Konten dari Pengguna

Tantangan Multikultur di Pura Lempuyang: Antara Kesucian dan Pariwisata

Ni Putu Eka Wulandari
Mahasiswa S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Pendidikan Ganesha
13 Desember 2024 16:19 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ni Putu Eka Wulandari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Pura Lempuyang (sumber: https://pixabay.com/id/)
zoom-in-whitePerbesar
Pura Lempuyang (sumber: https://pixabay.com/id/)
ADVERTISEMENT
Pura Lempuyang, salah satu pura tertua di Bali yang terletak di Kabupaten Karangasem, telah lama menjadi simbol spiritual dan kesucian bagi umat Hindu Bali. Sebagai bagian dari Sad Kahyangan, pura ini memiliki makna mendalam dalam menjaga harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan. Namun, seiring dengan popularitasnya yang semakin meroket di media sosial sebagai "Gate of Heaven", pura ini menghadapi tantangan multikultur yang kompleks.
ADVERTISEMENT
Kini, Pura Lempuyang menarik perhatian wisatawan dari seluruh dunia. Pemandangan indah dengan latar Gunung Agung di gerbang ikonik pura menjadi daya tarik utama bagi wisatawan, yang tidak hanya datang untuk beribadah tetapi juga untuk mengabadikan momen dengan latar belakang yang menakjubkan. Namun, pertemuan antara budaya lokal dan budaya asing di tempat ini sering kali menimbulkan perbedaan persepsi yang perlu diatasi. Salah satunya adalah ketidaksesuaian dalam berpenampilan. Meskipun pengunjung sudah mengenakan kain untuk menutupi tubuh bagian bawah, pakaian bagian atas mereka sering kali terlihat terbuka, bertentangan dengan nilai kesopanan lokal yang dijunjung tinggi di Bali. Fenomena ini menggambarkan pentingnya edukasi dan pemahaman yang lebih dalam tentang adat dan budaya Bali, yang harus dijunjung tinggi ketika mengunjungi tempat suci seperti Pura Lempuyang.
ADVERTISEMENT
Globalisasi juga membawa dampak lingkungan yang signifikan. Lonjakan jumlah pengunjung turut meningkatkan volume sampah dan menyebabkan kerusakan pada jalur menuju pura. Hal ini semakin memperjelas perlunya keseimbangan antara pelestarian budaya dan pengelolaan pariwisata yang berkelanjutan. Pengelolaan yang bijaksana dibutuhkan agar warisan budaya Bali tidak tergerus oleh arus komersialisasi yang datang bersamaan dengan berkembangnya industri pariwisata.
Untuk menjaga kesucian dan kelestarian Pura Lempuyang, masyarakat lokal dan pengelola pura telah mengimplementasikan berbagai langkah strategis. Sosialisasi aturan adat dilakukan melalui papan informasi di sekitar pura dan pemandu wisata yang bertugas memberi edukasi kepada pengunjung. Selain itu, sistem antrean juga diterapkan untuk mengatur jumlah pengunjung yang memasuki area tertentu, guna mencegah kerumunan dan memastikan penghormatan terhadap tempat suci. Masyarakat lokal tidak hanya berperan sebagai penjaga adat, tetapi juga sebagai pemandu wisata dan pengelola fasilitas yang turut mendukung ekonomi lokal. Keberadaan wisatawan memberikan peluang ekonomi baru, mulai dari jasa pemandu hingga pengelolaan area parkir, yang pada gilirannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.
ADVERTISEMENT
Fenomena yang terjadi di Pura Lempuyang adalah cerminan tantangan multikultural yang dihadapi Indonesia, negara dengan keragaman budaya yang luar biasa. Untuk menjaga harmoni antara kesucian dan pariwisata, diperlukan kesadaran dan sikap saling menghormati antara wisatawan dan masyarakat lokal. Edukasi lintas budaya menjadi kunci agar baik wisatawan maupun penduduk setempat dapat hidup berdampingan dengan harmonis, menjaga kelestarian budaya sambil menikmati manfaat pariwisata yang berkembang.
Pura Lempuyang bukan sekadar destinasi wisata, tetapi juga representasi dari identitas budaya Bali yang kaya. Dengan sikap saling memahami dan menghormati, tempat ini dapat terus menjadi simbol spiritual yang menginspirasi, serta contoh bagaimana budaya lokal bisa bertahan di tengah derasnya arus globalisasi dan pariwisata. Agar Pura Lempuyang tetap menjadi tempat suci yang harmonis sekaligus destinasi wisata yang menginspirasi dunia, kita semua memiliki tanggung jawab untuk menjaga keseimbangan antara pelestarian budaya dan pengelolaan pariwisata yang berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Ni Putu Eka Wulandari, Mahasiswa S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Pendidikan Ganesha