di perguruan tinggi negeri yang ternyata berhasil, karena setelahnya kemendikbud mengumumkan pembatalan kenaikan UKT tahun ini.
"Orang miskin dilarang pintar" agaknya pas untuk dijadikan judul pada kasus kali ini. Mengapa demikian? Karena seakan pemerintah tidak mempertimbangkan masyarakat kelas menengah ke bawah saat mengadakan rencana ini.
ADVERTISEMENT
Masyarakat yang berada di kalangan menengah ke atas tidak akan terpengaruh dengan adanya kebijakan ini dikarenakan finansial yang baik, lalu bagaiman dengan nasib masyarakat yang berasal dari kalangan bawah? Ironisnya seakan masyarakat bawah tidak diberi kesempatan dan haknya untuk merasakan pendidikan tinggi.
Bagaimana nasib calon mahasiswa baru yang dinyatakan lulus seleksi SNBP 2024?
Menjadi ramai diperbincangkan banyaknya calon mahasiswa baru yang telah dinyatakan lolos seleksi SNBP 2024, namun menyatakan undur diri dikarenakan besarnya UKT yang tak mampu mereka bayar. Lebih naasnya lagi adalah dengan adanya kebijakan calon mahasiswa yang tidak daftar ulang maka dinyatakan tidak dapat mengikuti seleksi SNBT dan tes mandiri.
Hal ini tentu menjadi dilema besar bagi calon mahasiswa dan orang tua. Niat untuk daftar ulang di perguruan tinggi negeri namun dihadapkan kenaikan UKT yang tidak sesuai dengan kemampuan orang tua calon mahasiswa.
ADVERTISEMENT
Dengan dibatalkannya rencana kenaikan UKT ini, bagaimana nasib calon mahasiswa yang telanjur mengundurkan diri? Apakah pemerintah dan pihak perguruan tinggi negeri membuka kembali daftar ulang bagi mereka?

Semakin sedikit minat masyarakat untuk melanjutkan pendidikan tinggi

Pendidikan menjadi hal yang pokok untuk dapat diraih oleh semua kalangan masyarakat. Namun dengan adanya kenaikan UKT akan membuat pendidikan tinggi hanya akan dapat di raih oleh masyarakat kalangan menengah ke atas saja. Kenapa demikian? Kelas menengah ke bawah dengan penghasilan yang tidak seberapa yang hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, dituntut untuk membayar UKT perguruan tinggi negeri yang nominalnya berkali-kali lipat dari gaji yang mereka terima.
Kenaikan UKT yang sangat signifikan dibandingkan dengan tahun lalu tentu akan mengurungkan niat calon mahasiswa yang masih duduk di bangku sekolah menengah untuk melanjutkan pendidikan tinggi. Dengan ketakutan bagaimana juga mereka tidak dapat membayar biaya perguruan tinggi, ditambah dengan biaya kebutuhan yang setiap tahun pasti mengalami kenaikan.
ADVERTISEMENT
Dampaknya akan berujung ketika mahasiswa memutuskan untuk kuliah sambil bekerja, tentu akan menjadi tekanan bagi mahasiswa dan menyebabkan tidak maksimalnya fokus terhadap akademik dan meningkatnya angka drop-out.

Kebanyakan pekerjaan dengan syarat minimal pendidikan S1/D3/D4

Bukan lagi menjadi rahasia umum ketika sebagian besar pekerjaan yang ada di negeri ini memiliki persyaratan berupa ijazah S1/D3/D4. Namun dengan adanya kondisi di mana biaya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi negeri dinaikan akan membuat kurangnya minat masyarakat untuk melanjutkan pendidikan tinggi dan berujung semakin minimnya angka lulusan sarjana.
Lebih buruknya lagi ini akan berdampak pada membludaknya angka pengangguran di Indonesia. Meskipun pendidikan tinggi bukan sekolah wajib seperti SD/SMP/SMA namun alangkah baiknya ketika masyarakat Indonesia melanjutkan ke perguruan tinggi, dengan upaya menjadikan masyarakat Indonesia lebih berkualitas.
ADVERTISEMENT

Dampaknya pada kualitas sumber daya manusia

Seperti yang telah kita ketahui bahwa kualitas sumber daya manusia Indonesia belum bisa bersaing dengan negara-negara maju di dunia. Dengan jumlah lulusan sarjana yang masih sangat terbatas bahkan banyak yang hanya lulusan SD/SMP, parahnya lagi angka buta huruf di Indonesia masih sangat tinggi.
Sumber daya manusia merupakan faktor paling utama untuk mengantarkan sebuah negara menjadi negara maju dan dapat bersaing di kancah internasional. Namun dengan dibatasinya kesempatan pendidikan tinggi melalui kenaikan UKT akan membuat kualitas masyarakat tetap sama dan tidak ada kemajuan yang lebih baik.
Pendidikan layak merupakan hak semua kalangan masyarakat yang harus diwujudkan suatu negara, namun sebaliknya dalam praktiknya masyarakat dibuat sangat terbatas untuk dapat menikmati akses pendidikan.
ADVERTISEMENT

Apakah menaikkan UKT adalah keputusan yang tepat?

Jika dilihat dari dampaknya, maka jawabannya adalah tidak, meskipun dengan dalih memenuhi ataupun meningkatkan operasional perguruan tinggi negeri. Alih-alih menaikkan UKT, seharusnya pemerintah memainkan peran penting untuk dapat menata kembali alokasi pendanaan dan meningkatkan subsidi pendidikan. Hal ini agar perguruan tinggi juga dapat mengoptimalkan finansial serta menggunakan anggaran dengan baik sesuai kebutuhan dan mengembangkan sumber daya yang ada.