Peran Orang Tua yang Memiliki Anak Autis

Fitria Mustikawati
Ibu rumah tangga dengan 2 orang putri juga berwirausaha di bidang kuliner dan pariwisata. Lulusan dari Manajemen Pemasaran Pariwisata Universitas Pendidikan Indonesia. Mantan bankir salah satu Bank swasta di Indonesia.
Konten dari Pengguna
5 April 2021 14:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fitria Mustikawati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi anak autis. Foto: Freepik
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi anak autis. Foto: Freepik
ADVERTISEMENT
Memiliki keturunan merupakan anugerah terindah dalam pernikahan. Kehadirannya bukan saja mempererat tali cinta pasangan suami istri, tetapi juga sebagai penerus generasi yang sangat diharapkan oleh keluarga tersebut. Kami sebagai pasangan suami istri sangat bersyukur tidak perlu menunggu waktu lama untuk memiliki keturunan. Namun bagaimana jika anak tersebut tidak sesuai dengan doa dan harapan kami?
ADVERTISEMENT
Tidak pernah terbayangkan sebelumnya, bayi kecil yang sedari lahir normal dan tidak terlihat adanya kelainan ternyata memiliki gangguan serius dalam tubuhnya. Gangguan itu muncul ditandai dengan keterlambatan bicara dan perilaku "aneh" yang muncul seiring dengan bertambahnya usia dari putri kami, Nindy, 7 tahun. Jarang merespons apabila dipanggil, tidak dapat bermain dengan teman sebaya, tidak dapat menggunakan mainan secara wajar, hiperaktif, tiba-tiba menangis atau tertawa tanpa sebab, kurang menyadari bahaya dan tidak peka dengan rasa sakit.
Itulah beberapa ciri khas yang muncul dalam tubuh putri kami sejak berusia satu tahun. Tidak ada diagnosa resmi dari dokter tumbuh kembang anak, dokter syaraf, hingga psikolog anak. Namun dengan mencocokkan ciri pada Nindy, kata "autisme" yang keluar dari berbagai media dan jurnal yang dicari saat itu.
ADVERTISEMENT
Kaget, sedih, kecewa bahkan menyalahkan diri sendiri adalah penerimaan awal kami sebagai orang tua saat mengetahui anak mengalami gangguan autisme, namun kami harus menerima takdir dari Tuhan dengan ikhlas, menjaga amanah dari-Nya dengan memberikan dukungan (perhatian dan kasih sayang) untuk membantu tumbuh kembang anak.
Menjalani peran sebagai orang tua anak yang mengalami gangguan autis memang sangatlah berat, untuk itu diperlukan semangat dan dukungan antara suami dan istri, berusaha saling menguatkan satu sama lain. Kami harus yakin bahwa Allah tidak akan memberikan ujian di luar batas kekuatan hambanya. Alhamdulillah, seiring dengan berjalannya waktu kami sebagai orang tua khususnya saya sebagai ibu kandung sudah mampu beradaptasi dan memaknai setiap persoalan yang muncul berkaitan dengan gangguan yang dialami oleh Nindy.
ADVERTISEMENT
Penerimaan orang tua sangat mempengaruhi perkembangan anak autisme di kemudian hari. Saat ini kami sudah menerima dengan lapang dada dan selalu bangga pada Nindy yang perlahan sudah mengalami perkembangan luar biasa. Saya sebagai ibu kandung yang menangani putri saya harus sering mengenalkannya kepada lingkungan sekitar, tanpa rasa malu juga harus memahami kondisi dan kebiasaan unik anak, menyadari apa yang sudah bisa dan belum bisa dilakukan anak yang akhirnya perlu adanya solusi apa yang harus dilakukan untuk Nindy.
Mencarikan solusi dengan melakukan beberapa terapi pada Nindy seperti terapi okupasi, terapi wicara juga terapi ABA, serta menjalani pola diet dengan menghindari makanan yang mengandung susu, terigu, gula dan kedelai. Menjalankan terapi dan diet merupakan suatu pilihan bagi para orang tua yang harus dihargai.
Ilustrasi penerimaan untuk anak autis.
Semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan semangat untuk para orang tua yang diamanahi anak autis.
ADVERTISEMENT