Konten dari Pengguna

Apa Salahnya Menjadi Anak Broken Home?

qaila asoka februm
Mahasiswa Universitas Pembangunan Jaya
15 Desember 2022 17:17 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari qaila asoka februm tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
https://www.shutterstock.com/image-photo/sad-child-this-father-mother-arguing-315039935
zoom-in-whitePerbesar
https://www.shutterstock.com/image-photo/sad-child-this-father-mother-arguing-315039935
ADVERTISEMENT
Pelajaran tentang hidup tidak hanya tentang kenyamanan, terkadang ada rasa kehilangan agar manusia punya rasa bersyukur kepada Tuhan.
ADVERTISEMENT
Jangan membandingkan nasib setiap manusia. Seseorang yang terlahir dari keluarga broken home pun tidak menginginkan nasib seperti itu. Seorang anak tidak bisa memilih siapa yang akan menjadi kedua orang tuanya ketika ia di lahirkan. Bergaul lah dengan siapapun. Terkadang yang manusia bisa lakukan hanyalah memanusiakan manusia.
ANAK BROKEN HOME MAMPU MERUBAH NASIB KELUARGA
Keisha Alvaro, yang merupakan korban dari perceraian orang tuanya memberikan pesan untuk anak broken home lainnya. Meski demikian, Keisha terpacu untuk lebih baik dan memberikan motivasi serta solusi terhadap korban broken home lainnya. Mengutip sebuah quote, Kiesha mencoba memberi semangat dan nasihat kepada para anak korban broken home di luar sana.
Menurut Kiesha Alvaro, saat kedua orang tua memutuskan untuk berpisah, yang hancur adalah keluarganya bukan anak-anak di dalam keluarga itu. Menurut Keisha Alvaro, memang sulit menerima kenyataan menjadi anak broken home, tetapi dengan seiringnya waktu, Keisha bisa berdamai dengan keadaan dan diri sendiri. Begitu lah Keisha memotivasi korban broken home lainya. Keisha percaya bahwa setiap nasib dapat diubah, tergantung bagaimana diri kita sendiri.
ADVERTISEMENT
Tidak mengherankan, banyak orang mencoba untuk hidup berdampingan dengan korban broken home. Di dalam dinamika sosial sendiri, anak-anak broken home mendapatkan perilaku yang tidak baik dari lingkunganya. Adanya perbandingan derajat dan tingkatan sosial membuat anak broken home merasa kecewa. Namun, tidak sedikit orang yang mau peduli anak-anak korban broken home karena merasakan hal yang sama, atau merasa iba, atau bahkan telah tercipta adanya kerukunan sejak lama. Manusia tidak bisa menentukan nasibnya di kemudian hari. Manusia hanya berusaha dan berdoa untuk mengubah nasib yang sedang manusia jalani.
Apalagi di Indonesia banyak adanya kasus orang tua yang belum siap memiliki anak. Karena hamil di luar nikah, atau bahkan menikah muda. Tidak mudah menjadi orang tua, bahkan tidak ada sekolah untuk belajar bagaimana menjadi orang tua yang baik. Menjadi orang tua belajar dengan alami, belajar dengan diri sendiri dan tanpa ada materi. Jika kedua orang tua belum siap, lebih baik jangan tergesa-gesa untuk membangun keluarga agar tidak adanya kasus broken home lagi.
ADVERTISEMENT
” Oke, pas nanti gue buat keluarga nanti ya gue nggak akan mengulangi kesalahan yang sama. Gue harus lebih indah, Gue harus punya keluarga yang lebih harmonis dari pada yang gue alami dulu," ujar Keisha Alvaro ketika menasehati dan memberikan motivasi kepada korban broken home lainya. Ia percaya bahwa Keisha mampu untuk menciptakan keluarga yang lebih baik daripada keluarganya sekarang.
Menurut Kiesha Alvaro, saat kedua orang tua memutuskan untuk berpisah, yang hancur adalah keluarganya bukan anak-anak di dalam keluarga itu. "Yang hancur kan bukan Lu, cuma keluarga Lu doang," katanya. Jangan pernah berkecil hati. Karena yang hancur itu hanya status keluargamu, bukan dirimu," tambahanya.
