Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Fatherless Daughter : Ketika Ayah Tak Lagi Menjadi Rumah
13 April 2025 15:51 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Putri Khoirina Nuzullah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT

Tidak semua kehilangan terdengar oleh telinga. Ada anak-anak yang tumbuh dalam sunyi, bukan karena kematian, melainkan karena absennya sosok yang seharusnya menjadi cinta pertama mereka: seorang ayah. Bagi seorang anak perempuan yang tumbuh tanpa figur ayah, hidup menjadi pelajaran panjang tentang kehilangan, kerinduan yang tak terdefinisi, serta cinta yang tak sempat tumbuh utuh.
ADVERTISEMENT
Ketika ayah tidak hanya absen secara emosional, tetapi juga menjadi sumber luka bagi sang ibu, anak ini menyerap penderitaan itu dalam diam. Ia melihat air mata yang jatuh, mendengar bentakan yang memekakkan, bahkan menyaksikan kekerasan dalam bentuk paling menyakitkan. Tanpa disadari, ia belajar bahwa lelaki bisa melukai, cinta bisa menyakitkan, dan perempuan harus tetap berdiri meski dihantam keadaan.
Luka dari Figur yang Hilang
Menurut Attachment Theory yang dikembangkan oleh John Bowlby, relasi emosional dengan pengasuh utama di masa kecil membentuk pola kelekatan yang memengaruhi hubungan interpersonal saat dewasa. Ketidakhadiran figur ayah secara emosional sering kali memicu terbentuknya pola kelekatan tidak aman (insecure attachment), seperti:
ADVERTISEMENT
Perhatian kecil dari seorang laki-laki bisa terasa begitu besar. Sepatah kata manis, pelukan singkat, atau sikap peduli dapat membuatnya merasa dicintai dan dihargai—perasaan yang sangat langka dalam hidupnya. Namun karena tidak memiliki contoh cinta yang sehat, ia kerap salah menilai antara ketulusan dan manipulasi.
Ibu yang Tangguh, Tapi Tak Bisa Menggantikan
Dalam situasi seperti ini, ibu menjadi satu-satunya sumber kekuatan. Ia bekerja keras, melindungi, dan terus memberi semangat. Ia adalah sosok luar biasa yang bertahan meski diliputi luka. Namun, sekuat apa pun kasih seorang ibu, ia tetap tidak dapat mengisi kekosongan peran ayah dalam membentuk pandangan anak terhadap laki-laki dan makna cinta.
Tanpa kehadiran laki-laki yang suportif—seperti kakek, paman, atau saudara—anak ini kehilangan panutan. Ia tumbuh dengan keyakinan bahwa semua pria hanya akan menyakiti, sebagaimana ayahnya dahulu.
ADVERTISEMENT
Anak perempuan yang haus kasih sayang akan terus mencari cinta untuk mengisi kekosongan. Ia mudah percaya, cepat melekat, dan kerap terluka. Tapi luka itu bukan tanda kelemahan—melainkan jeritan batin yang rindu akan kehadiran dan perlindungan dari sosok yang seharusnya mengasihi tanpa syarat.
Menemukan Diri, Memulihkan Luka
Penyembuhan bukan perkara mudah, tetapi sangat mungkin dicapai. Langkah awal dimulai dari kesadaran akan luka yang ada, pengakuan bahwa dirinya layak bahagia, dan pemahaman bahwa cinta sejati tidak menyakitkan. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:
Perempuan yang Bangkit dari Luka
ADVERTISEMENT
Anak perempuan fatherless bukanlah pribadi yang lemah. Ia adalah pribadi yang belajar mencintai dalam gelap. Ia pernah terluka oleh cinta yang salah, namun juga punya kekuatan untuk bangkit dan menata ulang hidupnya.
Ketika ia berhasil berdamai dengan masa lalu, cinta yang ia berikan menjadi lebih bijaksana. Ia tidak lagi mencintai karena takut ditinggalkan, tapi karena tahu bahwa dirinya layak untuk dicintai dengan benar. Ia tumbuh menjadi perempuan yang paham batasan, mengenali luka, dan tidak mudah menyerahkan hatinya pada sembarang orang.
Karena pada akhirnya, cinta yang paling menyembuhkan bukanlah cinta dari orang lain, tapi cinta yang ia berikan pada dirinya sendiri—setelah begitu lama mencari ke luar, ia akhirnya menyadari bahwa cinta terbaik selalu bisa ditemukan di dalam.
ADVERTISEMENT