Konten dari Pengguna

Efek Kekerasan Dalam Rumah Tangga Terhadap Pertumbuhan Emosional Anak

Putri Khoirina Nuzullah
Undergraduate Education Management at Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
21 Juni 2024 13:49 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Putri Khoirina Nuzullah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Keluarga adalah lingkungan pertama yang sangat berpengaruh bagi perkembangan anak. Dalam keluarga, seperti ayah, ibu, dan anak, anak memperoleh kemampuan dasar baik secara intelektual maupun sosial. Setiap sikap, pandangan, dan pendapat dari orang tua atau anggota keluarga lainnya menjadi teladan atau model yang kuat sebagai pembentukan perilaku anak. Keluarga adalah tempat di mana anak pertama kali mempelajari nilai-nilai dan norma-norma sosial. Untuk mencapai hal ini, penting terbentuknya sebuah keluarga yang harmonis. Kebutuhan akan kasih sayang, perhatian, dan interaksi emosional dengan orang tua sangat penting bagi perkembangan emosional anak. Ketika orang tua hanya fokus pada pemenuhan kebutuhan fisik seperti makanan dan tempat tinggal, anak mungkin merasa terabaikan secara emosional. Hal ini dapat menyebabkan rasa kesepian, kurangnya kepercayaan diri, dan masalah kesehatan mental seperti kecemasan karena lingkungan pertama yang akan dilalui anak adalah lingkungan keluarga, sehingga harmonisnya hubungan orang tua (bapak dan ibu) dan anak akan ikut mempengaruhi mental dan pembentukan karakter anak sejak dini.
shutterstock
Keharmonisan hubungan antara ayah dan ibu dalam keluarga sangat penting karena hal ini berdampak langsung pada perkembangan mental dan karakter anak. Ketika anak tidak terpapar oleh pertengkaran antara orang tuanya, komunikasi antara orang tua dan anak dapat berjalan dengan baik tanpa dipengaruhi oleh emosi negatif seperti kemarahan pasca pertengkaran. Sebaliknya, anak yang tumbuh dalam keluarga yang terpecah (broken home) cenderung mengalami gangguan psikologis dan berpotensi mengembangkan karakter negatif, yang pada akhirnya bisa memunculkan perilaku kenakalan remaja. Hubungan yang kuat antara orang tua dan anak merupakan dasar bagi kepercayaan diri anak, penyelesaian konflik yang sehat, dan dukungan emosional yang diperlukan dalam menghadapi tantangan hidup. Ketika orang tua memiliki sedikit keterlibatan emosional dengan anak-anak mereka, ini dapat menghambat perkembangan hubungan yang sehat dan berdampak negatif pada kesejahteraan emosional anak.
ADVERTISEMENT
Anak-anak yang menyaksikan kekerasan antara orang tua mereka dapat mengalami trauma psikologis yang serius. Mereka mungkin mengembangkan rasa takut, kecemasan, dan kebingungan karena melihat orang yang mereka cintai bertindak dengan kekerasan. Anak-anak belajar dari contoh yang mereka lihat di lingkungan keluarga. Bertengkar di depan mereka dapat mengajarkan bahwa konflik harus dihadapi dengan cara yang tidak sehat. Anak mulai kesulitan berkonsentrasi di sekolah. Dia sering memikirkan konflik yang terjadi di rumah dan sulit fokus pada pelajaran, konsentrasi merupakan modal utama bagi siswa dalam menerima materi belajar serta menjadi indikator suksesnya pelaksanaan pembelajaran. Perasaan kegelisahan, takut kehilangan, penolakan akan menimbulkan dampak yang negatif seperti perasaan malu, sensitif, rendah diri. Sehingga perasaan tersebut dapat membuat anak menarik diri dari lingkungan sosial, serta merusak kemampuan anak berkonsentrasi dan kefokusan anak pada saat belajar di sekolah.
https://dp3appkb.bantulkab.go.id/
Anak-anak menjadi lebih mudah marah dan mudah tersinggung setelah melihat pertengkaran orang tua mereka. Mereka kadang-kadang mengungkapkan emosinya dengan cara yang kurang terkontrol di sekolah atau di rumah. Anak mulai meniru perilaku agresif yang mereka lihat dari orang tua saat bertengkar, mungkin dengan memukul atau melempar mainan saat marah. Mereka sering menunjukkan tanda-tanda kecemasan, seperti menangis lebih sering atau menempel pada salah satu dari orang tua setelah pertengkaran. Anak-anak mungkin memiliki kesulitan tidur setelah menyaksikan pertengkaran orang tua mereka, sering terbangun di malam hari atau memiliki mimpi buruk tentang konflik tersebut.
ADVERTISEMENT
Anak yang tumbuh dalam lingkungan di mana orang tua sering bertengkar dapat mengalami kesulitan dalam membangun hubungan yang sehat dan stabil di masa dewasa. Mereka mungkin memiliki masalah dalam mengelola konflik, kesulitan dalam mempercayai pasangan, atau cenderung meniru pola hubungan yang tidak sehat. Anak yang terpapar konflik orang tua secara terus-menerus dapat berisiko mengalami gangguan kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, atau stres kronis di kemudian hari. Stres emosional yang dialami selama masa kecil dapat berdampak pada kesejahteraan psikologis mereka ketika dewasa. Mereka mungkin menginternalisasi pola perilaku agresif atau tidak sehat yang mereka saksikan di rumah sebagai cara untuk menangani konflik, yang dapat mempengaruhi interaksi sosial mereka baik dalam lingkungan profesional maupun personal. Anak yang tumbuh dalam lingkungan yang penuh dengan konflik dapat memiliki persepsi yang salah tentang bagaimana konflik seharusnya diatasi. Mereka mungkin menganggap bahwa konflik adalah hal yang tidak dapat dihindari atau bahkan normal untuk diselesaikan dengan cara yang destruktif. Dampak jangka panjang dari paparan terhadap pertengkaran orang tua dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan mereka, termasuk prestasi akademik, karir, dan kebahagiaan secara keseluruhan. Anak yang mengalami konflik orang tua di masa kecil mungkin cenderung mengulangi pola tersebut dalam hubungan mereka sendiri di masa dewasa, sulit untuk memutus siklus kekerasan atau konflik yang terjadi di dalam hubungan mereka sendiri.
ADVERTISEMENT