Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.101.0
Konten dari Pengguna
Haus Validasi: Dampak Kurangnya Apresiasi dari Orang Tua terhadap Anak
14 April 2025 20:44 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Putri Khoirina Nuzullah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Banyak anak berprestasi justru tumbuh dengan luka—karena usaha mereka tak pernah dianggap cukup. Kurangnya apresiasi orang tua bisa membuat anak haus validasi dan kehilangan rasa percaya diri.
ADVERTISEMENT
Di balik senyapnya kamar seorang anak yang sibuk menekuni buku atau menyelesaikan tugas sekolah, sering kali tersembunyi harapan kecil: agar usaha mereka dilihat dan dihargai. Namun, tidak semua anak cukup beruntung mendapatkan apresiasi dari orang tuanya. Ada yang selalu menjadi juara kelas, membantu pekerjaan rumah tanpa diminta, atau menjaga sikap baik di lingkungan sosial—namun tetap merasa seolah tidak cukup. Pujian yang diharap-harapkan tak pernah datang, digantikan oleh tuntutan untuk "lebih baik lagi." Padahal, apresiasi bukan hanya bentuk pujian semata, melainkan kebutuhan emosional yang mendasar bagi setiap anak agar merasa dilihat, dicintai, dan berarti.
Banyak anak tumbuh dengan keinginan kuat untuk membuat orang tuanya bangga. Mereka belajar dengan tekun, menahan lelah, bahkan menunda kesenangan pribadi demi mencapai target yang diharapkan. Sayangnya, ketika mereka berhasil pun, tidak sedikit orang tua yang justru bersikap biasa saja atau malah menyoroti kekurangan lain yang belum dicapai. Ucapan seperti "cuma segitu?" atau "kenapa nggak bisa seperti dia?" menjadi luka yang membekas dalam. Anak-anak ini pun terbiasa memendam kecewa, belajar untuk tidak berharap, dan menganggap usaha mereka tak cukup berarti.
ADVERTISEMENT
Dampak Emosional dari Kurangnya Apresiasi
Tidak diapresiasi bukan hanya soal kurangnya pujian. Ini soal kebutuhan psikologis yang tak terpenuhi. Anak yang terus-menerus merasa usahanya diabaikan berisiko mengalami penurunan harga diri, merasa tidak layak, hingga menarik diri dari lingkungan sosial. Dalam jangka panjang, kondisi ini bisa menyebabkan anak kehilangan motivasi, menjauhi komunikasi dengan keluarga, bahkan mengalami gangguan emosi.
Seorang anak yang tumbuh tanpa apresiasi cenderung akan merasa dirinya tak pernah cukup, tak peduli seberapa keras ia berusaha. Ia akan terus mencoba berbagai hal—berprestasi di sekolah, aktif dalam kegiatan, atau menuruti segala keinginan orang tuanya—dengan harapan salah satu di antaranya akan membuahkan pujian. Tapi ketika pujian itu tak kunjung datang, ia mulai mencari validasi di tempat lain: dari teman, guru, bahkan dari dunia maya. Ia menjadi sosok yang selalu haus pengakuan karena tidak pernah mendapatkan pengakuan paling mendasar dari rumahnya sendiri. Dalam jangka panjang, kebutuhan akan validasi ini bisa mempengaruhi cara ia membangun hubungan sosial dan menentukan harga dirinya.
ADVERTISEMENT
Menurut para ahli psikologi perkembangan, validasi dari orang tua berperan penting dalam membentuk kepercayaan diri dan stabilitas emosi anak. Ketika ini tidak diberikan, anak tumbuh dalam kekosongan emosional yang sulit dijelaskan.
Apresiasi Bukan Sekadar Pujian
Mengapresiasi anak tidak selalu harus dengan hadiah besar atau pujian yang berlebihan. Sering kali, yang dibutuhkan anak hanyalah kata-kata tulus seperti, "Ayah bangga kamu sudah berusaha," atau "Terima kasih sudah membantu Ibu hari ini." Bahkan, pelukan hangat dan kehadiran utuh saat anak bercerita bisa menjadi bentuk apresiasi yang sangat berarti.
Sayangnya, sebagian orang tua mengira bahwa terlalu sering memuji akan membuat anak besar kepala. Padahal kenyataannya justru sebaliknya: anak yang merasa dihargai akan lebih terbuka, lebih percaya diri, dan lebih kuat menghadapi tantangan. Apresiasi yang konsisten membentuk pondasi rasa aman dan percaya diri yang menjadi bekal penting dalam pertumbuhan emosional anak.
Harapan Kecil dari Sudut Pandang Anak
ADVERTISEMENT
Bayangkan seorang anak yang menatap nilai ulangannya dengan senyum kecil, berharap bisa menunjukkan kepada orang tuanya. Tapi saat pulang, yang ia dengar hanya pertanyaan tentang hal lain: pekerjaan rumah yang belum selesai, kamar yang belum dirapikan. Tak ada waktu untuk sekadar berkata, "Kamu hebat, sudah berusaha."
Anak-anak tidak selalu meminta banyak. Mereka hanya ingin dipandang dengan mata yang penuh kasih, didengar dengan hati yang terbuka, dan dipeluk ketika lelah. Harapan itu sederhana, tapi bisa menjadi bekal besar dalam pertumbuhan mereka. Ketika apresiasi datang dari orang yang paling mereka cintai, dunia seakan menjadi tempat yang lebih hangat dan aman.
Sebagai orang tua, guru, atau siapa pun yang dekat dengan anak, mari belajar untuk lebih peka dan terbuka dalam memberikan apresiasi. Hargai setiap usaha, bukan hanya hasil. Akui kerja keras mereka, meski terlihat kecil di mata kita. Sebab bagi anak-anak, satu kalimat pujian bisa menjadi sumber semangat luar biasa.
ADVERTISEMENT
Dan pada akhirnya, anak yang merasa dihargai akan tumbuh menjadi pribadi yang kuat, penuh kasih, dan percaya bahwa dirinya berharga.