Konten dari Pengguna

Wisata Kampung 200 Pelangi: Rekam Kehidupan Warga di 1001 Anak Tangga

Putri Kunaefi
Mahasiswi Unpad yang suka mengeksplor tempat-tempat hidden gem di setiap sudut kota
30 Juni 2023 21:42 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Putri Kunaefi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Suasana tampak depan Kampung 200 Pelangi di Kelurahan Dago, Kecamatan Oblong, Kota Bandung. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana tampak depan Kampung 200 Pelangi di Kelurahan Dago, Kecamatan Oblong, Kota Bandung. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kota Bandung seperti tak pernah kehabisan cara untuk menarik minat orang. Selain mendapat julukan ‘kota romantis’ sehingga banyak orang ingin mengunjungi, Bandung juga menyimpan sejumlah hidden gem yang selalu bikin penasaran. Terlebih lagi jika berbicara soal pariwisata, Bandung akan menjadi salah satu incaran yang selalu terlintas dalam benak setiap orang.
ADVERTISEMENT
Salah satu destinasi wisata yang tak biasa dan membuat orang bertanya-tanya apakah itu termasuk sebagai ‘wisata’ atau tidak adalah destinasi Kampung 200 Pelangi. Sebagian orang mungkin bertanya, bagaimana bisa kampung dijadikan sebagai destinasi hiburan, di mana letak ketertarikannya, bahkan aktivitas apa yang bisa dilakukan di sana. Sebab, berwisata identik dengan menghabiskan biaya lebih untuk mendapatkan hiburan dan pengalaman yang tidak ditemukan dalam keseharian. Jika wisatanya ada di kampung, bukankah itu hanya pemukiman masyarakat yang biasa dilihat sehari-hari?
Mari menelusuri harta karun tersembunyi, Kampung 200 Pelangi. Secara administratif, kampung ini berlokasi di Kelurahan Dago, Kecamatan Oblong, Kota Bandung. Tidak jauh dari lokasi, terdapat juga destinasi wisata Teras Cikapundung dan Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda. Jika masih terlintas dalam benak bahwa berwisata kok ke kampung? Silakan melipir ke dua destinasi wisata yang lokasinya tak jauh dari ‘kampung’ itu.
ADVERTISEMENT
Terletak di pusat kota. Anda dapat menelusuri jalan setapak sejauh 700 meter dari jalan raya utama. Tak seperti yang dibayangkan, jalanan setapak menuju kampung ini sangat bersih dan terawat serta tidak ada satu sampah yang terlihat. Deru arus Sungai Cikapundung yang berada di sisi jalan seketika dapat membuat Anda lupa jika sedang berada di pusat kota. Semakin jauh Anda menelusuri jalan setapak, semakin tenang pula pikiran dan perasaan karena suasana yang menyegarkan.
Jika Anda berpikir bahwa kampung yang akan anda lihat seperti kampung pada umumnya, maka Kampung 200 Pelangi akan mematahkan imajinasi. Berada di tebing yang curam, Anda akan melihat deretan rumah warga yang saling bertumpukan. Layaknya terasering pada sebuah lahan tani. Anda dapat mengamati tingkatan rumah warga yang saling berjejal satu sama lain yang membuat Anda berpikir, apakah mereka betah, bagaimana mereka beraktivitas, apa tidak lelah jika harus naik turun tangga bahkan untuk sekadar pergi ke warung terdekat?
ADVERTISEMENT
Untuk mendapat jawabannya, Anda harus mencoba masuk ke dalamnya melalui jembatan penghubung di atas Sungai Cikapundung. Sebelum lanjut, alangkah baiknya untuk mengabadikan diri dan tak lupa untuk buat instastory agar mencapai tujuan healing. Voila! Akan langsung banyak komen yang membanjiri “Ini di luar negeri ya? Suasananya kayak di Brazil!” Lagipula apa sih definisi wisata zaman kini? Yang penting update story!
Terlihat biasa saja tapi kok luar biasa capeknya! Akses jalan yang terjal, curam, berkelok-kelok, dan sempit akan menguji adrenalin. Bahkan ukuran lebar setiap anak tangga tak lebih dari 80 cm. Ya, anggap saja seperti wisata mendaki gunung. Jika bersama teman-teman, Anda akan tahu bagaimana sifat asli mereka di kala kesulitan. Namun, jika sendirian pun Anda akan lebih memahami sejauh mana batas kesabaran Anda diuji.
ADVERTISEMENT
Tenang saja, Anda bukan berada di tengah hutan sebenarnya. Di tengah perjalanan mendaki anak tangga, terdapat warung-warung milik warga yang dapat Anda sambangi. Kalau mampu sampai puncak, Anda akan menemukan warung yang bahkan sudah bisa QRIS. Pemilik warung itu bernama Suroto (63) asal Yogya yang sudah menetap di kampung ini selama belasan tahun. Dirinya sudah tidak asing jika kedatangan wisatawan dan seketika langsung menjadi tour guide dadakan.
ADVERTISEMENT
Warung milik Suroto yang berada di puncak berdekatan dengan jalan menuju kampung lain. Sehingga, biasanya di jalan itulah para kurir menempatkan sepeda motornya dan berjalan ke bawah untuk mengantarkan paket bagi warga yang tinggal di Kampung 200.
Setelah berhenti sekadar mengisi amunisi, Anda akan turun kembali untuk pulang. Lagi-lagi ini bukan sedang mendaki gunung. Anda akan melihat anak kecil yang pulang ke sekolah dengan naik tangga, ibu-ibu yang membawa belanjaan naik tangga, kakek yang hendak berangkat ke mushola naik tangga, dan berbagai aktivitas warga yang pada umumnya saja. Bedanya, mereka harus naik turun tangga.
ADVERTISEMENT
Sampai Anda kembali ke tempat semula yaitu di jembatan Sungai Cikapundung. Anda akan merasa bahwa betapa bersyukur menjalani hidup dengan normal-normal saja. Tidak seperti mereka yang harus hidup bersama dengan ratusan anak tangga, Anda dapat berjalan di jalanan datar dan tidak harus merasakan hiking setiap harinya.
Anda juga akan sadar bahwa sejatinya, wisata tidak harus selalu menghabiskan uang. Melihat orang lain bahagia dengan kehidupannya yang berbeda dengan kita, tanpa sadar dapat menghibur diri kita yang selalu ingin mengejar kesempurnaan.