Core Aesthetics, Produk Identitas Diri

Putrika Annaya Salsabila
Mahasiswa Jurnalistik Universitas Padjadjaran
Konten dari Pengguna
10 Mei 2021 21:12 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Putrika Annaya Salsabila tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
(Sumber foto: YouTube SammieSpeaks)
zoom-in-whitePerbesar
(Sumber foto: YouTube SammieSpeaks)
ADVERTISEMENT
“Kalau gue pakai baju colorful, orang-orang responsnya kayak ih bukan lo banget nih.”
ADVERTISEMENT
Demikian ungkap Caecilia Maura, perempuan berusia 20 tahun yang kerap ditemui dalam balutan pakaian serba hitam dan gelap. Bukannya sedang berduka, tapi bagi Maura caranya berbusana ini telah menjadi sebuah ciri khas. Maura mengekspresikan kepribadiannya yang simpel dan tidak neko neko dengan berpakaian monokrom. 
Dengan ini, Maura mengklasifikasikan dirinya ke dalam core aesthetics minimalism. 
Namun, jika Maura disandingkan dengan Beatrice Lorensia, maka mereka akan terlihat seperti air dan api. Beatrice yang juga berusia 20 tahun ini mengaku bahwa dirinya memiliki core aesthetics kidcore di mana semua hal serba warna-warni. Bagi Beatrice, penggunaan warna-warna yang cerah di sosial medianya atau saat mengerjakan tugas, membuat mood-nya menjadi lebih bagus.
“Karena mengekspresikan semangat dan colorful-nya itu bisa bikin orang lain seneng,” tutur Beatrice.
ADVERTISEMENT

Apa yang dimaksud dengan Core Aesthetics?

Ilustrasi Perempuan. Foto: Shutter Stock
Psikolog Klinis, Lathifah Hanum menjelaskan bahwa core aesthetics adalah tren estetis yang menjadi simbol dari eksistensi seseorang di lingkungannya. Core aesthetics seseorang dapat dilihat dari penampilan sehari-hari, baik secara langsung maupun melalui media sosial.
Secara langsung, seseorang cenderung mengekspresikan core aesthetics-nya melalui cara berpakaian, aksesoris yang digunakan, dan cara merias diri. 
“Dapat dilihat juga dari postingan di media sosial seseorang. Biasanya dia memiliki aura yang serupa dalam tiap postingannya,” tambah Hanum.

Popularitas Core Aesthetics Meningkat

Tren core aesthetics semakin digandrungi banyak orang. Melalui berbagai platform media sosial seperti Instagram dan TikTok, orang-orang mengekspresikan core aesthetics-nya dengan leluasa. 
Menurut pengamat fashion Aquina Detara, semakin banyak platform yang mendukung, maka orang menjadi lebih mudah untuk mendefinisikan dirinya. Seperti fashion style atau tren apa yang sekiranya cocok untuk mereka.
ADVERTISEMENT
“Itu sebabnya core aesthetics banyak macamnya dan jadi ‘ajang’ untuk orang-orang,” lanjut Aquina, “ini loh tren atau style yang gue suka.”
Meningkatnya popularitas core aesthetics akhirnya menjadi latar belakang terbentuknya website Aesthetics Wiki pada tahun 2018.
Angela, Content Moderator Aesthetics Wiki menjelaskan bahwa Aesthetics Wiki adalah ensiklopedia lengkap yang mendokumentasikan estetika-estetika online maupun offline. Komunitas online ini berdedikasi untuk identifikasi, observasi, dan dokumentasi skema visual.
Melalui website-nya, Aesthetics Wiki menyediakan daftar berbagai jenis core aesthetics dari A-Z beserta penjelasan lengkapnya. Berdasarkan website, cottagecore dan dark academia adalah halaman yang paling populer di Aesthetics Wiki.
Aesthetics Wiki menjelaskan cottagecore terinspirasi oleh interpretasi romantis dari kehidupan pertanian barat. Berpusat pada gagasan hidup sederhana dan harmoni dengan alam seperti di pedesaan.
ADVERTISEMENT
Sementara dark academia berputar di sekitar sastra klasik, pencarian penemuan diri, dan hasrat umum untuk pengetahuan dan pembelajaran. Nuansa dark academia ini dapat ditemui di film seperti Dead Poets Society dan Harry Potter.
“Kami memiliki sekitar dua juta pembaca tiap bulannya,” ujar Angela.

Core Aesthetics, Simbol Eksistensi Manusia

Banyaknya orang yang memiliki keinginan untuk mengetahui jenis core aesthetics-nya membuat sebuah pertanyaan baru muncul.
Mengapa seseorang memiliki core aesthetics?
“Manusia itu pada dasarnya punya kebutuhan untuk bisa menampilkan diri, untuk bisa eksis di lingkungannya,” jelas Hanum.
Hanum melanjutkan bahwa kebutuhan ini menjadi dorongan seseorang untuk dapat tampil di dunia. Sebagai makhluk simbolis, manusia cenderung menampilkan eksistensinya melalui simbol. Simbol ini diekspresikan melalui pakaian, aksesoris, warna, dan nuansa yang ditampilkan seseorang baik secara langsung maupun melalui media sosial.
ADVERTISEMENT
Hal ini dicerminkan oleh Maura yang mengaku bahwa dirinya adalah pribadi yang simpel dan tidak suka menabrak aturan. Hal ini ia ekspresikan melalui core aesthetics minimalism dengan berpakaian sederhana dan monokrom.
“Gue nggak suka nabrak warna. Biasanya pakai warna-warna yang masih satu palet,” tutur Maura.
Sementara menurut Angela, seseorang memiliki core aesthetics untuk membantu mendefinisikan diri, menemukan hal-hal baru untuk didalami, dan menjelaskan fenomena yang sebelumnya tidak memiliki nama.
“Analoginya seperti jika tidak ada genre buku, maka menemukan hal-hal yang terkait akan sulit,” lanjut Angela, “tapi, dengan core aesthetics, orang dapat membentuk komunitas dan akhirnya mengungkapkan minat mereka dengan nama yang deskriptif dan menarik.”
Core aesthetics rupanya juga memengaruhi cara seseorang menjalani kehidupan sehari-hari. Hanum menyatakan bahwa core aesthetics ini menjadi ciri dalam karakteristik diri, maka dalam keseharian seseorang cenderung bertingkah laku sejalan dengan core aesthetics-nya.
ADVERTISEMENT
“Apa yang ditampilkan oleh seseorang adalah simbol dari identitas dirinya sehingga core aesthetics adalah produk dari identitas diri kita,” tutup Hanum.