Jika broken home tercipta dari adanya permasalahan pada orang tua, seorang anak merasakan status keluarga yang hancur bukan dirinya dan masa depanya yang hancur. Setiap orang pasti mengalami roda kehidupan yang selalu berputar, dan tidak akan berhenti pada porosnya. Begitupun anak broken home.
ADVERTISEMENT
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB BROKEN HOME
Broken home adalah rusaknya hubungan yang harmonis di dalam keluarga. Menurut Chaplin (2004:71) broken home adalah keluarga atau rumah tangga tanpa hadirnya salah satu seseorang dari kedua orang tua (ayah atau ibu) disebabkan karena meninggal, perceraian, pergi meninggalkan keluarga, dan lain-lain. Broken home adalah suatu kondisi dimana dalam suatu keluarga tidak terdiri dari susunan keluarga yang lengkap atau bahkan adanya kelengkapan anggota keluarga namun tidak adanya keadaan yang harmonis.
Padahal, keluarga adalah lingkungan pertama yang menjadi pondasi utama dalam membangun karakter anak, menjadi panutuan bagi anak, serta dapat mendidik anak dengan baik. Menurut Wahid (2015) kepribadian akan berkembang menjadi karakter ketika seseorang mempelajari kelebihan dan kelemahan dirinya. Anak yang tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang broken home biasanya memiliki gangguan psikologis dan berakibat dapat membentuk karakter yang negative.
ADVERTISEMENT
Perceraian orang tua. Terjadi jika salah satu diantara dua pasangan sudah tidak lagi mencintai dan sudah tidak dapat menciptakan keharmonisan dalam rumah tangga. Yang mana berakibat pada renggangnya hubungan orang tua dan pada akhirnya berpisah.
Tidak adanya atau buruknya komunikasi di dalam keluarga. Biasanya terjadi pada orang tua yang sama-sama bekerja karena adanya permasalahan dalam ekonomi. Anak dididik oleh asisten rumah tangga, terpenuhi secara finansial namun kurang adanya kebersamaan keluarga. Anak sepenuhnya dididik oleh asisten rumah tangga membuat komunikasi antar anggota keluarga sangat minim. Padahal adanya komunikasi dan interaksi antara anggota keluarga dapat meminimalisir adanya segala macam kenakalan remaja. Namun karena orang tua yang sibuk atas pekerjaanya membuat terbengkalainya perkembangan dan kurangnya kasih sayang kepada anak.
ADVERTISEMENT
Adanya perang dingin. Dalam kasus ini lebih berat dari kasus tidak adanya atau buruknya komunikasi dalam keluarga. Karena perang dingin menyebabkan minimnya komunikasi ditambah dengan adanya perselisihan antara dua orang atau lebih di dalam keluarga.
Adanya kasus hamil di luar nikah. Kedua orangtua yang belum siap untuk memiliki anak, dibekali dengan minim ilmu dan keuangan, bahkan di dalam umur yang terbilang sangat muda harus mengasuh anak karena perlakuan yang tidak sesuai dengan norma menjadi akar permasalahan yang ada dalam remaja. Adanya laki-laki yang tidak mau bertanggung jawab sehingga menimbulkan seorang anak lahir tanpa ayah dan terus mengalami bullying dari teman-temanya.
Orang tua yang kurang bertanggung jawab. Banyaknya anak membuat fokus serta kasih sayang orang tua terpecah belah. Ditambah dengan kesibukan kedua orang tua yang berbeda-beda membuat anak kehilangan kasih sayangnya
ADVERTISEMENT
Kehilangan kehangatan dalam keluarga. Dimana seharusnya keluarga adalah rumah ternyaman bagi siapapun. Keluarga adalah rumah tempat kembali paling nyaman karena di dalamnya terdapat kehangatan. Namun hal itu hilang karena kedua orang tua yang tidak bisa menciptakan kehangatan di dalam keluarga. Banyak tuntutan untuk anak yang di luar kemampuan anak itu sendiri yang diberikan oleh orang tua. Bahkan seolah-olah anak adalah permainan bagi orang tua yang dapat dimainkan peranya kapanpun.
Banyak faktor terjadinya broken home. Sebagai anak tidak bisa mengatasi semua masalah tersebut hanya dari satu sisi. Kedua orang tua sangat berperan penting dalam permasalahan ini. Perlu adanya kualitas keluarga yang baik agar terciptanya kepribadian anak yang baik pula.